Dasar Hukum Harta Bersama

kemudian didukung oleh Hukum Islam dan hukum positif yang berlaku di negara kita. 14 Dasar hukum tentang harta bersama dapat ditelusuri melalui Undang- Undang dan peraturan berikut: 1. Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 35 ayat 1, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta bersama adalah “Harta benda yang diperoleh selama masa perkawinan”. Artinya, harta kekayaan yang diperoleh sebelum terjadinya perkawinan tidak disebut sebagai harta bersama. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 119, disebutkan bahwa “Sejak saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan- ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri” 3. Kompilasi Hukum Islam pasal 85, disebutkan bahwa “Adanya harta bersama di dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing- masing suami istri”. Di dalam pasal ini disebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan, akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami-istri. Hukum Islam mengakui adanya harta yang merupakan hak milik bagi setiap orang, baik mengenai pengurusan dan penggunaannya maupun untuk 14 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian. Cet. 2. Jakarta: Transmedia Pustaka, 2008. h. 8 melakukan perbuatan-perbuatan hukum atas harta tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan syari‟at Islam. Disamping itu juga diberi kemungkinan adanya suatu serikat kerja antara suami istri dalam mencari harta kekayaan. Oleh karenanya apabila terjadi perceraian antara suami istri, harta kekayaan tersebut dibagi menuru t Hukum Islam dengan kaidah hukum “Tidak ada kemudharatan dan tidak boleh memudharatkan”. Dari kaidah hukum ini jalan terbaik untuk menyelesaikan harta bersama adalah dengan membagi harta tersebut secara adil. 15 Dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, masalah harta bersama hanya diatur secara singkat dan umum dalam Bab VII terdiri dari pasal 35 sampai pasal 37. Kemudian diperjelas oleh Kompilasi Hukum Islam dalam Bab XIII mulai dari pasal 85 sampai pasal 97. Dalam Al-Quran dan Sunnah serta berbagai kitab-kitab hukum fiqih, harta bersama tidak diatur dan tidak ada pembahasannya. Seolah-olah harta bersama kosong dan vakum dalam Hukum Islam. Ayat “lirrijaali” sangatlah bersifat umum dan bukan menjadi acuan bagi suami istri saja melainkan untuk semua pria dan wanita. Jika mereka berusaha dalam kehidupannya sehari-hari, maka hasil usaha mereka merupakan harta pribadi dan dikuasai oleh pribadi masing-masing. 16 Ayat tersebut menjelaskan adanya persamaan antara kaum pria dan wanita. 15 Bahder Johan Nasution, Hukum Perdata Islam, Bandung: CV Mandar Maju, 2001, h. 34 16 Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundang- Undangan Hukum Adat dan Hukum Agama. h. 127 Kaum wanita disyariatkan untuk mendapat mata pencaharian sebagaimana kaum pria. Keduanya dibimbing kepada karunia dan kebaikan yang berupa harta dengan jalan beramal dan tidak merasa iri hati. 17 Akan tetapi sebaliknya, dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Islam di Indonesia, sejak dari dulu hukum adat mengenal adanya harta bersama dan diterapkan terus- menerus sebagai hukum yang hidup. Dari hasil pengamatan, lembaga harta bersama lebih besar mas{ahatnya daripada mudharatnya. Maka atas dasar metodologi Istishlah, „urf serta kaidah al-‟adatu al-muhakkamah, Kompilasi Hukum Islam melakukan pendekatan kompromistis terhadap hukum adat. 18 „Urf ialah sesuatu yang telah sering dikenal oleh manusia dan telah menjadi tradisinya, baik berupa ucapan atau perbuatan, atau dalam meninggalkan sesuat u. „Urf juga disebut dengan adat. „Urf yang sifatnya baik harus dipelihara sebagai pembentukan hukum dalam lembaga peradilan. Maka dari itu ulama berkata “adat itu adalah syari‟at yang dikukuhkan sebagai hukum” atau lebih dikenal dengan istilah al-‟adatu al-muhakkamah. Semua ulama maz|hab mendasarkan hukumnya kepada kebiasaan penduduk dimana ulama madzhab itu tinggal. Sebagai salah satu contoh dalam madzhab Syafi‟i terdapat dua madzhab, madzhab qadim dan madzhab jadid. Hal tersebut dikarenakan ketika imam al- Syafi‟i membukukan madzhab qadim beliau tinggal di Irak, namun ketika membukukan madzhab jadid beliau telah pindah 17 M Syaltut, Tafsir al-Quran Karim, jilid. 2, h. 335 18 Mahfud MD, Peradilan Agama dan KHI Dalam Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2003, h. 88 ke Mesir dimana kedua kota tersebut memiliki dua kebiasaan atau adat yang berbeda. 