Marioka et al. 1999 menjelaskan bahwa kondisi post-rigor merupakan permulaan dari proses pembusukan yang meliputi autolisis dan pembusukan oleh
bakteri. Proses autolisis adalah terjadinya penguraian daging ikan sebagai akibat dari aktivitas enzim dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi terutama pada ikan yang
disimpan tanpa dibuang isi perutnya. Proses autolisis akan menyebabkan penguraian protein menjadi senyawa
yang lebih sederhana yaitu peptida, asam amino dan amonia yang akan meningkatkan nilai pH daging ikan. Autolisis ditandai dengan adanya senyawa
amonia, yang pada tahap sebelumnya tidak dihasilkan pada jaringan tubuh ikan FAO 1995. Kemunduran mutu ikan setelah mati disebabkan oleh aktivitas
enzimatis dan mikrobiologis yang sudah ada secara alami pada tubuh ikan ketika hidup. Pada suhu di bawah 4 ºC proses kemunduran mutu ikan dapat dihambat,
sebab pada suhu tersebut penguraian tubuh ikan oleh mikroorganisme dan enzim berlangsung dengan lambat.
Kemunduran mutu ikan akan menyebabkan perubahan mutu terhadap flavor, aroma, warna dan penampakan daging ikan yang
dapat mempengaruhi daya terima menjadi rendah Clucas dan Ward 1996.
2.3. Mikrobiologi Ikan Segar
Keberadaan mikroba pada ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu spesies ikan, lingkungan air, habitat, cuaca dan cara penangkapan. Pengaruh
spesies ikan terhadap populasi mikroorganisme terutama disebabkan oleh perbedaan kandungan lendir pada kulit ikan antara satu spesies dengan spesies
lainnya. Lendir yang menutupi ikan mengandung bakteri jenis Pseudomonas, Sarcina, Serattia, Micrococcus, Vibrio dan Bacillus Kimata 1961.
Bakteri yang berhasil diisolasi dari saluran usus ikan segar meliputi Achromobacter, Acinetobacter, Alcaligenes, Enterobacter, Flavobacterium,
Pseudomonas dan Xanthomonas. Bakteri yang terdapat pada insang, usus dan lendir ikan sebanyak 60 terdiri dari jenis Pseudomonas dan Achromobacter,
20 terdiri dari jenis Corynebacterium, Flavobacterium dan Micrococcus. sedangkan sisanya adalah Alcaligenes, Bacillus, Proteus, Seratia, Graffkya dan
E. coli Rahayu et al. 1992.
Lingkungan air mempengaruhi mikroorganisme pada ikan. Ikan yang hidup di laut utara membawa banyak bakteri psikrofilik, sedangkan ikan yang
hidup di laut tropis lebih banyak membawa bakteri mesofilik. Ikan yang hidup di air tawar membawa bakteri jenis Brevibacterium, Alcaligenes, Streptococcus, dan
Lactobacillus. Ikan banyak mengandung bakteri apabila dibiarkan dalam waktu 2-3 jam pada suhu kamar akan cepat mengalami pembusukan. Bakteri yang
berperan dalam kebusukan ikan adalah bakteri Gram-negatif berbentuk batang terutama dari jenis Pseudomonas, Achromobacter dan Alcaligenes
Rahayu et al. 1992. Kepadatan bakteri pada ketiga lokasi insang, kulit, dan usus tidak sama.
Kepadatan bakteri masing-masing pada insang berkisar 10
3
-10
5
Cfug, kulit berkisar 10
2
-10
6
Cfug dan pada usus berkisar 10
3
-10
7
Cfug. Bakteri-bakteri tersebut menyerang tubuh ikan mulai dari insang atau luka-luka yang terdapat
pada kulit menuju jaringan tubuh bagian dalam, dari saluran pencernaan menuju jaringan daging dan dari permukaan kulit menuju ke jaringan tubuh bagian dalam
dan cara ketiga yang paling sedikit Hadiwiyoto 1993. Proses pengawetan dan pengolahan ikan ditujukan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri. Banyak cara yang telah dilakukan untuk mencegah atau menghambat proses perubahan yang disebabkan oleh bakteri,
antara lain dengan menyiangi ikan, merendam ikan dalam zat kimia, menggunakan es batu yang telah diberi zat antibakteri atau melalui proses
pembekuan Clucas dan Ward 1996. 2.4. Protein Ikan
Ikan mengandung protein yang cukup tinggi dan komposisi asam aminonya tidak sama dengan hewan-hewan darat. Ditinjau dari kandungan asam
aminonya, maka protein ikan diklasifikasikan sebagai sumber protein yang bermutu tinggi sebab mengandung asam amino esensial yang lengkap
Zaitsev et al. 1969; Suzuki 1981. Protein adalah senyawa yang mempunyai berat molekul besar, yaitu ribuan sampai jutaan dalton. Protein merupakan
komponen utama dalam sel hidup dan memegang peranan penting dalam proses kehidupan. Hasil-hasil hewani yang umum digunakan sebagai sumber protein
adalah daging sapi, kerbau, kambing, dan ayam, telur ayam dan bebek, susu dari hasil-hasil perikanan seperti ikan, udang dan kerang Zaitsev et al. 1969;
Winarno et al. 1993. Protein hewani disebut juga protein yang lengkap dan bermutu tinggi
karena mempunyai asam amino esensial yang lengkap dan susunannya mendekati apa yang diperlukan oleh tubuh dan daya cernanya tinggi sehingga jumlah yang
dapat diserap oleh tubuh juga tinggi Sakaguchi 1990. Komponen asam amino ikan laut, ikan air tawar dan daging sapi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi asam amino dalam protein daging ikan laut, ikan air tawar dan daging sapi
Sumber:
a
Zaitsev et al. 1969
b
Mahmud et al. 1990
c
Slamet dan Purawisastra 1979 Pada Tabel 2 dapat dilihat ada beberapa jumlah asam amino ikan yang
sama dengan daging sapi, namun demikian jumlah jaringan ikat dalam otot ikan lebih kecil dari pada daging sapi serta serat-serat otot ikan lebih pendek daripada
serat-serat otot sapi. Hal ini menyebabkan tekstur daging ikan lebih empuk dari daging sapi
Slamet dan Purawisastra
1979.
Asam amino Ikan laut
a
Ikan air tawar
b
Daging sapi
c
Alanin Asam aspartat
Asam glutamat Glisin
Isoleusin Leusin
Metionin Serin
Treonin Valin
Arginin Lisin
Histidin Fenilalanin
Prolin Triptofan
Tirosin 5,2 – 7,8
6,2 -11,8 5,9 -15,6
1,0 – 5,6 2,6 – 7,7
3,9 – 18,0 1,5 – 3,7
2,5 – 5,4 0,6 – 6,2
0,6 – 5,4 2,6 – 9,6
4,1 – 14,4 1,2 – 5,7
1,9 – 4,8 3,0 – 7,1
0,4 – 1,4 1,3 – 5,0
10,34 18,3
3,03 8,37
7,8 13,34
6,64 1,0
7,5 8,2
1,1 1,6
5,91 8,56
5,8 1,26
7,9 3
6,05 11,95
3,3 2,23
4,91 2,07
1,76 2,92
2,14 4,07
4,92 1,62
2,71 1,91
5,4 2,30
2.5. Histidin dan Histamin