Selective Retention Analisis Komparatif Internalisasi Mahasiswa UIN Syarif

 Cerminan buruk kinerja pemerintah daerah DKI Jakarta. 2 Eksternalisasi  Mengetahui pemberita- an kisruh RAPBD DKI 2015.  Mayoritas mengikuti pem -beritaan kisruh RAPBD DKI 2015.  Mengetahui pemberita- an kisruh RAPBD DKI 2015.  Mayoritas tidak meng- ikuti pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015. 3 Objektifikasi  Menganggap penting pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015 untuk diketahui publik dan mahasiswa.  Menganggap penting pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015 untuk diketahui publik dan mahasiswa. 4 Selective Attention  Terpengaruh oleh keang- gotaan pada organisasi.  Adanya ketertarikan pada dunia politik, walau tidak terlalu besar.  Pembangunan citra hubu- ngan dengan orang lain.  Minimnya ketertarikan pada dunia politik.  Lingkungan kampus yang kurang mendukung dalam merespon isu-isu menge- nai pemerintah. 5 Selective Perception  Tidak aktif mencari di ber bagai sumber.  Tidak aktif mencari di ber bagai sumber. 6 Selective Retention  Cukup banyak poin yang diingat dari pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015.  Minimnya poin yang diingat dari pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015. Jadi secara keseluruhan dapat dikatakan internalisasi yang dialami mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah lebih mendalam dibanding mahasiswa Universitas Sahid Jakarta. Hal ini dikarenakan, pengaruh seleksi terpaan media massa pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah lebih banyak dibandingkan dengan mahasiswa Universitas Sahid Jakarta. Mayoritas mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah mengetahui dan mengikuti pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015 sedangkan mayoritas mahasiswa Universitas Sahid Jakarta, hanya mengetahui namun tidak mengikuti. Meskipun begitu, keduanya melihat kisruh ini secara objektif adalah merupakan hal yang penting untuk diketahui publik dan mahasiswa. Sedangkan untuk tingkat ketertarikan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terhadap kisruh ini lebih besar dibanding mahasiswa Universitas Sahid Jakarta. Latar belakang keanggotaan pada organisasi eksternal, lingkungan kampus yang mendorong mahasiswa untuk peduli dengan isu yang sedang berkembang dan keinginan terbangunnya citra yang positif dari pengetahuannya mengenai kisruh ini menjadikan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lebih tertarik untuk mengikuti pemberitaan ini. Sedangkan pada mahasiswa Universitas Sahid Jakarta tidak demikian, lingkungan kampus yang tidak terbiasa untuk merespon isu-isu yang sedang berkembang di masyarakat, khususnya dalam hal politik membuat tingkat ketertarikan mereka pada pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015 sangat minim. Perbedaan tingkat ketertarikan ini pun menimbulkan perbedaan yang cukup signifikan dalam hal selective retention atau ingatan selektif. Ingatan akan poin-poin yang diberitakan media massa yang di alami mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lebih banyak dibandingkan dengan ingatan mahasiswa Universitas Sahid Jakarta.

