Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

agama lain, selain Islam, yang berani merumuskan HAM dalam agama. Selain itu, HAM dalam Islam merupakan suatu alternatif dari HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa karena ia jauh lebih komprehensif dan harus ditafsirkan sesuai syariat Islam serta harus tunduk kepadanya. Namun karena negara kita sudah mempunyai peraturan perundangan tentang HAM yaitu antara lain berupa Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang No. 39 Tahun 1999 mengenai HAM dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, maka cara yang dianggap paling baik untuk merealisasikan penerapan HAM menurut perspektif Islam ialah dengan mengharmonisasikan antara HAM perspektif Islam tersebut dengan peraturan perundangan mengenai HAM yang sudah ada di negara kita ini. Harmonisasi ini diperlukan karena ada beberapa perbedaan antara peraturan perundangan tentang HAM di Indonesia dengan HAM perspektif Islam. Perbedaan tersebut antara lain dari segi penghormatan terhadap manusia, tujuan, rincian dan proteksi, rangkuman, kesejajaran hak dengan fitrah manusia, implikasi konsep hak asasi manusia, dan ketundukan kepada syariat Islam. Dalam masalah ketundukan kepada syariat Islam misalnya, ada dua prinsip yang dianut oleh HAM perspektif Islam yang berseberangan dengan Deklarasi HAM PBB dan peraturan perundangan tentang HAM di Indonesia. Prinsip tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Deklarasi Kairo ialah seperti berikut: Pasal 22 “Semua hak-hak dan pernyataan kebebasan yang ditetapkan dalam Deklarasi ini adalah sesuai dengan syariat Islam”, dan Pasal 25: ”Syariat Islam adalah satu-satunya sumber acuan untuk penjelasan atau uraian pasal-pasal da lam Deklarasi ini”. Perbedaan prinsip di atas dan perbedaan-perbedaan lainnya menjadi ganjalan bagi umat Islam Indonesia yang menghendaki agar ajaran Islam senantiasa diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbedaan tersebut juga mendorong penghormatan yang rendah atau kurang terhadap Hak Asasi Manusia di tengah-tengah masyarakat. Dengan harmonisasi antara hak asasi manusia perspektif Islam dengan peraturan perundangan tentang HAM di Indonesia, ke depan diharapkan HAM setiap individu masyarakat akan semakin dihormati, dan dalam waktu yang sama, pelanggaran terhadap HAM dapat berkurang dan diminimalisir.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah: 1. Apakah yang dimaksud dengan HAM dalam perspektif Islam? 2. Apa sajakah Peraturan Perundangan tentang HAM di Indonesia? 3. Bagaimanakah model mengharmonisasikan HAM dalam Perspektif Islam dengan HAM dalam peraturan perundangan di Indonesia?

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Ringkas Perkembangan HAM di Barat

Sejarah perkembangan HAM di Barat pada umumnya dihubungkan dengan dokumen Magna Carta tahun 1215 di Inggris Evie Fitriani, 2000: 22-34; Scott Davidson, 1994: 20-27; Zeffry Alkatiri, 2007: 99-112. Raja pada umumnya ditafsirkan sebagai pengejawantahan dari kuasa Ilahi di dalam dunia ini. Kuasanya mutlak terhadap kekuasaan bawahannya dan juga terhadap rakyatnya. Dengan adanya Magna Carta kekuasaan raja dibatasi dan dapat dikontrol agar tidak sewenang-wenang atas para pangeran dan rakyatnya. Para pangeran atau bangsawan mempunyai hak yang tidak dapat dilanggar oleh raja. Rakyat juga harus mendapat perlindungan dari kekuasaan yang tidak terbatas. Scott Davidson, 1994: 20-31. Kekuasaan raja atau pemerintah terhadap bawahan atau rakyatnya memang harus dibatasi. Tiada kekuasaan yang mutlak di bumi ini. Kekuasaan yang hanya untuk dan demi kekuasaan itu sendiri, dan bukannya demi kesejahteraan rakyat, pasti akan membawa korban, dan penguasa itu akan cenderung menggunakan kekuasaannnya untuk dirinya sendiri ataupun keluarga dan kelompoknya. Dengan munculnya Magna Carta, raja Inggris dibatasi wewenangnya, sebagai kompromi antara raja John dengan para bangsawan Evie Fitriani, 2000: 22-34; Scott Davidson, 1994: 20-27; Zeffry Alkatiri, 2007: 99-112. Hal ini merupakan suatu kemajuan yang luar biasa. Wewenang raja dibatasi, dan para bangsawan mempunyai hak yang tidak boleh dilanggar oleh raja. Kompromi kekuasaan ini mendapat maknanya yang lebih besar dalam Bill Rights 1689 yang melindungi hak-hak individu dari kekuasaan raja. Bill Rights atau selengkapnya berjudul An Act Declarating the Rights and Liberties of the Subject and Setting the Succession of the Crown . Dalam Bill Rights parlemen memegang kekuasaan yang penting dalam memperjuangkan hak-hak individu. Hal ini dipahami sebagai perkembangan dari hak-hak yang harus diperjuangkan berhadapan dengan kekuasaan raja. Hak individu dianggap sebagai hak penting yang wajib dilindungi. Raja tidak boleh berindak sewenang-wenang terhadap parlemen dan juga terhadap rakyatnya. Ada batas-batas kuasa yang perlu diperhatikan dan tiadak boleh dilanggar Evie Fitriani, 2000: 22-34; Scott Davidson, 1994: 20-27; Zeffry Alkatiri, 2007: 99-112. Pengalaman perlindungan terhadap hak di Inggris ini diperkaya dengan perjuangan rakyat Amerika Serikat dengan The Virginia Declaration of Rights yang