1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemunculan bank dengan prinsip syariah di tengah-tengah bank konvensional yang dominan dan berkembang pesat di Indonesia tentu membuat
persaingan antar bank meningkat. Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah yang terbit pada tanggal 16 Juli 2008,
membuat perkembangan industri perbankan syariah semakin memadai karena telah memiliki landasan hukum yang sah.
Perbankan syariah diharapkan dapat berkontribusi dalam mendukung transformasi perekonomian pada aktivitas perekonomian produktif, terlebih lagi
dengan adanya bonus demografi yang tinggi, peran perbankan syariah akan lebih signifikan bagi masyarakat. Semakin meluas jaringan perbankan syariah, maka
semakin banyak kebutuhan masyarakat yang terlayani. Namun dalam perkembangannya, perbankan syariah mengalami sejumlah
tantangan yang harus dihadapi. Memasuki tahun 2014 merupakan tahun yang sulit bagi industri dunia perbankan. Hal ini dapat dilihat dari penurunan laba yang
dialami oleh bank BUMN di negeri ini. Seperti Bank BRI Syariah mencatat laba setelah pajak sebesar Rp. 9,5 miliar untuk tahun buku 2014, anjlok 92,68 dari
perolehan laba setelah pajak tahun 2013 yang sebesar Rp. 129,56 miliar. Begitu pula pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Menurunnya kualitas
pembiayaan juga dialami oleh BPRS di wilayah Jabodetabek. per Juni 2015, rasio
NPF BPRS sebesar 6 mengalami kenaikan dari periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 4,5. Nilai NPF ini terbilang cukup tinggi padahal Bank
Indonesia menetapkan nilai rasio NPF sebesar 5. Hal ini membuat para pelaku bisnis BPRS tidak bisa bernafas dengan lega. Mereka harus menunrunkan
pembiayaan bermasalah tersebut. Selain itu, menurunnya kualitas pembiayaan mengakibatkan profit yang
diperoleh oleh bank pun juga menurun. Per Juni 2015, besarnya laba BPRS di wilayah Jabodetabek dari pengelolaan asetnya sebesar 2,4, menurun dari periode
yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 2,8. Perlambatan pertumbuhan pembiayaan akibat dari kondisi ekonomi
nasional dan global yang mulai memberikan dampak. Tahun 2014 dan 2015 dapat dikatakan sebagai tahun rintangan bagi dunia perbankan. Walaupun demikian, Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah tetap optimis dalam menjalankan bisnis operasionalnya. Sistem yang digunakan oleh BPRS merupakan sistem yang kokoh,
yaitu mengedapankan aspek keadilan dan etika, sehingga menghubungkan sektor finansial dan sektor riil menjadi lebih dekat. selain itu, fokus bisnis BPRS terletak
pada usaha mikro sehingga pembiayaan yang disalurkan masih dapat dikendalikan dan tidak terlalu berisiko, tidak seperti Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah yang bermain pembiayaan dengan menggunakan dana yang lebih besar. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah harus fokus pada lini bisnisnya dengan
tidak ikut-ikutan dalam menciptakan produk pembiayaan yang mengacu pada produk bank konvensional. BPRS perlu kreatif dalam menciptakan produk syariah
dan menarik bagi masyarakat. Untuk itu optimalisasi yang dapat dilakukan oleh
industri BPRS sebaiknya dapat lebih mengembangkan potensi variasi produk. Selain itu, kualitas SDM serta permodalan harus lebih diperkuat.
Oleh karena itu, sebagai lembaga keuangan, bank perlu menjaga kinerjanya agar dapat beroperasi secara optimal. Kinerja bank merupakan salah satu faktor
yang harus diperhatikan agar bank dapat terus beroperasional. Dengan memiliki kinerja yang baik, masyarakat akan lebih percaya untuk menanamkan dananya pada
bank tersebut. Terlebih lagi untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang notabene merupakan bank yang fokus pada pembiayaan, kinerja BPRS yang baik
mengindikasikan bahwa dana yang dikelola oleh pihak BPRS dapat memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat dan membuat masyarakat semakin yakin untuk
menamankan dananya pada BPRS. Mengukur kinerja bank dapat dilakukan dengan beberapa macam, seperti
pengukuran kinerja karyawan, kinerja organisasi, dan kinerja keuangan. Kinerja keuangan bank merupakan bagian dari kinerja bank keseluruhan, hal ini merupakan
gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya. Selain itu, mengukur kinerja bank juga merupakan bagian dari prudential banking.
Measuring the performance of Islamic Banks is necessary to be able to detect problems and settle concern about the safety and soundness of
investment for depositors, managers, and regulators alike
1
. Alat ukur kinerja yang dapat digunakan dengan berdasarkan pada laporan
keuangan adalah dengan menghitung rasio-rasio keuangan sehingga dapat
1
Ahmed Mohamed Badrelin, Measuring the Performance of Islamic Banks by Adapting Conventional Ratio, Working Paper German University in Cairo, Faculty of Management
Technology, Working Paper, 2009, No. 16, hal. 2.
mengetahui kinerja tersebut dengan menggunakan analisis. Rasio yang biasanya digunakan adalah Capital Adequacy Ratio, Return On Asset, Return On Equity,
Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional, Financing to Deposit Ratio, Net Operating Margin, dan lain-lain.
Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunakan alat analisa berupa
rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari
suatu periode ke periode berikutnya. Menurut Syofyan 2003, profitabilitas merupakan indikator yang paling
tepat untuk mengukur kinerja suatu bank
2
. Rasio yang biasanya dipakai yaitu return on asset ROA dan return on equity ROE.
Return On Asset ROA digunakan sebagai indikator pengukur kinerja karena semakin meningkat ROA tersebut, maka profitabilitas juga semakin
meningkat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja perusahaan juga semakin baik. Sedangkan ROE, in theory, from a risk management perspective, ROE could be a
good performance measure if the measurement and disclosure of risk led to a perfect adjustment of the level of bank equity
3
. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh perusahaan
dimanapun karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahan dalam
2
Esther Novelina Hutagalung, Djumahir, dkk, Analisa Rasio Keuangan terhadap Kinerja Bank Umum di Indonesia, Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang,
2011, No. 66bDIKTIKEP2011, hal. 123.
3
Ahmed Mohamed Badreldin, Measuring the Performance of Islamic Banks by Adapting Conventional Ratios, Working Paper Series Faculty of Management Technology, German
University in Cairo, 2009, No. 16, hal. 19.
mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya. Adanya penggunaan rasio ROA dan ROE sebagai indikator untuk mengukur kinerja menjadi fokus penulis dalam
melakukan penelitian ini. Berdasarkan fenomena di atas, nampak persoalan yang menarik untuk
diteliti. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Financing, dan Financing to Deposit Ratio Terhadap Return On Asset dan Return On Equity Pada Bank
Pembiayaan Rak yat Syariah Studi Pada BPRS di Wilayah Jabodetabek”.
B. Identifikasi Masalah