E. Interpretasi

Dari penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan beberapa fakta menarik untuk dikaji. Penelitian ini mengambil objek penelitian internalisasi mahasiswa dalam merespon pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015, yang mana peneliti membandingkan studi komparatif antara internalisasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Universitas Sahid Jakarta. Mengapa peneliti mengambil dua universitas tersebut. Karena peneliti menilai social culture di kedua universitas ini sangat berbeda. Pendapat ini didasari dari hasil observasi sebelum dan selama penelitian dilakukan. Sehingga internalisasi mahasiswa dalam merespon pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015 antara kedua universitas ini dirasa menarik untuk dikaji dan dibandingkan. Seperti yang peneliti katakan diawal, telah ditemukan fakta menarik dalam penelitian ini, fakta tersebut terlihat dari hasil analisis komparatif yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya. Peneliti melihat adanya perbedaan yang cukup signifikan antara internalisasi yang terjadi pada mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan mahasiswa Universitas Sahid Jakarta. Internalisasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta cukup beragam dan beralasan serta berkesinambungan dengan apa yang dipaparkannya saat wawancara. Sedang internalisasi mahasiswa Universitas Sahid Jakarta tidak terlalu mendalam namun tetap beragam. Tapi sangat disayangkan pemaparan mereka saat diwawancara dan pemahaman yang mereka kemukakan tidak cukup beralasan dan berkesinambungan. Faktor eksternalisasi, objektifikasi, selective attention, selective perception dan selective retention ternyata sangat mempengaruhi satu sama lain serta memiliki peranan penting dalam internalisasi atau pemahaman mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta dalam memaknai pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015. Peneliti melihat faktor eksternalisasi dan selective attention lah yang paling memiliki peranan besar pada pemahaman dan penafsiran yang dikemukakan oleh mahasiswa, baik mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ataupun mahasiswa Universitas Sahid Jakarta. Pada dasarnya, peneliti melihat social culture yang berkembang di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Universitas Sahid Jakarta memang sangat jauh berbeda. Dari apa yang diamati penulis sebelum dan selama penelitian social culture di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sangat mendukung untuk mahasiswanya menanggapi isu-isu mengenai gejolak pemerintahan yang sedang beredar di masyarakat. Berbeda dengan social culture di Universitas Sahid Jakarta yang lebih tertarik dengan hal-hal yang “berbau” entertainment dibandingkan dengan politik. Hal tersebut merupakan satu poin besar yang menyebabkan perbedaan internalisasi antara kedua belah pihak. Yang mana poin tersebut termasuk dalam proses selective attention. Ketidaktertarikan mahasiswa Universitas Sahid Jakarta terhadap politik bukan tanpa alasan. Disinyalir ketidaktertarikan ini berkaitan dengan gejala yang dinamakan “alineasi politik”. Yaitu rasa lelah karena terlalu banyak menyaksikan peristiwa dan proses-proses politik yang sebenarnya mudah untuk ditenggarai namun dibuat sulit dan berlarut-larut. Yang mana membuat munculnya sikap apatis, tidak mau peduli, tidak mau percaya dan lain sebagainya terhadap pemerintah merupakan cerminan dari rasa lelah akan ketidakpastian gejolak politik di negeri ini. 13 Dapat dikatakan mahasiswa Universitas Sahid Jakarta sedang merasakan keterasingan politik atau alineasi politik. Alineasi politik dirasakan ketika ada “jarak” yang sangat lebar antara proses politik yang terjadi di tingkat elit dengan perilaku dan tindak-tanduk politis di atas bawah. Artinya, rakyat mulai tidak mengerti, tidak percaya, tidak mampu berbuat untuk mengubah keadaan, mulai apatis dan semakin merasa terasing dengan proses-proses politik. 14 Yang kemudian menimbulkan rasa ketidaktertarikan dengan isu-isu mengenai pemerintah. Memang sangat disayangkan, ketidaktertarikan tersebut membuat mereka memahami pemberitaan kisruh RAPBD DKI 2015 dengan biasa saja, bahkan ada yang hanya mengganggap ini semua sebagai hiburan semata. Mayoritas mahasiswa Universitas Sahid Jakarta melihat kisruh ini hanya sebagai ajang perdebatan antara Gubernur dan DPRD. Mereka tidak mencoba untuk memahami lebih jauh lagi, apa sebab dari perdebatan tersebut. Ataupun tidak mencoba melihat sisi lain dari ajang perdebatan tersebut, yang sebenarnya bukan hanya permasalahan adu argumen yang ada pada kisruh RAPBD DKI 2015 kemarin. Kurangnya daya tarik dan pemahaman mereka membuat tidak adanya keinginan untuk kedepannya lebih peduli dengan kebijakan- 13 Hamdi Muluk, Mozaik Psikologi Politik Indonesia Jakarta: Rajawali Pers, 2010, h. 26. 14 Hamdi Muluk, Mozaik Psikologi Politik Indonesia, h. 26.