Harta Bersama Menurut Hukum Positif di Indonesia

57 2 Mengenai harta bawaan masing-masing suami istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. 3. Pasal 37 1 Bilsa perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. Dalam ketentuan pasal 35 Undang-undang Nomor. 1 Tahun 1974 jelas terbaca bahwa harta dalam perkawinan itu terdiri dari harta bersama dan harta bawaan. Harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama ikatan perkawinan berlangsung dan oleh karena itu ia menjadi milik bersama suami dan istri. Karena demikian sifatnya, maka terhadap harta bersama suami istri dapat bertindak hanya atas persetujuan bersama. Sedangkan harta bawaan adalah harta yang diperoleh masing-masing suami atau istri sebagai hadiah atau warisan selama dalam ikatan perkawinan, dan oleh karena itu ia menjadi hak dan dikuasai sepenuhnya oleh masing-masing suami atau istri. 2 Pengaturan harta bersama yang demikian sesuai dengan hukum adat, dimana dalam hukum adat itu dibedakan dalam harta gono-gini yang menjadi milik bersama suami istri, dan harta bawaan menjadi milik masing-masing pihak suami atau istri. Diikutinya sistem hukum adat oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 sebagai hukum nasional adalah sebagai konsekwensi dari politik hukum Indonesia yang telah menggariskan bahwa pembangunan hukum 2 Slamet Abidin Dan Aminuddin, Fiqh Munakahat I, Bandung: Pustaka Setia, 2009, h. 182 58 nasional haruslah berdasarkan hukum adat sebagai hukum kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan pancasila. 3 Menurut Wahjono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif harta benda perkawinan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 terbagi atas: 4 1. Harta bersama adalah harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung sejak perkawinan dilangsungkan hingga perkawinan berakhir atau putusnya perkawinan akibat perceraian, kematian maupun putusan Pengadilan. Harta bersama meliputi: a. Harta yang diperoleh sepanjang perkawinan berlangsung b. Harta yang diperoleh sebagai hadiah, pemberian atau warisan apabila tidak ditentukan demikian c. Hutang–hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami istri. 2. Harta pribadi adalah harta bawaan masing-masing suami istri yang merupakan harta tetap di bawah penguasaan suami istri yang merupakan harta yang bersangkutan sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian kawin. Dengan kata lain, harta pribadi adalah harta yang telah dimiliki oleh suami istri sebelum mereka melangsungkan perkawinan. Harta pribadi meliputi: 3 R. Purwoto S., Renungan Hukum, Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia, 2008, h. 449 4 Wahjono Darmabrata dan Surini Ahlan Sjarif, Hukum Perkawinan dan Keluarga di Indonesia, Jakarta:Badan Penerbit Hukum Universitas Indonesia,2004, h. 96. 59 a. Harta yang dibawa masing-masing suami istri ke dalam perkawinan termasuk hutang yang belum dilunasi sebelum perkawinan dilangsungkan. b. Harta benda yang diperoleh sebagai hadiah atau pemberian dari pihak lain kecuali ditentukan lain c. Harta yang diperoleh suami atau istri karena warisan kecuali ditentukan lain d. Hasil-hasil dari harta milik pribadi suami istri sepanjang perkawinan berlangsung termasuk hutang yang timbul akibat pengurusan harta milik pribadi tersebut. Menurut Sayuti Thalib berpendapat bawa macam-macam harta suami istri dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu: 5 1. dilihat dari sudut asal-usulnya harta suami istri itu dapat digolongkan pada tiga golongan: a. Harta masing-masing suami istri yang telah dimilikinya sebelum mereka kawin baik berasal dari warisan, hibah atau usaha mereka sendiri-sendiri atau dapat disebut sebagai harta bawaan. b. Harta masing-masing suami istri yang dimilikinya sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan tetapi diperolehnya bukan dari usaha mereka baik seorang-seorang atau bersama-sama tetapi merupakan hibah, wasiat atau warisan untuk masing-masing. 