Kondisi Perikanan Tangkap di Samudera Hindia

Tabel 1. Jumlah alat tangkap berdasarkan jenis dan ukuran kapal ikan di Benoa, tahun 2007 Jenis Alat Tangkap Ukuran Kapal GT Longline Handline Purse Seine Jumlah 5 1 - - 1 5-10 6 4 - 10 10-20 24 1 - 25 20-30 120 27 - 147 30-50 71 2 - 73 50-100 174 - 4 178 100-200 136 - - 136 200 - - - Jumlah 532 34 4 570 Sumber: Pengawas Kapal Ikan WASKI Benoa 2007 dalam PRPT 2008 Di perairan Samudera Hindia penangkapan tuna dengan menggunakan tuna longline telah dimulai sejak tahun 1970-an dengan basis pendaratan di Benoa, Bali Jumlah kapal tuna longline menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, namun pada tahun terakhir ini jumlah armada yang aktif melakukan penangkapan semakin berkurang karena tingginya biaya ekploitasi untuk pembelian BBM. Jumlah kapal yang aktif beroperasi dan mendaratkan ikan di pelabuhan Benoa setiap bulannya sangat berfluktuasi seperti disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Jumlah kapal tuna long line yang beroperasi di Benoa setiap bulan pada tahun 2007 Jumlah Kapal Bulan Berangkat Masuk Januari 288 193 Pebruari 257 241 Maret 290 209 April 277 229 Mei 299 188 Juni 249 233 Juli 256 204 Agustus 247 182 September 221 126 Oktober 296 284 Nopember 289 190 Desember 309 300 Jumlah 3278 2579 Sumber: Pengawas Kapal Ikan WASKI Benoa 2007 dalam PRPT 2008 Dari Tabel 2 terlihat bahwa jumlah kapal tuna long line yang berbasis di Benoa tercatat lebih dari 500 kapal, namun kapal-kapal yang aktif beroperasi untuk melakukan penangkapan ternyata hanya sekitar 300 kapal Tabel 1 dan 2. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap bulannya rata-rata jumlah armada penangkapan tuna long line yang beroperasi kurang dari 60. Jumlah hasil tangkapan ikan tuna yang didaratkan setiap bulannya sangat bervariasi. Hasil laporan Pengawas Kapal Ikan WASKI Benoa untuk produksi ikan tuna pada tahun 2007 tercatat 3.844.196 kg, sedangkan jenis ikan lainnya sebesar 3.090.477 kg WASKI, 2007 dalam PRPT, 2008. Hasil tangkapan tuna yang dilaporkan WASKI jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan produksi ikan tuna yang dilaporkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali yaitu pada tahun 2007 tercatat 31.425 ton. Jenis ikan madidihang sebanyak 11.622 ton, sedang untuk tuna mata besar tercatat 8.162, 5 ton atau sekitar 25 dari total produksi ikan tuna yang didaratkan. 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 Ja nu ari Pe bru ari Ma re t Ap ril M ei Ju ni Ju li Agu stu s Se pt em be r O kt obe r No pem be r De se m be r Bulan P roduk s i ton Albacora Madidihang Tuna Sirip Biru Tuna Mata Besar Sumber: Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2008 dalam PRPT, 2008 Gambar 4. Fluktuasi bulanan hasil tangkapan ikan tuna yang tercatat di Provinsi Bali pada tahun 2007. Jumlah produksi ikan tuna mata besar di Bali merupakan produksi terbesar kedua setelah madidihang Gambar 4. Berdasarkan hasil monitoring di pendaratan ikan tuna di Benoa yang dilakukan atas kerjasama Australian Centre for International Agricultural Research ACIAR dengan Pusat Riset Perikanan Tangkap PRPT, produksi bigeye tuna tertinggi pernah mencapai lebih dari 12.000 ton yang terjadi pada tahun 1998. Pada tahun yang sama produksi ikan madidihang juga tercatat paling tinggi. Akan tetapi, pada 5 tahun terakhir ini terjadi penurunan yang sangat signifikan yaitu pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing tercatat sekitar 4.000 ton baik untuk madidihang, maupun tuna mata besar PRPT 2008. Data Export Komoditas Perikanan Prov. Bali berdasarkan Volume tonekor 0.00 200.00 400.00 600.00 800.00 1,000.00 1,200.00 1,400.00 Janua ri Febr uar i M ar et A pr il M ei Juni Ju li A gus tu s S ept em be r Ok tob er Bulan V o lu me to n Ek o r Tuna Segar Tuna Loin Segar Tuna Beku Tuna Steak Beku Tuna Loin Beku Tuna Meat Beku Tuna Fillet Beku Vol u me to n Sumber: Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2008 dalam PRPT, 2008 Gambar 5. Data Volume Ekspor Produk Ikan Tuna Dari Propinsi Bali, Januari - Oktober 2008 Berdasarkan rata-rata US Ton 0.00 1,000.00 2,000.00 3,000.00 4,000.00 5,000.00 6,000.00 7,000.00 8,000.00 9,000.00 Ja nu ar i Febr uar i Ma re t Ap ril M ei Juni Ju li A gus tu s S ep te mb er Ok to ber Bulan R a ta -r a ta U S Ton Tuna Segar Tuna Loin Segar Tuna Beku Tuna Steak Beku Tuna Loin Beku Tuna Meat Beku Tuna Fillet Beku Rata-rata US Sumber: Laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, 2008 dalam PRPT, 2008 Gambar 6. Data Nilai Ekspor Rata-rata per bulan Produk Ikan Tuna dari Propinsi Bali, Tahun 2008 Ekspor produk ikan tuna dari propinsi Bali bulan Januari - Oktober 2008 meliputi tuna segar, tuna loin segar, tuna beku, tuna steak beku, tuna loin beku, tuna meat beku, tuna filet beku. Dari tujuh jenis produk ini yang dominan adalah tuna segar dan tuna steak beku. Data volume ekspor berbagai produk tuna dapat dilihat pada Gambar 5 dengan nilai ekspor tertera pada Gambar 6. Volume ekspor tertinggi adalah tuna beku pada bulan Januari 2008. Nilai ekspor tertinggi diperoleh dari tuna segar pada bulan Mei 2008 PRPT 2008. 2.6. Daerah Penangkapan Ikan Tuna Mata Besar di Samudera Hindia Daerah penangkapan ikan tuna mata besar di perairan Samudera Hindia dengan menggunakan tuna long line adalah meliputi sebelah selatan Jawa Timur, Bali sampai ke Nusa Tenggara. Penyebaran daerah penangkapan ini masih relatif sama dengan hasil pengamatan yang dilakukan pada tahun 2001-2002 Wudianto et al. 2003. Sebagian dari kapal tuna long line sudah beroperasi di sebelah selatan lintang 13 o LS yang wilayah ini merupakan perairan laut bebas karena sudah di luar ZEE Indonesia. 95 100 105 110 115 120 125 -15 -10 -5 5 Sumber : ACIAR, 2001 Gambar 7. Daerah penangkapan ikan tuna mata besar T. obesus di Samudera Hindia dengan fishing base di Benoa, Bali Longitude L a ti tu d e Benoa Fishing Ground III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel ikan tuna mata besar dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Oktober 2008 di perairan Samudera Hindia sebelah selatan Jawa dan Nusa Tenggara. Ikan tuna mata besar yang dijadikan sampel merupakan hasil tangkapan kapal tuna longline milik PT. Perikanan Nusantara. Pengambilan sampel gonad ikan tuna mata besar dilakukan dengan mengikuti kapal tuna long line yang berbasis di Benoa. Lokasi pengambilan sampel terletak pada koordinat 09 11’-20 42’ LS dan 108 41’-118 57’ BT Gambar 8. Sebagian besar lokasi penangkapan di sebelah selatan lintang 13 LS, dimana wilayah ini merupakan perairan laut bebas karena sudah di luar ZEE Indonesia. Analisis sampel ikan dilakukan di Laboratorium Bio Makro I Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Gambar 8. Posisi geografis pengambilan sample ikan bigeye tuna T. obesus di Samudera Hindia

