Kandungan histamin dan pembentukannya pada ikan

2.5.1. Kandungan histamin dan pembentukannya pada ikan

Histamin merupakan senyawa amin biogenik hasil dekarboksilasi asam amino histidin ά-amino ß-inidosal asam propionat Keer et al. 2002; Tjay dan Rahardja 2007. Kandungan histamin pada ikan segar adalah rendah tetapi pada ikan busuk, kandungannya menjadi tinggi Tsai et al. 2007. Nigous et al. 1990 menyatakan bahwa penyebab reaksi dekarboksilasi adalah berupa enzim, panas ataupun suasana basa. Reaksi pembentukan histamin menurut Cheffel et al. 1986 disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Reaksi pembentukan histamin Cheffel et al. 1986 McLauchlin et al. 2005; Suryanti et al. 2006 melaporkan kandungan histamin pada ikan scombroid yang sudah rendah mutunya bervariasi antara 10-100 ppm bahkan kadang-kadang sampai 700-1000 ppm. Kadar histamin jika melebihi 25 ppm sudah mulai terbentuk kerusakan, kadar 50 ppm sudah berbahaya untuk kesehatan dan kadar 100 ppm sudah bersifat racun pada manusia SNI 01-2360-1991. Standar yang ditetapkan oleh Ditjen P 2 HP DKP 2007 kadar histamin untuk hasil dan produk perikanan adalah 100 ppm. Brink et al. 1990 melaporkan kandungan histamin 100-800 ppm sudah toksik, kadar 500 ppm sudah berbahaya bagi kesehatan manusia Askar dan Treptow 1993, sedangkan kadar histamin produk perikanan yang masih aman untuk dikonsumsi adalah 5 ppm USDFA 2001. Pada tahun 1998 di New Zaeland, dilaporkan terjadi keracunan histamin pada pengunjung restoran yang memakan steak tuna yang mengandung histamin 50 ppm Mah et al. 2002. Jumlah histamin yang terbentuk bervariasi pada setiap spesies ikan tergantung pada jumlah histidinnya, tipe dan banyaknya bakteri yang menunjang pertumbuhan dan aktivitas mikroba dan dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan pH Pan 1984; Fardiaz 1993; Kushner 1998; Lehane dan Olley 2000; Kim et al. 2000. Autolisis pada daging ikan mulai berlangsung secara biokimia segera setelah ikan mati terutama pada daging sekitar rongga perut. Setelah fase rigormortis, enzim di dalam perut ikan aktif menguraikan komponen ikan yang menyebabkan terjadinya perubahan pada rasa, warna tekstur, bau dan penampakan ikan Hidayat et al. 2006. Menurut Sillasantos et al. 1996; Lehane dan Olley 2000; Tsai et al. 2007 bahwa jumlah histamin yang dihasilkan dari aktivitas bakteri lebih banyak daripada hasil reaksi autolisis. Jumlah histamin yang dikandung oleh ikan dipengaruhi oleh jumlah mikroba atau bakteri yang terdapat pada ikan tersebut. Kandungan histamin pada ikan yang berukuran kecil jauh lebih banyak dibandingkan dengan ikan yang berukuran besar Syah 2004. Bakteri pembentuk histamin lebih banyak dijumpai pada insang dan jeroan ikan daripada kulit karena insang dan jeroan merupakan sumber bakteri Shewan dan Hobbs 1997. Hasil penelitian Keer et al. 2002; Kim et al. 2000 menyatakan bahwa terdapat hubungan atau korelasi positif antara jumlah bakteri dan kadar histamin yang dihasilkan. Pada jaringan ikan beku yang dithawing, produksi histaminnya dapat terhambat. Hal ini disebabkan oleh rusaknya bakteri penghasil histamin dalam proses pembekuan freezing dan thawing sehingga mencegah pembentukan senyawa tersebut. Kim et al. 2004; Tsai et al. 2007 menjelaskan bahwa aktivitas bakteri dan pembentukan histamin dipengaruhi oleh suhu dan waktu inkubasi. Tiap-tiap spesies mempunyai suhu dan waktu optimum yang berbeda. Bakteri pembentuk histamin dapat dikelompokkan menjadi spesies yang mampu memproduksi histamin dalam jumlah besar 100 ppm pada suhu di atas 15 C dengan lama inkubasi 24 jam dan spesies yang memproduksi histamin dalam jumlah kecil 25 ppm setelah diinkubasi pada temperatur 30 C selama 48 jam. Bakteri- bakteri yang dapat mendekarboksilasi histidin disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Bakteri-bakteri yang mendekarboksilasi histidin Bakteri Morfologi Hafnia spp., Hafnia alvei Klebsiella spp., Klebsiella pneumonia, Escherichia coli Clostridium spp., C. perfringens Lactobacillus spp., Lactobacillus 30a Enterobacter spp. Proteus sp., Proteus morganii Gram-negatif, batang, fakultatif anaerobik Gram-negatif, batang, fakultatif anaerobik Gram-negatif, batang, fakultatif anaerobik Gram-positif, batang, anaerobik Gram-positif, batang, fakultatif anaerobik Gram-negatif, batang, fakultatif anaerobik Sumber : Eitenmiller et al. 1981 Hasil penelitian Taylor dan Behling 1982; Tsai et al. 2007 menunjukkan bahwa bakteri Proteus morganii, Klebsiella pneumonia dan Enterobacter aerogenes termasuk penghasil histamin yang paling banyak, sedangkan Hafnia alvei, E. coli dan Clostridium freundii menghasilkan histamin sedikit. Keer et al. 2002; Setiyono 2006 menyatakan bahwa histamin merupakan komponen biogenik amin yaitu bahan aktif yang diproduksi secara biologis melalui proses dekarboksilasi dari asam amino bebas serta terdapat pada berbagai bahan pangan seperti ikan, daging merah, keju dan makanan fermentasi. Menurut Orejana 1984 bahwa adanya histamin pada daging ikan berkaitan dengan ”Scombroid poisoning” sehingga histamin dapat digunakan sebagai indikator adanya suatu toksin dalam tuna, mackerel kembung dan ikan- ikan sejenis lainnya. Istilah ”Scombroid poisoning” merupakan istilah yang umum digunakan untuk menyebutkan ikan yang secara alami telah mengandung senyawa toksin. Ditambahkan lebih lanjut oleh Veciana et al. 1996; Rossi et al. 2003 bahwa ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini adalah ikan tongkol, kembung, cakalang, tuna dan bonito. Yatsunami et al. 1994 melaporkan bahwa bakteri pembentuk histamin yang diisolasi dari produk fermentasi ikan sardin adalah Staphylococcus, Micrococcus, Vibrio dan Pseudomonas. Kuda et al. 2001; Kuda et al. 2002 menyatakan bahwa kadar histamin pada ikan mackerel dan ikan sardin berkisar 12,6-30,5 ppm, sedangkan bakteri pembentuk histamin yang paling dominan adalah bakteri asam laktat berbentuk kokus Tetragenococcus. Kobayashi et al. 2004 melaporkan bakteri pembentuk histamin yang berhasil diidentifikasi dari fermentasi ikan mackerel dan ikan sardin adalah T. mutiaticus. Dapkevicius et al. 2000 melaporkan juga bahwa ditemukan strain Lactobacillus sake yang mendegradasi histidin menjadi histamin dalam pasta ikan sardin yang difermentasi. Mah et al. 2002 melaporkan bahwa peningkatan histamin pada sardin dan mackerel setelah penyimpanan pada suhu 4 C selama fermentasi 10 hari berkisar 521-751 ppm. 2.5.2. Reaksi fisiologis histamin Histamin mempunyai fungsi penting dalam tubuh yaitu dihubungkan dengan fenomena fisiologis, patologis terutama dengan pelepasan pada reaksi anafilaksis dan alergi. Alergi berarti masuknya suatu bahan asing yang menyebabkan reaksi tidak menyenangkan di dalam jaringan tubuh, namun tidak terjadi pada setiap orang. Keracunan adalah efek dari mengkonsumsi pangan tertentu yang melebihi dari yang ditetapkan berlaku pada setiap orang. Secara garis besar reaksi alergi dapat dibagi atas 3 golongan yaitu reaksi pertama terjadi sangat cepat, reaksi ini terjadi sedemikian rupa sehingga bibir, lidah dan tenggorokan langsung membengkak dan menghalangi masuknya makanan. Manifestasi alerginya cepat sehingga mudah diketahui makanan yang mengandung alergen. Reaksi kedua terjadi lebih lambat perlu waktu berjam-jam lamanya dengan demikian lebih sukar untuk mengetahui makanan mana yang bertanggung jawab atas manifestasi alergi pada seorang penderita. Reaksi ketiga lebih lama lagi, manifestasi klinis dari reaksi ketiga ini biasanya berupa kemerahan pada kulit Rengganis 2007. Ada 5 gejala kunci alergi yang dapat terjadi apabila seseorang mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung alergen yaitu pembengkakan di sekitar mata, tangan, abdomen dan pergelangan, denyut jantung yang cepat atau berdebar-debar khususnya terjadi setelah makan, keringat yang berlebihan walaupun tidak berolah raga. Reaksi antigen-antibodi menyebabkan pelepasan histamin sehingga terjadi fase dilatasi, gatal dan edema Mumby 1995. Pelepasan histamin selama terjadi reaksi antigen-antibodi telah dilaporkan oleh para peneliti. Histamin telah diketahui merupakan perantara terjadinya fenomena hipersensitivitas Syamsudin 1990. Keracunan histamin jarang terjadi dan biasanya terjadi karena overdosis. Gejala utama yang timbul yaitu sakit kepala, diare, muntah-muntah, bibir bengkak dan rasa terbakar di tenggorokan Rice et al. 1976; Ronald et al. 1999. Menurut Lehane dan Olley 2000 keracunan histamin dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu keracunan tingkat lemah apabila mengkonsumsi 8 - 40 ppm, keracunan sedang apabila mengkonsumsi 70 - 100 ppm dan keracunan kuat apabila mengkonsumsi 150 - 400 ppm histamin.

2.6. Fermentasi