Regulasi Undang-undang Tentang Pembagian Harta Bersama
89
RekonvensiTergugat Konvensi selama di Saudi Arabia Rp 4.000.000,- empat juta rupiah, menetapkan bagian masing-masing dari harta bersama
tersebut pada
angka 2
tersebut ½
bagian untuk
Penggugat RekonvensiTergugat Konvensi dan ½ bagian untuk Tergugat Rekonvensi
Penggugat Konvensi, dan menghukum Tergugat RekonvensiPenggugat Konvensi untuk menyerahkan harta bersama tersebut kepada Penggugat
Rekonvensi Tergugat Konvensi sesuai bagiannya; Perkara ini diputus dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim
Pengadilan Agama Rangkasbitung pada hari Jum’at tanggal 01 Juni 2012 bertepatan dengan tanggal 11 Rajab 1433 H. oleh kami Drs. ABDUL
ROSYID, M.H sebagai Ketua Majelis, ULFAH FAHMIYATI, S.Ag., M.H. dan AGUS FAISAL YUSUF, S.Ag. masing-masing sebagai Hakim
Anggota, putusan mana oleh Ketua pada hari Rabu tanggal 06 Juni 2012 bertepatan dengan tanggal 15 Rajab 1433 H. diucapkan dalam persidangan
yang terbuka untuk umum, dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota dan dibantu oleh HJ. ISAH, S.Ag. sebagai Panitera Pengganti yang dihadiri oleh
Penggugat KonvensiTergugat Rekonvensi dan Tergugat KonvensiTergugat Rekonvensi.
Berdasarkan hasil analisis yang telah penulis lakukan atas perkara Nomor 278Pdt. G2012PA Rks., baik melalui telaah putusan maupun hasil
wawancara yang telah penulis laksanakan, dapat disimpulkan bahwa Majelis Hakim telah memberikan putusan yang adil sesuai fakta-fakta yang ada di
persidangan dan keterangan para saksi yang diberikan.
90
Majelis Hakim telah memutuskan pembagian harta bersama pada perkara Nomor 278Pdt. G2012PA Rks., adalah dibagi sama rata 50:50,
berdasarkan pertimbangan bahwa perkara tersebut tidak ada perjanjian pra nikah, sehingga berdasarkan pertimbangan hakim bahwa segala sesuatu
baik itu asset maupun kewajibanhutang yang dihasilkan oleh suami istri selama dalam ikatan perkawinan itu dinamakan harta bersama, selama tidak
ada perjanjian pra nikah. Yaitu, jika sebelum dilangsungkannya pernikahan antara suami dan istri membuat perjanjian pra nikah terlebih dahulu
khususnya yang berkaitan dengan harta dalam rumah tangga, maka yang demikian tidak disebut sebagai harta bersama.
4
Adapun harta bawaan Penggugat pada kasus ini tetap menjadi hak Penggugat. Hal tersebut didasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia bahwa harta bersama adalah harta yang dihasilkan akibat dan selama perkawinan berlangsung, dan antara suami istri
memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut. Sedangkan harta bawaan, atau yang didapatkan dari hibah dan warisan bukanlah harta bersama, tetapi
milik perseorangan, hak suami maupun istri.
5
Pertimbangan hakim dalam memutuskan Perkara Nomor 278Pdt. G2012PA Rks. Sebagaimana tercantum dalam salinan putusannya
didasarkan atas ketentuan Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9
4
Wawancara dengan Bapak Agus Faisal Yusuf, S.Ag., Hakim Pengadilan Agama Rangkasbitung, pada tanggal 10 Desember 2014 di ruang Hakim PA Rangkasbitung Pukul
14.30 WIB.
5
Wawancara dengan Bapak Agus Faisal Yusuf, S.Ag., Hakim Pengadilan Agama Rangkasbitung, pada tanggal 10 Desember 2014 di ruang Hakim PA Rangkasbitung Pukul
14.30 WIB.
91
tahun 1975 sejalan dengan Pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam; dan ketentuan Pasal 84 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, sebagaimana telah diubah dengan Undang- undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang
Nomor 50 Tahun 2011. Selain itu, berdasarkan pertimbangan hakim pada Perkara Nomor
278Pdt. G2012PA Rks. bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat RekonvensiTergugat konvensi adalah Penggugat RekonvensiTergugat
konvensi menggugat harta bersama selama dalam perkawinan yaitu tentang pembagian dari hasil kerja Penggugat KonvensiTergugat Rekonvensi dari
Saudi Arabia, ½ untuk Penggugat KonvensiTergugat Rekonvensi dan ½ lagi untuk Tergugat KonvensiPenggugat Rekonvensi, karena Penggugat
KonvensiTergugat Rekonvensi
masih istri
sah dari
Tergugat KonvensiPenggugat
Rekonvensi; Menimbang,
bahwa Tergugat
RekonvensiPenggugat konvensi mengajukan jawaban yang pada pokoknya sepakat harta bersama dibagi dua.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, serta Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, dan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, tidak mengatur secara tegas pembagian harta bersama
bila terjadi perceraian diantara suami istri. Ketentuan mengenai pembagian dan besarnya porsi perolehan
masing-masing suami istri dari harta bersama apabila terjadi perceraian,
92
baik cerai hidup maupun cerai mati, atau istri hilang, dapat kita jumpai di dalam ketentuan Pasal 96 dan Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam.
Pasal 96 mengatakan : a.
Apabila terjadi cerai mati, maka separuh harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.
b. Pembagian harta bersama bagi suami atau istri yang istri atau
suaminya hilang harus ditangguhkan sampai adanya kepastian matinya yang hakiki atau matinya secara hukum atas dasar
putusan Pengadilan Agama.
Pasal 97 mengatakan: “Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari
harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan
”. Pasal-pasal di atas menegaskan bahwa pembagian harta bersama
antara suami dan istri yang cerai hidup maupun yang cerai mati, atau karena salah satunya hilang, masing-masing mereka mendapat seperduasetengah
dari harta bersama. Tidak diperhitungkan siapa yang bekerja, dan atas nama siapa harta bersama itu terdaftar. Selama harta benda itu diperoleh selama
dalam masa perkawinan sesuai Pasal 35 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, maka harta yang diperoleh tersebut merupakan harta
bersama, dan dibagi dua antara suami dan istri. Berdasarkan putusan perkara Nomor : 278Pdt.G2012PA.Rks. yang
menyatakan pembagian harta bersama antara Penggugat dengan Tergugat dengan pembagian sama rata 50:50, penulis menyimpulkan bahwa hakim
telah mempertimbangkan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pembagian harta bersam yang diputuskan oleh hakim sesuai
dengan ketentuan pasal 97 Kompilasi Hukum Islam.
93