5 Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta:UI Press, 2006 , h. 83 60 c. Harta yang diperoleh sesudah mereka dalam hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang mereka disebut harta pencaharian. 2. Dilihat dari sudut penggunaannya maka harta ini dipergunakan untuk: a. Pembiayaan untuk rumah tangga, keluarga dan belanja sekolah anak- anak b. Harta kekayaan yang lain 3. Dilihat dari sudut hubungan harta dengan peroramgan dalam masyarakat harta itu akan berupa: a. Harta milik bersama b. Harta milik seseorang tetapi terikat kepada keluarga c. Harta milik seseorang dan pemilikan dengan tegas oleh yang bersangkutan. Menurut J. Satrio, SH berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 didalam satu keluarga terdapat lebih dari satu kelompok harta yaitu: 6 1. Harta bersama Menurut pasal 35 ayat 1 UU Nomor 1Tahun 1974 harta bersama suami istri hanyalah meliputi harta-harta yang diperoleh suami istri sepanjang perkawinan sehingga disimpulkan bahwa termasuk harta bersama adalah hasil dan pendapatan suami, hasil dan pendapatan istri. 6 J Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Bandung:Citra Aditya Bakti: 2003, h. 66. 61 2. Harta pribadi Menurut pasal 35 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974 harta yang sudah dimiliki suami atau istri pada saat perkawinan dilangsungkan dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan tidak masuk ke dalam harta bersama kecuali mereka memperjanjikan lain. Harta pribadi tersebut dapat dibedakan lagi meliputi harta bawaan suami atau istri yang bersangkutan, harta yang diperoleh suami atau istri sebagai hadiah, hibah, atau warisan. Menurut M. Yahya Harahap menyatakan: 7 1. Harta bersama adalah barang-barang yang diperoleh selama perkawinan dimana suami istri itu hidup berusaha untuk memenuhi kepentingan kebutuhan kehidupan keluarga. 2. Harta pribadi yaitu harta yang diperoleh masing-masing suami istri dalam bentuk warisan, hibah, hadiah baik yang diperoleh sebelum perkawinan atau sesudahnya atau harta yang diperoleh dari kerja keras suami atau istri sebelum perkawinan. Harta bersama disamping penting untuk kedua belah pihak suami istri maka hal ini relevan untuk pihak ketiga sesuai dengan adanya ketentuan pasal 35 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1974, sebagai berikut: 8 1. Semua harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan sekalipun harta atau barang terdaftar diatasnamakan salah seorang suami istri, maka harta yang atas nama suami atau istri dianggap sebagai harta bersama. 7 M.Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, Medan: CV Zahir Trading, 2005, h . 117. 8 M.Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, ........h. 119. 62 2. Jika harta itu dipelihara atau diusahai dan telah dialihnamakan ke atas nama adik suami jika harta yangdemikian dapat dibuktikan hasil yang diperoleh selama masa perkawinan maka harta tersebut harus dianggap harta bersama suami istri 3. Juga dalam putusan yang sama telah dirumuskan suatu kaedah bahwa adanya harta bersama suami istri tidak memerlukan pembuktian bahwa istri harus ikut aktif membantu terwujudnya harta bersama tersebut. Yang menjadi prinsip asal harta itu terbukti diperoleh selama perkawinan. 4. Harta yang dibeli baik oleh suami maupun istri ditempat yang jauh dari tempat tinggal mereka adalah harta bersama suami istri jika pembelian itu dilakukan selama perkawinan. 