Karakteristik Kimia dan Mikrobiologi Bakasang Terpilih dan Bakasang Komersial

Gambar 22. Histogram rata-rata uji organoleptik perbandingan pasangan Hasil uji perbandingan pasangan menunjukkan bahwa mutu bakasang kombinasi perlakuan lama fermentasi 4 hari pada penyimpanan 0 hari F 4 P dan lama fermentasi 8 hari pada penyimpanan 0 hari F 8 P memiliki keunggulan lebih baik dari segi bau dan rasa, sedangkan kelemahannya dalam hal penampakan dan tekstur jika dibandingkan dengan bakasang komersial. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi dan lama penyimpanan suhu ruang terhadap ketiga bakasang memberikan pengaruh nyata terhadap parameter bau, tetapi untuk parameter penampakan, rasa dan tekstur tidak berpengaruh Lampiran 37a. Uji lanjut Multiple Comparisson menunjukkan bahwa bau bakasang komersial berbeda nyata dengan bau bakasang kombinasi perlakuan lama fermentasi 4 hari pada penyimpanan 0 hari F 4 P dan lama fermentasi 8 hari pada penyimpanan 0 hari F 8 P Lampiran 37b . Hal ini terkait dengan kesegaran bahan baku, proses penanganan jeroan dan pengolahan bakasang.

4.6. Karakteristik Kimia dan Mikrobiologi Bakasang Terpilih dan Bakasang Komersial

Karakteristik kimia dan mikrobiologi bakasang yang dianalisis meliputi kadar air, protein, nilai pH, kadar histamin, total mikroba dan total kapang. Dua jenis bakasang terpilih F 4 P dan F 8 P yang didapatkan berdasarkan nilai tertinggi dari pengujian organoleptik selanjutnya dibandingkan dengan bakasang komersial bakasang yang ada di pasaran yang difermentasi selama 3 hari menggunakan garam dengan konsentrasi 25 dan telah disimpan selama 1 bulan 30 hari. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik kimia dan mikrobiologi bakasang terpilih dan bakasang komersial bakasang yang ada di pasaran Parameter Kombinasi Perlakuan Komersial F 4 P F 8 P Kadar air 74,26 ± 3,09 a 75,64 ± 1,67 a 74,10 ± 1,29 a Kadar protein bk 44,48 ± 2,76 a 49,06 ± 1,59 a 48,13 ± 0,45 a Nilai pH 6,21 ± 0,02 a 5,72 ± 0,11 b 5,70 ± 0,13 b Histamin ppm 303,25 ± 3,73 a 22,16 ± 3,87 b 26,73 ± 4,08 b Log total mikrobaTPC 7,35 ± 0,06 a 4,75 ± 0,04 c 5,04 ± 0,07 b Log total kapang 7,36 ± 0,03 a 4,54 ± 0,04 b 4,69 ± 0,16 b Angka-angka pada baris yang sama diikuti huruf superscript berbeda a,b,c menunjukkan hasil yang berbeda nyata p0,05 Persen basis kering 4.6.1. Kadar air Air merupakan kandungan penting dalam bahan makanan karena dapat mempengaruhi tekstur, penampakan dan citarasa makanan. Kandungan air dalam bahan pangan juga ikut menentukan daya terima, kesegaran dan daya tahan produk de Man 1997; Winarno 2002. Kadar air bakasang komersial dan bakasang terpilih kombinasi perlakuan F 4 P dan F 8 P yang dihasilkan berkisar antara 74,10 sampai 75,64 . Nilai kadar air tertinggi dicapai oleh bakasang kombinasi perlakuan F 4 P diikuti oleh bakasang kombinasi perlakuan F 8 P dan bakasang komersial Tabel 5. Hasil analisis ragam Lampiran 38 menunjukkan bahwa ketiga jenis bakasang pada kombinasi perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air. Perbedaan nilai antara ketiga jenis bakasang tersebut terkait dengan asal perairan, proses penanganan dan pengolahan bahan baku. Nilai kadar air juga dipengaruhi oleh sifat produk akhir bakasang yaitu agak encer. Selama fermentasi, selama pemasakan jeroan serta penyimpanan pada suhu ruang, terjadi hidrolisis enzimatis yang menguraikan komponen-komponen organik yang sifatnya kompleks menjadi komponen yang lebih sederhana seperti protein menjadi produk turunannya seperti peptida dan asam amino menghasilkan molekul air Rahayu et al. 1992; Winarno et al. 1993. 4.6.2. Kadar protein Protein merupakan zat gizi yang sangat penting karena paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan Sediaoetoma 2006. Umumnya kadar protein dalam bahan pangan menentukan bahan pangan tersebut Winarno 2002. Tabel 5 menunjukkan bahwa kadar protein terendah dicapai oleh bakasang komersial dibandingkan dengan kedua bakasang terpilih. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan terhadap ketiga jenis bakasang tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein yang dihasilkan Lampiran 39. Hal ini diduga oleh perubahan fisiko-kimia yang berbeda-beda pada saat pemasakan jeroan dan penyimpanan bakasang. Menurut Farkye et al. 2001 proses browning dalam pengolahan pangan berprotein merupakan suatu reaksi non-enzimatik antara asam amino dalam bahan pangan, sedangkan menurut Winarno 1997 selama pemasakan dan penyimpanan, denaturasi protein dapat terjadi akibat adanya panas, pH, bahan kimia dan mekanik. 