19 „Urf menurut penelitian adalah bukan merupakan dalil syara‟ yang berdiri sendiri. Pada dasarnya „urf berfungsi untuk memelihara maslahah sebagaimana maslahah dipelihara dalam pembentukan hukum. Terkadang „urf dipakai juga dalam membuat penafsiran terhadap suatu nash, oleh karena itu maka dikhususkanlah kata-kata yang sifatnya umum dan dibatasi dengan mutlak. Bahkan terkadang qiyas ditinggalkan lantaran adanya „urf. 20 Harta bersama merupakan masalah ijtihadiyyah dan di dalam kitab- kitab fiqih belum ada pembahasannya, begitu pula nash-nya tidak ditemukan dalam Al- Qur‟an dan sunnah. Padahal apa yang terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia tentang harta bersama telah lama berkenbang dan berlaku dalam kehidupan kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karena itu adanya ketentuan hukum tentang harta bersama dalam KHI banyak dipengaruhi berbagai faktor yang berkembang dan berlaku dalam masyarakat. Harta bersama diangkat menjadi Hukum Islam dalam KHI berdasarkan dalil „urf serta sejalan dengan kaidah al-„adatu al-muhakkamah, yaitu bahwa ketentuan adat bisa dijadikan sebagai hukum yang berlaku dalam hal ini adalah harta bersama, maka haruslah dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Harta bersama tidak bertentangan dengan nash yang ada. Dalam Al-Qur ‟an maupun sunnah tidak ada satupun nash yang melarang atau memperbolehkan harta bersama. Padahal kenyataan yang 19 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, terjemahan Tolhah Mansoer. h. 135 20 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, h.137 berlaku dalam masyarakat Indonesia adalah bahwa harta bersama telah lama dipraktekkan. Bahkan manfaatnya dapat dirasakan begitu besar dalam kehidupan mereka. Sehingga ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dalam hal ini KHI menjadikan harta bersama sebagai hukum yang berlaku di Indonesia melalui proses ijtihadiyyah. 2. Harta bersama harus senantiasa berlaku. Harta bersama haruslah menjadi lembaga yang telah lama berkembang dan senantiasa berlaku dalam kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika, harta bersama merupakan lembaga yang penerapannya hampir berlaku di seluruh Indonesia. Tidak hanya pada zaman yang lalu, akan tetapi harta bersama tetap ditaati dan terpelihara penerapannya hingga saat ini. 3. Harta bersama merupakan adat yang sifatnya berlaku umum. Hal ini dapat dilihat dari penerapan harta bersama yang berlaku hampir menyeluruh dan menjadi suatu kebiasaan di Indonesia, sekalipun dalam penyebutannya di setiap adat mempunyai penyebutan yang berbeda- beda. 21 Ahmad Zaki Yamani mengisyaratkan bahwa syari‟at adalah mahluk atau lembaga yang tumbuh dan berkembang dari kebutuhan masyarakat dengan berbagai lingkungan. Mahluk atau lembaga itu terkadang berwujud sempurna dan siap menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat, 21 M Abu Zahrah, Ushul Fiqh, terjemahan Syaifullah Ma‟sum, h. 417 tetapi ia tidak tetap demikian jika tidak terus-menerus tumbuh dan berkembang. 22 Pertumbuhan dan perkembangan Hukum Islam tidak semata-mata bersumber dari kebutuhan yang diakibatkan dinamika sosial, budaya, ilmu dan teknologi, tetapi pertumbuhan dan pengembangannya dapat didukung melalui pendekatan kompromistis dengan hukum adat setempat. Yang paling penting untuk diperhatikan dalam pendekatan kompromistis antara Hukum Islam dengan hukum adat adalah hukum yang lahir dari perpaduan kompromistis itu berada dalam kerangka maslahah mursalah. Dengan demikian, ketentuan hukum adat ini sudah selayaknya diambil berdasarkan „urf sebagai landasan dalam Hukum Islam yang akan diterapkan di Indonesia. 23 Al- Qur‟an dan Hadis| tidak memberikan ketentuan yang jelas bahwa harta benda yang diperoleh suami selama berlangsungnya perkawinan sepenuhnya menjadi hak suami. Al- Qur‟an juga tidak menerangkan secara jelas bahwa harta yang diperoleh suami dalam perkawinan, maka secara tidak langsung istri juga berhak terhadap harta tersebut. Atas dasar itulah, maka bisa dikatakan bahwa masalah harta bersama ini tidak secara jelas disinggung dalam rujukan Hukum Islam, baik itu berdasarkan Al- Qur‟an maupun hadis. Atau dengan kata lain, masalah ini merupakan wilayah yang belum terpikirkan ghairu mufakkar fiih dalam Hukum Islam karena memang belum disinggung secara jelas dalam sumber-sumber atau teks-teks keislaman. Yang bisa kita 22 Ahmad Zaki Yamani, Syariat Islam Yang Kekal dan Persoalan Masa Kini, Jakarta: Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan Yayasan Bhineka Tunggal Ika, 2008, h. 16 23 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, h. 36 lakukan adalah berijtihad. Dalam ajaran Islam, ijtihad itu diperbolehkan asalkan berkenaan dengan hukum-hukum yang belum ditemukan dasar hukumnya. Masalah harta bersama merupakan wilayah keduniawian yang belum tersentuh Hukum Islam klasik. Hukum Islam Kontemporer tentang masalah ini diteropong melalui pendekatan ijtihad, yaitu bahwa harta benda yang diperoleh oleh suami istri secara bersamasama selama masa perkawinan merupakan harta bersama. 24 Jika kita pelajari pandangan-pandangan Hukum Islam di atas, kita bisa melihat kecenderungan dengan tidak dibedakannya antara harta bersama dengan harta bawaan dan harta perolehan. Harta bawaan dan harta perolehan tetap menjadi hak milik masing-masing suami istri. Hukum Islam cenderung mengeneralisasikan masalah ini. Artinya, Hukum Islam pada umumnya tidak menjelaskan perbedaan antara harta bersama itu sendiri dengan yang bukan harta bersama. Adapula kecenderungan lain, yaitu bahwa harta milik suami dan harta milik istri yang tidak bercampur tidak disebut harta bersama dalam pandangan Hukum Islam lebih dimaksudkan sebagai harta bawaan dan harta perolehan.