5. Barang termasuk harta bersama suami istri yaitu: a. Segala penghasilan harta benda yang diperoleh selama perkawinan termasuk penghasilan yang berasal dari barang asal bawaan maupun barang yang dihasilkan oleh harta bersama itu sendiri. b. Demikian juga segala penghasilan pribadi suami istri baik dari keuntungan yang diperoleh dari perdagangan masing-masing ataupun hasil perolehan masing-masing pribadi sebagai pegawai 6. Mengenai harta bersama apabila si suami kawin poligami baik dua atau tiga istri maka penentuan harta bersama dapat diambil garis pemisah yaitu: a. segala harta yang telah ada antara suami dengan istri pertama sebelum perkawinannya dengan istri kedua maka istri kedua tidak mempunyai hak apa-apa atas harta tersebut 63 b. oleh sebab itu harta bersama yang ada antara suami dengan istri kedua ialah harta yang diperoleh kemudian setelah perkawinan. Jadi harta yang telah ada diantara istri pertama dengan suami adalah harta bersama yang menjadi hak mutlak antara istri pertama dengan suami dimana istri kedua terpisah dan tidak mempunyai hak menikmati dan memiliki atasnya. Istri kedua baru ikut dalam lembaga harta bersama dalam kehidupan keluarga tersebut ialah harta kekayaan yang diperoleh terhitung sejak istri kedua itu resmi sebagai istri. c. atau jika kehidupan mereka terpisah dalam arti istri pertama dengan suaminya hidup dalam satu rumah kediaman yang berdiri sendiri demikian juga istri kedua terpisah hidup dalam rumah tangga sendiri dengan suami, apa yang menjadi harta istri pertama dengan suami dalam kehidupan rumah tangga menjadi harta bersama antara istri pertama dengan suami dan demikian juga apa yang menjadi harta kekayaan dalam rumah tangga istri kedua dengan suami. Apa yang diterangkan mengenai harta bersama dalam keadaan suami beristri lebih dari satu seperti yang dijelaskan di atas oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 telah diatur pada pasal 65 ayat 1 huruf b dan c. ayat 1 huruf b menentukan bahwa istri yang kedua dan seterusnya tidak mempunyai hak atas harta bersama yang telah ada sebelum perkawinan dengan istri kedua atau berikutnya. Dan huruf c berbunyi semua istri mempunyai hak bersama yang terjadi sejak perkawinannya masing-masing. Ayat 2 pasal 65 memberi kemungkinan penyimpangan dari ketentuan-ketentuan diatas jika suami 64 istri kemungkinan menyimpang dari ketentuan-ketentuan diatas jika suami istri membuat ketentuan-ketentuan lain sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini seperti membuat perjanjian yang diatur dalam pasal 29. Berbeda halnya dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 soal harta bersama secara singkat hanya dalam tiga pasal, pasal 35 sampai pasal 37, maka dalam KHI soal harta bersama diatur secara lebih enumeratif mulai pasal 85 sampai pasal 97. Adapun pengaturan harta bersama secara lebih lanjut, menyatakan : 1. Pasal 85 Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami atau istri. 2. Pasal 86 1 Pada dasarnya tidak ada percampuran antara harta suami dan harta istri karena perkawinan. 2 Harta istri tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya demikian juga harta suami tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya. 3. Pasal 87 1 Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain dalam perjanjian perkawinan. 2 Suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum atas harta masing-masing berupa hibah, hadiah, sodaqoh, atau lainnya. 4. Pasal 88 Apabila terjadi perselisian antara suami istri tentang harta bersama maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada pengadilan agama. 65 5. Pasal 89 Suami bertanggungjawab menjaga harta bersama, harta istri maupun hartanya sendiri. 6. Pasal 90 Istri turut bertanggungjawab menjaga harta bersama, maupun harta suami yang ada padanya. 7. Pasal 91 1 Harta bersama sebagai tersebut dalam pasal 85 di atas dapat berupa benda berwujud atau tidak berwujud. 2 Harta bersama yang berwujud dapat meliputi benda tidak bergerak, benda bergerak dan surat- surat berharga. 3 Harta bersama tidak berwujud dapat berupa hak maupun kewajiban 4 Harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya. 8. Pasal 92 Suami atau istri tanpa persetujuan pihak lain tidak diperbolehkan menjual atau memindahkan harta bersama. 9. Pasal 93 1 Pertanggungjawaban terhadap hutang suami atau istri dibebankan pada harta masing-masing. 2 Pertanggungjawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan keluarga, dibebankan pada harta bersama. 