4.6.3. Nilai pH Derajat keasaman pH merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu bahan pangan. Derajat keasaman yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri perusak dan patogen adalah lebih dari 4,6 sampai dengan pH netral 7 Purnawijayanti 2001. Hasil pengukuran nilai pH ketiga bakasang menunjukkan bahwa nilai pH berada pada kondisi asam Tabel 5. Hasil analisis ragam Lampiran 40a menunjukkan pengaruh nyata terhadap nilai pH bakasang. Uji lanjut Duncan Lampiran 40b menunjukkan bahwa bakasang komersial berbeda nyata dengan bakasang terpilih kombinasi perlakuan lama fermentasi 4 hari pada penyimpanan 0 hari F 4 P dan bakasang lama ferementasi 8 hari pada penyimpanan 0 hari F 8 P . Perbedaan nilai pH ketiga bakasang tersebut diduga ada kaitannya dengan pertumbuhan mikroba pembentuk asam dan kandungan nitrogennya. Mikroba mampu mendegradasi protein, peptida dan asam amino menjadi derivatnya yang bersifat basa volatil seperti ammonia, indol, H 2 S, merkaptan, kresol dan skatol Rahayu et al. 1992; Winarno et al. 1993. Lebih lanjut Berna et al. 2005 menambahkan bahwa pengaruh lama penyimpanan terhadap penurunan dan peningkatan nilai pH berhubungan dengan kandungan nitrogennya. 4.6.4. Kadar histamin Lehane dan Olley 2000; Kim et al. 2000 makanan dengan kandungan histamin yang tinggi dapat menimbulkan reaksi alergi atau keracunan dengan gejala sakit kepala, kejang, mual, muka dan leher kemerah-merahan, tubuh gatal- gatal, mulut da kerongkongan terasa terbakar, bibir membengkak, badan lemas dan muntah-muntah. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar histamin bakasang terpilih kombinasi perlakuan lama fermentasi 4 hari pada penyimpanan 0 hari F 4 P dan bakasang lama fermentasi 8 hari pada penyimpanan 0 hari F 8 P yang dihasilkan masih di bawah batas aman, sedangkan kadar histamin pada bakasang komersial sudah jauh melebihi batas aman Tabel 5 yang ditetapkan oleh Ditjen P 2 HP DKP 2007 yaitu 100 ppm untuk hasil dan produk perikanan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan lama fermentasi dan lama penyimpanan ketiga bakasang tersebut memberikan pengaruh nyata terhadap kadar histamin yang dihasilkan Lampiran 41a. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bakasang komersial berbeda nyata dengan bakasang kombinasi perlakuan F 4 P dan bakasang F 8 P Lampiran 41b. Hal ini diduga karena kondisi awal bahan baku jeroan pada bakasang komersial sudah tidak segar dan cara penanganan yang kurang tepat sehingga bakteri yang mampu membentuk histamin pun terbentuk dalam jumlah yang tinggi. Perbedaan kandungan histamin yang begitu mencolok antara bakasang hasil penelitian dan bakasang komersial bisa disebabkan juga karena aktivitas penanganan dan pengolahan ikan. Menurut Sims 1992 bahwa histamin memiliki sifat tahan terhadap panas. Histamin yang sudah terbentuk ketika masih mentah masih tetap ada setelah pengolahan dengan pemasakan. Lebih lanjut ditambahkan Askar dan Treptow 1993; Rice et al. 1993; Kim et al. 2000; Kim et al. 2004; Dapkevicious et al. 2000, faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan histamin dan senyawa biogenik amin lainnya adalah keberadaan dan kelimpahan dari asam amino bebas, keberadaan mikroorganisme yang mampu mendekarboksilasi asam amino, kondisi pH dan suhu yang memungkinkan bakteri dapat tumbuh dan memproduksi enzim 4.6.5. Total mikrobaTotal Plate Count TPC Mikroba merupakan salah satu penyebab utama gangguan kesehatan yang berasal dari bahan pangan. Karakteristik mikroba yang dapat dengan cepat berkembang biak dan beradaptasi dengan lingkungan baik pada bahan pangan itu sendiri, peralatan yang digunakan selama pengolahan atau lingkungan asli bahan pangan tersebut, telah menjadikannya agen penyebab gangguan kesehatan yang perlu diwaspadai Supardi dan Sukamto 1999; Hidayat et al. 2006. Log total mikroba bakasang tertinggi dicapai oleh bakasang komersial diikuti oleh bakasang terpilih kombinasi perlakuan lama fermentasi 4 hari pada penyimpanan 0 hari F 4 P dan lama fermentasi 8 hari pada penyimpanan 0 hari F 8 P Tabel 5. Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata terhadap total mikroba bakasang Lampiran 42a. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa lama fermentasi dan lama penyimpanan ketiga bakasang tersebut berbeda nyata satu dengan lainnya terhadap total mikroba Lampiran 42b. Total mikroba yang dihasilkan pada bakasang kombinasi perlakuan F 4 P dan F 8 P masih aman dengan nilai berturut-turut sebesar 4,75 5,68 x 10 4 Cfug; 5,04 1,11 x 10 5 Cfug, sedangkan bakasang komersial pada penyimpanan 30 hari nilai total mikrobanya sudah mencapai 7,35 2,27 x 10 6 Cfug, artinya nilai total mikroba untuk bakasang komersial sudah melebihi batas yang ditetapkan oleh SNI 01-2718-2006 dimana batas maksimum nilai TPC untuk produk petis udang adalah 10 5 Cfug. Hal ini disebabkan oleh bahan baku yang digunakan pada bakasang komersial sudah mengandung jumlah mikroba dalam jumlah besar dan lama fermentasi relatif cepat 2-3 hari serta penggunaan bahas kemas yang tidak steril. Diduga juga karena adanya mikroba yang tahan terhadap suhu pemasakan dan lama penyimpanan, serta kondisi lingkungan yang lebih menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri adalah waktu dan suhu inkubasi, pH, kandungan nutrisi, cahaya, medium garam, gula dan asam serta oksigen Fardiaz 1993; Hidayat et al. 2006. Hal lain yang menyebabkan peningkatan total mikroba diduga pengaruh pemasakan jeroan yang kurang sempurna sehingga menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan mengalami luka sebagai akibat pemanasan tersebut. Menurut Jenie et al. 2000 bila bahan makanan disimpan dalam kondisi yang memungkinkan untuk kehidupan mikroba yang mengalami luka tersebut maka akan terjadi proses penyembuhan dari sel-sel yang luka dan untuk selanjutnya terjadi pertumbuhan dan perkembangbiakan kembali sel-sel mikroba dalam bahan pangan selama penyimpanan. Pertumbuhan mikroba tersebut dapat menghasilkan gas, asam atau asam saja. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perubahan baik tekstur, warna, bau, keasaman maupun penyimpangan lain yang tidak dikehendaki Supardi dan Sukamto 1999. 4.6.6. Total kapang Kapang merupakan suatu mikroorganisme eukariotik dan mempunyai ciri adanya inti sel, memproduksi spora, tidak mempunyai klorofil sehinga tidak dapat melakukan fotosintesis, dapat berkembang biak secara seksual maupun aseksual dan mempunyai filamen. Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen dan pertumbuhannya pada makanan akan mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih tetapi jika spora telah timbul, akan berbentuk berbagai warna tergantung jenisnya Fardiaz 1993. Penambahan garam berfungsi untuk menyeleksi mikroba yang akan berperan selama proses fermentasi seperti bakteri, kapang dan khamir Rahayu et al. 1992; Hidayat et al. 1996. Hasil analisis log total kapang bakasang komersial dan bakasang terpilih berkisar antara 4,54 3,45 x 10 4 Cfug sampai 7,36 2,31 x 10 6 Cfug. Nilai kapang tertinggi dicapai oleh bakasang komersial, sedangkan nilai kapang terendah dicapai oleh bakasang kombinasi perlakuan F 8 P Tabel 5. Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata terhadap total kapang bakasang Lampiran 43a. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bakasang komersial berbeda nyata dengan bakasang kombinasi perlakuan F 4 P dan bakasang F 8 P terhadap total kapang bakasang yang dihasilkan Lampiran 43b. Hal ini diduga pada saat proses fermentasi dan proses penyimpanan pada suhu kamar, kapang halofilik yang berperan selama proses tersebut sudah ada dan terus menghasilkan, menguraikan dan memanfaatkan senyawa makro seperti protein, lemak, karbohidrat menjadi turunannya yang berberat molekul rendah. Menurut Fardiaz 1993; Winarno et al. 1993 kebanyakan kapang yang berperan dalam fermentasi garam tinggi yang sering dilaporkan adalah Penicillium, Aspergillus paraciticus, A. tamari, A. ochraceus dan beberapa spesies lainnya. Lebih lanjut ditambahkan Giyatmi 1998 kapang dapat tumbuh baik pada suhu kamar, dimana suhu optimum pertumbuhannya sekitar 25-35 C, tetapi beberapa dapat tumbuh baik pada suhu 35-37 C atau lebih tinggi seperti Aspergillus.

4.7. Penentuan Kombinasi Perlakuan Terbaik Bakasang dari Aspek Kimia