PENUTUP Pasal 47 Piagam Madinah.
telah mengakui dan memperhatikan masalah HAM dan bahkan telah dipraktekkan oleh kaum Muslimin dalam kehidupan nyata jauh lebih dahulu
dibanding dengan Deklarasi HAM oleh PBB yang baru dibuat pada tahun 1948.
2. Piagam Madinah dapat disebut sebagai cikal-bakal, model dan pemicu
kelahiran dokumen-dokumen HAM lainnya menurut perspektif Islam. 3.
Piagam Madinah dibuat bagi semua kelompok dan golongan masyarakat yang ada di Madinah saat itu, yaitu kaum Mukminin dari kalangan Muhajirin dan
Ansor, kaum Yahudi dengan berbagai macam puaknya dan kaum Musyrikin di Madinah dan sekitarnya, dengan tujuan menggabungkan keragaman
tersebut menjadi satu umat yang saling menghormati dan bahu-membahu melawan musuh bersama.
4. Semua orang dan setiap kabilah kabilah tanpa kecuali tunduk kepada sistem
dan hukum Islam. Setiap perselisihan yang terjadi baik antara orang-orang yang seagama maupun antar agama dalam permasalahan-permasalahan
duniawi, penyelesaiannya dikembalikan kepada hukum Islam. Namun dalam masalah akidah dan ibadah, masing-masing berhak melaksanakannya sesuai
dengan agama dan keyakinan masing-masing. Tidak ada paksaan untuk memeluk agama Islam meskipun yang mempunyai otoritas tertinggi saat itu di
Madinah adalah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat beliau. 5.
Seluruh warga negara Madinah, baik Muslim maupun Non Muslim berkedudukan sama di hadapan hukum.
6. Seluruh warga negara Madinah memiliki hak dan kewajiban yang sama, adil
dan tanpa diskriminasi. 7.
Interaksi antara komunitas Muslim dengan non Muslim didasarkan pada prinsip-prinsip: bertetangga dengan baik, saling membantu dalam menghadapi
musuh bersama, membela yang lemah dan teraniaya, saling menasehati, dan menghormati agama dan keyakinan masing-masing.
8. Stabilitas negara adalah kewajiban bersama. Tidak boleh membentuk
kelompok atau bekerjasama dan apalagi berkonspirasi dengan komunitas lain, tanpa perkenan dari Muhammad SAW. sebagai kepala negara.