3.2. Deskripsi Alat Tangkap Tuna Longline

Rawai tuna atau tuna longline merupakan alat penangkap ikan tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Satu tuna longline biasanya mengoperasikan 1000-2000 mata pancing untuk sekali turun. Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas atau mencapai perairan samudera. Alat tangkap ini bersifat pasif, yaitu menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran. Setelah pancing diturunkan ke perairan, lalu mesin kapal dimatikan, sehingga kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arus atau disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih 4-5 jam. Selanjutnya mata pancing diangkat kembali ke atas kapal. Rawai tuna ini merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan karena bersifat selektif terhadap jenis ikan yang ditangkap. Desain dan konstruksi tuna longlinerawai tuna di Benoa pada dasarnya dibedakan menjadi 2 sistem yaitu sistem arranger dan non arranger blong dan basket. Satu unit longline terdiri dari pelampung float, tali pelampung float line, tali utama main line dengan sejumlah tali cabang branch line yang berpancing hook Gambar 9. Bahan tali utama dan tali cabang dapat terbuat dari bahan polyamide PA atau nylon monofilamen atau bahan polyethilene PE. Dalam satu pelampung digunakan 7-17 mata pancing dengan jenis umpan yang berbeda. Umpan yang digunakan terdiri dari umpan hidup seperti bandeng dan umpan mati seperti lemuru, belo, layang, cumi dan tongkol.