C. Pengertian Gender

Kata „„gender‟‟ telah digunakan di Amerika Serikat sekitar tahun 1960. Hal ini sebagai bentuk perjuangan secara radikal, konservatif, sekuler maupun agama untuk menyuarakan eksistensi perempuan dimana hal tersebut 24 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian. h. 52 melahirkan kesetaraan gender80. 25 Namun pada mulanya gender adalah suatu klasifikasi gramatikal untuk benda-benda menurut jenis kelaminya terutama dalam bahasa-bahasa Eropa, kemudian Ivan Illich sebagimana dikutip oleh Ruhainah menggunakanya untuk membedakan segala sesuatu di dalam masyarakat vernacular seperti bahasa, tingkah laku, pikiran, makanan, ruang dan waktu, harta milik, tahu, alat-alat produksi, dan lain-lainya. 26 Istilah gender di Indonesia lazim digunakan dengan memakai ejaan „„jender‟‟, diartikan dengan interpretasi mental dan cultural terhadap perbedaan kelamin, yakni laki-laki dan perempuan. 27 Walaupun kata „„gender‟‟ telah digunakan sejak tahun 1960, namun pengertian yang tepat mengenai kata „„gender‟‟ tidak ada dalam bahasa Indonesia. Kata „„gender‟‟ berasal dari bahasa Inggris gender yang diberi arti „„jenis kelamin‟‟. 28 Senada dengan definisi di atas adalah definisi yang mengatakan bahwa gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan didasari pada faktor biologis dan jenis kelamin sebagai kodrat tuhan yang secara permanen memang berbeda. Gender adalah behavorial differences antara laki- laki dan perempuan yang socially constructed, yaitu perbedaan yang diciptakan melalui proses sosial dan budaya yang panjang. 29 25 Rasyidah Dkk, Potret kesetaraan Gender di Kampus, Aceh: PSW Ar-Raniry, 2008, h. 11 26 Siti Ruhainah Dzuhayatin “Gender dalam Perspektif Islam” dalam Mansour Fakih ed, Membincang Feminisme Diskursus Gender perspektif Islam, Surabaya: Risalah Gusti, 2000, h. 231 27 Tim Penyusun, Buku III: Pengantar Tehnik Analisa Gender, Jakarta: Kantor Menteri Negara Urusan Perempuan, 2002, h. 2 28 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: Gramedia, 2003,, h. 265 29 Rasyidah Dkk, Potret kesetaraan Gender di Kampus, Aceh: PSW Ar-Raniry, 2008, h. 9

Dokumen yang terkait

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

5 77 142

Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama Setelah Terjadinya Perceraian Menurut...

1 25 5

Kajian Yuridis Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian (Putusan Mahkamah Agung Nomor : 255 K/Ag/2012)

0 6 10

Pembagian Harta Waris Bagi Penderita Cacat Mental Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif (Analisis Putusan Perkara No. 94/Pdt.P/2008/Pn.Jkt.Sel)

9 103 74

Permohonan Sita Marital (Marital Beslag) Terhadap Harta Bersama Di Luar Gugatan Perceraian (Analisis Putusan Nomor 549/Pdt.G/2007/Pa.Jp)

1 29 86

Penerapan Asas Contra Legem Dalam Pembagian Harta Bersama (Analisis Putusan Perkara Nomor : 1048/Pdt.G/2009/Pa.Bbs Di Pengadilan Agama Brebes

2 23 110

Penyelesaian Harta Bersama Dalam Perceraian (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK)

2 18 0

Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Persepektif Gender (Analisis Putusan Perkara Nomor 278/Pdt.G/2012/PA Rks)

1 12 0

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

0 0 23

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

0 0 14