Harta Bersama Menurut Fiqih

69 Ayat tersebut bersifat umum dan tidak hanya ditujukan terhadap suami atau istri, melainkan semua pria dan wanita. Jika mereka berusaha dalam kehidupannya sehari-hari, maka hasil usaha mereka itu merupakan harta pribadi yang dimiliki dan dikuasai oleh pribadi masing-masing. Untuk hukum waris ayat tersebut mengandung pengertian bahwa setiap pria atau wanita mempunyai hak untuk mendapat bagian harta warisan yang ditinggalkan atau diberikan orang tua. 13 Pandangan hukum Islam yang memisahkan harta kekayaan suami istri sebenarnya memudahkan pemisahan mana yang termasuk harta suami dan mana yang termasuk harta istri, mana harta bawaan suami dan mana harta bawaan istri sebelum terjadinya perkawinan, mana harta suami atau istri yang iperoleh secara sendiri-sendiri selama perkawinan, serta mana harta bersama yang diperoleh secara bersama selama terjadinya perkawinan. Pemisahan harta tersebut akan sangat berguna dalam pemisahan antara harta suami atau harta istri jika terjadi perceraian dalam perkawinan mereka. Hukum Islam juga berpendirian bahwa harta yang diperoleh suami selama perkawinan menjadi hak suami, sedangkan istri hanya berhak terhadap nafkah yang diberikan suami kepadanya. 14 Namun, Al- Qur’an dan hadist tidak memberikan ketentuan yang tegas bahwa harta benda yang diperoleh suami selama berlangsungnya perkawinan sepenuhnya menjadi hak suami, dan istri hanya terbatas atas nafkah yang diberikan suaminya. Bagaimana dengan posisi 13 Hilman hadi kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 2007, h. 117 14 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono- Gini……., hal. 52 70 harta bersama menurut Islam? Berikut ini akan dikemukakan pemetaan pandangan hukum Islam tentang harta bersama. Muhammah Idris Ramulyo dalam bukunya yang berjudul “Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Peradilan Agama, Dan Zakat Menurut Hukum Islam”, membagi pandangan hukum Islam tentang harta bersama kedalam dua kelompok sebagai berikut: 15 1. Kelompok yang memandang tidak adanya harta bersama dalam lembaga Islam kecuali dengan konsep syirkah Pandangan ini tidak mengenal percampuran harta kekayaan antara suami dan istri karena perkawinan. Harta kekayaan istri tetap menjadi milik istri dan dikuasai sepenuhnya, demikian pula harta suami tetap menjadi milik suami dan dikuasai sepenuhnya. Dalam pandangan kelompok ini, istri tetap dianggap cakap bertindak meskipun tanpa bantuan suaminya dalam soal apapun, termasuk dalam hal mengurus harta benda sehingga dianggap bahwa istri dapat melakukan segala perbuatan hukum dalam kehidupan masyarakat. Kelompok ini memandang bahwa suami tidak berhak atas harta istrinya karena kekuasaan istri terhadap harta adalah tetap dan tidak berkurang sedikitpun, meskipun mereka berdua diikat dalam hubungan perkawinan. Oleh karenanya, suami tidak boleh mempergunakan harta istri untuk keperluan belanja rumah tangga kecuali mendapat izin dari istrinya. Bahkan, menurut kelompok ini jika suami mempergunakan harta istri tanpa persetujuan darinya maka harta itu menjadi hutang suami yang wajib 15 Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama Dan Zakat Menurut Hukum Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, h. 29 71 dibayarkan kepada istri kecuali jika istrinnya itu bersedia membebaskan tanggungan itu. Meskipun demikian kelompok ini memandang bahwa dalam hub ungan perkawinan istri menjadi “syarikatur rajuly fil hayati”, yaitu kongsi sekutu bagi suami dalam menjalani bahtera hidup. Artinya hubungan suami istri merupakan suatu bentuk syirkah kongsi, kerjasama, persekutuan. 16 Harta kekayaan suami dan istri bisa bersatu harta bersama karena adanya pengertaian syirkah semacam itu, harta itu seakan-akan dianggap sebagai harta tambahan karena usaha bersama suami istri selama masa perkawinan mereka. Jika terjadi perceraian, harta syirkah ini dibagi antara suami istri menurut pertimbangan siapa diantara mereka yang lebih banyak yang berinvestasi. 2. Kelompok Yang Memandang Adanya Harta Bersama Dalam Hukum Islam Disamping mengetahui ketentuan yang berlaku dalam UU perkawinan, harta bersama itu diakui dan diatur dalam hukum posistif. Kelompok ini memandang ketentuan harta bersama itu sesuai dengan kehendak dan aspirasi hukum Islam. Harta bersama dimaksud adalah harta yang diperoleh pasangan suami istri setelah hubungan perkawinan dan atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang dari mereka. 17 Sekali mereka itu terikat dalam perjanjian perkawinan sebagai suami istri maka semuanya menjadi satu baik harta maupun anak-anak. 16 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono- Gini……, h. 54 17 M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, h. 231 72 Sebagaimana yang datur oleh Al- Qur’an surat an-Nisa’ ayat 21 yang menyebutkan perkawinan sebagai suatu ikatan perkawinan yang suci, kuat dan kokoh mitsaqah ghalidhan, artinya perkawinan yang dilakukan melalui ijab Kabul dan memenuhi syarat serta rukun perkawinan lainnya seperti wali, saksi, mahar, dan I’lanun nikah pemberitahuan perkawinan sudah merupakan syirkah antara suami dan istri. Oleh karena itu, hal-hal yang berkenaan dengn hubungan perkawinan mereka termasuk masalah harta benda menjadi milik bersama. 18 Berdasarkan dua pemetaan pandangan tersebut, sesungguhnya harta bersama bisa ditelusuri dalam hukum Islam, baik itu melalui konsep syirkah maupun berdasarkan kehendak atau aspirasi hukum Islam itu sendiri.

