Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
2015. Namun, isi media merupakan sebuah informasi yang dapat merubah sebuah persepsi masyarakat terhadap apa yang disampaikan oleh media tersebut. Apalagi
isu yang disampaikan mengenai pemerintahan. Ini merupakan isu yang sangat sensitif bagi khalayak terutama mahasiswa. Semakin gencarnya media
memberitakan isu tentang buruknya pemerintahan kita maka akan semakin gencar juga fokus khalayak terhadap isu tersebut.
Selama ini berita yang disampaikan oleh media elektronik maupun media cetak hanya dianggap sebagai sebuah representasi dari kenyataan. Kenyataan itu
ditulis kembali dan ditransformasikan lewat berita. Ia bisa mengesampingkan keberpihakan dan pilihan moral sehingga apa yang diungkapkan murni fakta,
bukan penilaian individu. Biasanya kita menilai berita hanya melihat, mendengar dan membacanya
saja tanpa adanya sebuah pengaruh yang memasuki benak kita dalam menilai sebuah fakta yang disampaikan oleh media tersebut. Dalam buku Jumroni 2006
Alex Sobur mendefinisikan media massa sebagai “suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai
kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas
suatu ide atau gagasan, bahkan suatu kepentingan citra yang ia representasikan untuk diletakkan dalam konteks kehidupa
n yang lebih empiris”.
3
Dari penjelasan diatas, kita dapat mengerti memang saat kita membaca, mendengar, dan melihat sebuah informasi yang terjadi kita tidak hanya melakukan
3
Jumroni dan Suhaimi. Metode-metode Penelitian Komunikasi Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, h. 85.
kegiatan tersebut saja, tetapi pemikirian kita telah terkonstruksi terhadap isi pemberitaan tersebut.
Dalam pandangan konstruksionis media bukanlah saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias dan
keberpihakanya. Disini media di pandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Setelah mereka memahami bahwa media bukan hanya
menyampaikan berita saja, lalu mereka menafsirkan isi berita tersebut melalui penafsiran mereka sendiri. Setiap orang memiliki pengalaman, preferensi,
pendidikan tertentu akan menafsirkan realitas itu dengan konstruksinya masing- masing.
4
Jadi, seseorang akan menafsirkan isi berita sesuai dengan apa yang melekat pada dirinya, bisa berupa pengalaman, pendidikan, dan preferensi yang
pernah mereka alami sendiri. Dalam proses kontruksi realitas, terdapat tiga fase yakni eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Yang dalam penelitian ini
,peneliti focus terhadap tahap internalisasi yang dialami khalayak. Internalisasi merupakan pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa
objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya, sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subjektif orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna
secara subjektif bagi individu sendiri. Tidak peduli apakah subjektif orang lain itu bersesuaian dengan subjektif individu tertentu, karena bisa jadi individu
memahami orang lain secara keliru, karena sebenarnya subjektifitas orang lain itu tersedia secara objektif bagi individu dan menjadi bermakna baginya.
5
4
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media Yogyakarta: Lkis, 2002, h. 18.
5
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa Jakarta: Kencana, 2011, h. 19.
Pada pemberitaan kisruh RAPBD masyarakat memberikan tanggapannya, tanggapan yang diberikan masyarakat mengenai kisruh ini pun beragam. Kita
dapat melihat dengan jelas tanggapan masyarakat mengenai hal ini di media sosial. Hal ini dikarenakan adanya tagar SaveAhok di media sosial Twitter yang
menjadi trending topic saat kisruh ini bergulir di berbagai media. Serta yang paling populer dari berbagai respon yang diberikan khalayak adalah gambar
digital “guyonan” guna menyindir kasus ini yang tersebar di berbagai social media. Saat kasus ini bergulir masyarakat terbagi menjadi dua kubu, kubu yang
berpihak terhadap Gubernur DKI dan DPRD. Terbaginya masyarakat menjadi dua kubu ini membuktikan bahwasanya terdapat perbedaan internalisasi atau
pemahaman yang dialami masyarakat. Perbedaan internalisasi yang menyebabkan terbaginya masyarakat menjadi
dua kubu terjadi di berbagai lapisan. Tidak terkecuali dikalangan mahasiswa. Mahasiswa yang notabe
ne adalah masyarakat yang “peduli politik” sudah barang tentu mempunyai sedikit banyak perbedaan dalam internalisasi kisruh ini. Namun,
apakah seluruh mahasiswa di Indonesia khususnya di DKI Jakarta adalah mahasiswa yang paham politik? Peduli dengan politik? Peneliti berpendapat tidak
semua mahasiswa paham dan peduli akan politik. Atas dasar pemikiran itulah peneliti tertarik untuk membahas mengenai perbedaan internalisasi publik dalam
merespon pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015. Dimana publik dalam penelitian ini dikerucutkan menjadi mahasiswa, yakni antara mahasiswa Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta. Internalisasi yang diteliti pun difokuskan kepada internalisasi kesadaran
pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015, mengapa peneliti memilih internalisasi
terhadap pemberitaannya, karena seperti yang telah kita ketahui peran media massa saat ini sangatlah besar. Media massa telah menjadi perhatian masyarakat,
bahkan sejak kemunculannya pertama kali, media massa telah menjadi objek perhatian dan objek peraturan regulasi. Sedang dalam bidang politik, penentuan
sikap tindak demokratis atau tidaknya suatu organisasi maupun individu sudah semakin bergantung pada media massa. Keputusan atau pembahasan atas berbagai
isu sosial penting saat ini sudah harus memperhitungkan peranan media massa, baik itu untuk tujuan baik maupun sebaliknya, beserta dampaknya.
6
Atas dasar itulah selanjutnya penelitian ini diberi judul
“Internalisasi Kesadaran Publik Dalam Merespons Pemberitaan Kisruh RAPBD DKI
2015 ”.