3 Bila harta bersama tidak mencukupi, dibebankan pada harta suami. 4 Bila harta suami tidak ada atau tidak mencukupi dibebankan kepada harta istri. 10. Pasal 94 1 Harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang masing-masing terpisah dan berdiri sendiri. 2 Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai istri lebih dari seorang sebagai tersebut ayat 1 dihitung pada saat berlangsung akad perkawinan yang kedua, ketiga, atau yang keempat. 66 11. Pasal 95 1 Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 24 ayat 2 huruf c peraturan pemerintahan no. 9 tahun 1975 dan pasal 136 ayat 2, suami atau istri dapat meminta Pengadilan Agama untuk melakukan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi, mabuk, boros, dan sebagainya. 2 Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama. 12. Pasal 96 1 Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama 2 Pembagian harta bersama bagi seorang suami atau istri yang istri atau suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar keputusan Pengadilan Agama. 13. Pasal 97 Janda tergugat cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian lain dalam perkawinan. 9 Harta bersama pada umumnya dibagi dua sama rata diantara suami istri. Hal ini didasarkan pada ketentuan pasal 128 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa, “Setelah bubarnya persatuan, maka harta benda kesatuan dibagi dua antara suami istri, atau antara ahli waris mereka masing-masing, dengan tidak mempedulikan soal dari pihak yang manakah barang- barang yang diperolehnya”. Sementara itu harta bawaan dan harta 9 Abdurrohman, “Kompilasi Hukum Islam”, h. 134 -137 67 perolehan tetap otomatis menjadi hak milik pribadi masing-masing yang tidak perlu dibagi secara bersama. 10 Pembagian harta bersama bagusnya dilakukan secara adil, sehingga tidak menimbulkan ketidakadilan antara mana yang merupakan hak suami dan hak istri. Apabila terjadi perselisihan, maka harus merujuk kepada ketentuan Kompilasi Hukum Islam pasal 88 bahwa, “Apabila terjadi perselisihan antara suami istri tentang harta bersama, maka penyelesaian perselisihan itu diajukan kepada Pengadilan Agama”. Penyelesaian melalui jalur pengadilan adalah pilihan satu-satunya. Secara umum pembagian harta bersama baru bisa dilakukan setelah adanya gugatan cerai. Artinya, daftar harta bersama dan bukti-buktinya dapat diproses jika harta tersebut diperoleh selama perkawinan dan dapat disebutkan dalam alasan pengajuan gugatan cerai posita, yang kemudian disebutkan dalam permintaan pembagian harta dalam berkas tuntutan petitum. Namun, gugatan cerai belum menyebutkan tentang pembagian harta bersama. Untuk itu, pihak suami atau pihak istri perlu mengajukan gugatan baru yang terpisah setelah adanya putusan yang dikeluarkan pengadilan. Bagi yang beragama Islam, gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggal tergugat, sedangkan bagi yang nonmuslim gugatan diajukan ke Pengadilan Negeri tempat tinggal tergugat. Ketentuan tentang pembagian harta 10 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian...... h. 37 68 bersama didasarkan pada kondisi yang menyertai hubungan suatu perkawinan, seperti kematian, perceraian, dan sebagainya. 11 Harta bersama antara suami istri baru dapat dibagi apabila hubungan perkawinan itu sudah terputus, hubungan perkawinan itu dapat terputus dengan alasan adanya kematian, perceraian dan dapat juga oleh keputusan pengadilan. Putusnya hubungan perkawinan karena kematian mempunyai kekuatan hukum yang pasti sejak kematian salah satu pihak. Secara hukum formil sejak saat itu harta bersama sudah boleh dibagi, tetapi kenyataannya pembagian itu baru dilakukan setelah acara penguburan selesai, bahkan ada yang menunggu sampai acara empat puluh hari atau seratus hari. Dalam hal ini apabila putusan hakim tidak mempunyai kekuatan hukum pasti maka harta bersama tersebut belum bisa dibagi. 12