C. Harta Bersama Menurut Kesetaraan Sosial

Kedudukan dan posisi kaum perempuan dan laki-laki secara teoritis dapat dilihat dari 2 dua sisi, yaitu : Pertama, bila dilihat secara biologis, perbedaan dan kedudukan sosial antara laki-laki dan perempuan selalu dikaitkan dengan jenis kelamin seks yang masing-masing dimiliki laki-laki dan perempuan tersebut. Akibat dari perbedaan secara biologis ini, maka tidak jarang berimplikasi jauh terhadap kedudukan sosial social role yang diperankan oleh kedua pihak. Hal ini tidak jarang membawa dampak perempuan diperlakukan kurang adil diskriminasi dalam menentukan peran dan posisinya dibandingkan kaum laki-laki. 18 M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, h. 232 73 Kedua, bila dilihat secara budaya culture, yaitu perbedaan antara laki- laki dan perempuan dikonstruksikan mempunyai atau kedudukan bukan disebabkan karena perbedaan jenis kelamin, melainkan merupakan suatu bangunan sosial Social Construct yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk melalui proses sosialisasi yang selanjutnya dapat melahirkan peranan, kedudukan, hak dan tanggung jawab, serta kewajiban antara laki-laki dan perempuan dilihat dari realita sosial dimana mereka berada. 19 Diakui atau tidak, bahwa selama ini banyak ketimpangan relasi yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan. Persoalan ini bukanlah persoalan yang disebut mengada-ada. 20 Persoalan itu bukan isu tetapi adalah sebuah realitas di masyarakat kita. Oleh karena itu, bila kita mau membuka mata dan juga hati kita, kita baru bisa melihat bagaimana realitas kaum perempuan sebagai akibat dari ketidakadilan gender. Tetapi di zaman sekarang dimana konsep hukumnya berbeda. dimana perempuan tidak lagi di rumah saja. Sekarang perempuan sudah keluar rumah untuk mencari nafkah keluarga. Sekarang banyak wanita bahkan telah bekerja pada waktu malam hari dengan bekerja di pabrik-pabrik dan dengan resiko yang sama besarnya. Maka sudah sepantasnya antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama. Dengan melihat kenyataan yang telah berubah maka aturanya sebaiknya juga berubah pula walaupun tatap tidak meniggalkan 19 Akbar, Wanita dalam Pandangan Masyarakat, Jakarta: Grafindo Persada, 2000, h. 56 20 Junis, Pusat Kajian Analisis Gender Sebuah Pengantar, 19 Juni 2004, h.16

Dokumen yang terkait

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

5 77 142

Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama Setelah Terjadinya Perceraian Menurut...

1 25 5

Kajian Yuridis Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian (Putusan Mahkamah Agung Nomor : 255 K/Ag/2012)

0 6 10

Pembagian Harta Waris Bagi Penderita Cacat Mental Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif (Analisis Putusan Perkara No. 94/Pdt.P/2008/Pn.Jkt.Sel)

9 103 74

Permohonan Sita Marital (Marital Beslag) Terhadap Harta Bersama Di Luar Gugatan Perceraian (Analisis Putusan Nomor 549/Pdt.G/2007/Pa.Jp)

1 29 86

Penerapan Asas Contra Legem Dalam Pembagian Harta Bersama (Analisis Putusan Perkara Nomor : 1048/Pdt.G/2009/Pa.Bbs Di Pengadilan Agama Brebes

2 23 110

Penyelesaian Harta Bersama Dalam Perceraian (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK)

2 18 0

Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Persepektif Gender (Analisis Putusan Perkara Nomor 278/Pdt.G/2012/PA Rks)

1 12 0

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

0 0 23

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

0 0 14