kegiatan operasi. Penurunan jumlah CAR merupakan akibat dari menurunnya jumlah modal bank atau meningkatnya jumlah aktiva tertimbang menurut
risiko ATMR. Jumlah modal yang kecil disebabkan oleh adanya penurunan laba yang diperoleh perusahaan
18
. Rasio CAR digunakan untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki
bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya dari pembiyaan atau kredit yang diberikan. Jika nilai CAR tinggi
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia sebesar 8, berarti bahwa bank tersebut mampu membiayai operasi bank. Rumus untuk mencari CAR adalah
sebagai berikut:
d. Financing to Deposit Ratio FDR
Financing to Deposit Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas suatu bank dalam membayar kembali penarikan dana yang
dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya, yaitu dengan cara membagi jumlah pembiayaan yang
diberikan oleh bank terhadap Dana Pihak Ketiga DPK
19
. Semakin tinggi Financing to Deposit Ratio FDR maka semakin
tinggi dana yang disalurkan ke Dana Pihak Ketiga DPK yang besar maka pendapatan bank semakin meningkat. Hal ini serupa dengan High Risk High
18
Sri Wahyuni Asnaini, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Non Performing Financing NPF Pada Bank Umum Syariah di Indonesia, Jurnal TEKUN, Universitas Mercu Buana, 2014,
vol. V, hal. 271.
19
Suryani, Analisis Pengaruh Financing to Deposit Ratio FDR Terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal STAIN Malikussaleh Lhokseumawe, 2011, Vol. 19, hal.
59.
Return. Tingginya angka dari rasio FDR tidaklah selalu menunjukan besarnya return yang akan didapatkan oleh bank. Apabila rasio FDR bank di bawah dari
standar yang ditetapkan, berarti bahwa ada bagian dari DPK bank yang tidak tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan. Sedangkan apabila rasio FDR
melebihi standar yang ditetapkan, dapat dikatakan bahwa bank over budget dalam menggunakan dana pihak ketiga untuk pembiayaan dan menunjukan
semakin riskan kondisi likuiditas bank. Rasio ini dirumuskan dengan:
e. Non Performing Financing NPF
Non Performing Financing NPF, menurut surat edaran Bank Indonesia Nomor 924DPbs tahun 2007 tentang sistem penilaian kesehatan
bank berdasarkan prinsip syariah, Non Performing Financing adalah “pembiayaan yang terjadi ketika pihak debitur mudharib karena berbagai
sebab tidak dapat memenuhi kewajiban untuk mengembalikan dana pinjaman”. NPF secara luas dapat dikatakan sebagai suatu pembiayaan dimana
pembayaran yang dilakukan tersendat-sendat dan tidak mencukupi kewajiban minimal yang ditetapkan sampai dengan kredit yang sulit untuk dilunasi atau
bahkan tidak dapat ditagih. Risiko kredit umumnya muncul dari berbagai kredit masuk yang
tergolong kredit bermasalah. Rasio NPF yang tinggi memberikan kesulitan sekaligus menurunkan tingkat kesehatan bank yang bersangkutan, atau dapat
dikatakan bahwa kineja bank yang bersangkutan kurang baik. Oleh karena itu, bank dituntut untuk selalu menjaga kreditnya agar tidak masuk dalam golongan
kredit bermasalah. NPF dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana pembiayaan
bermasalah yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva produktif yang dimiliki oleh suatu bank. NPF adalah rasio yang membandingkan antara total
pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan yang disalurkan dalam bentuk presentase.
D. Kerangka Pemikiran