B. Harta Bersama Menurut Fiqih

Hukum Islam tidak mengatur tentang harta bersama dan harta bawaan kedalam ikatan perkawinan, yang ada hanya menerangkan tentang adanya hak milik pria atau wanita serta maskawin ketika perkawinan berlangsung, dalam Al- Qur’an disebutkan dalam surat an-Nisa’ ayat 32: ... نْب س تْكا ا مم ٌبيص ن ءا سِنلل و اوب س تْكا ا مم ٌبيص ن لا جِرلل ... Artinya: “... Bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita pun ada bahagian dari apa yang mereka usahakan….”. 11 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Setelah Terjadinya Perceraian...... h. 38 12 M Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Kewarisan, Acara PA dan Zakat Menurut Hukum Islam, h. 37 69 Ayat tersebut bersifat umum dan tidak hanya ditujukan terhadap suami atau istri, melainkan semua pria dan wanita. Jika mereka berusaha dalam kehidupannya sehari-hari, maka hasil usaha mereka itu merupakan harta pribadi yang dimiliki dan dikuasai oleh pribadi masing-masing. Untuk hukum waris ayat tersebut mengandung pengertian bahwa setiap pria atau wanita mempunyai hak untuk mendapat bagian harta warisan yang ditinggalkan atau diberikan orang tua. 13 Pandangan hukum Islam yang memisahkan harta kekayaan suami istri sebenarnya memudahkan pemisahan mana yang termasuk harta suami dan mana yang termasuk harta istri, mana harta bawaan suami dan mana harta bawaan istri sebelum terjadinya perkawinan, mana harta suami atau istri yang iperoleh secara sendiri-sendiri selama perkawinan, serta mana harta bersama yang diperoleh secara bersama selama terjadinya perkawinan. Pemisahan harta tersebut akan sangat berguna dalam pemisahan antara harta suami atau harta istri jika terjadi perceraian dalam perkawinan mereka. Hukum Islam juga berpendirian bahwa harta yang diperoleh suami selama perkawinan menjadi hak suami, sedangkan istri hanya berhak terhadap nafkah yang diberikan suami kepadanya. 14 Namun, Al- Qur’an dan hadist tidak memberikan ketentuan yang tegas bahwa harta benda yang diperoleh suami selama berlangsungnya perkawinan sepenuhnya menjadi hak suami, dan istri hanya terbatas atas nafkah yang diberikan suaminya. Bagaimana dengan posisi 13 Hilman hadi kusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 2007, h. 117 14 Happy Susanto, Pembagian Harta Gono- Gini……., hal. 52

Dokumen yang terkait

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

5 77 142

Pelaksanaan Pembagian Harta Bersama Setelah Terjadinya Perceraian Menurut...

1 25 5

Kajian Yuridis Pembagian Harta Bersama Akibat Perceraian (Putusan Mahkamah Agung Nomor : 255 K/Ag/2012)

0 6 10

Pembagian Harta Waris Bagi Penderita Cacat Mental Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif (Analisis Putusan Perkara No. 94/Pdt.P/2008/Pn.Jkt.Sel)

9 103 74

Permohonan Sita Marital (Marital Beslag) Terhadap Harta Bersama Di Luar Gugatan Perceraian (Analisis Putusan Nomor 549/Pdt.G/2007/Pa.Jp)

1 29 86

Penerapan Asas Contra Legem Dalam Pembagian Harta Bersama (Analisis Putusan Perkara Nomor : 1048/Pdt.G/2009/Pa.Bbs Di Pengadilan Agama Brebes

2 23 110

Penyelesaian Harta Bersama Dalam Perceraian (Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Tinggi Agama Jakarta Perkara No: 126/Pdt.G/2013/PTA.JK)

2 18 0

Pembagian Harta Bersama Ditinjau Dari Persepektif Gender (Analisis Putusan Perkara Nomor 278/Pdt.G/2012/PA Rks)

1 12 0

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

0 0 23

Analisis Terhadap Keabsahan Putusan Perceraian Dan Pembagian Harta Bersama Yang Dikeluarkan Oleh Hakim Dari Negara Lain (Singapura) Terhadap Warga Negara Indonesia (Studi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 612 K/Pdt/2003), 2012

0 0 14