Pengertian Pencatatan Perkawinan Pengertian dan Tujuan Pencatatan Perkawinan

dapat dilihat pada Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan. Peraturan ini merupakan turunan dari UU Perkawinan, dimana dalam pasal 2 ayat 2 undang-undang tersebut menentukan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatatkan. Peraturan menteri agama di muka tidak menjelaskan secara rinci tentang pengertian pencatatan perkawinan. Namun bila ditelaah peraturan tersebut menentukan bagaimana tahapan-tahapan agar suatu perkawinan dicatatatkan. Proses pelaksanaan pencatatatan ini sudah dikemukakan sebagaimana di atas namun dipandang perlu untuk diuraikan sebagaimana berikut agar tidak mendapatkan kesimpulan yang ambigu. Dalam pasal 5 Peraturan Menteri Agama di atas, dijelaskan bahwa pemberitahuan kehendak nikah disampaikan kepada Pegawai Pencatat Nikah PPN di wilayah kecamatan calon istri tinggal. Pemberitahuan kehendak nikah tersebut disampaikan secara tertulis dengan mengisi Formulir Pemberitahuan dan dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan yang sudah ditentukan. 23 Setelah menerima pemberitahuan kehendak nikah PPN memeriksa para pihak terkait yaitu calon suami, calon istri dan wali nikah, tentang ada atau tidak adanya halangan untuk menikah menurut hukum Islam hukum 23 Pasal 5 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan. munakahat, menurut UU Perkawinan, 24 dan kelengkapan persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan dalam Peraturan Menteri Agama di atas. 25 Halangan pernikahan dalam hukum Islam misalnya dikategorikan pada dua yaitu mahram muabbad dan mahram ghairu muabbad. haram muabbad dilarang selamanya misalnya seorang laki-laki atau perempuan dilarang melakukan perkawinan disebabkan adanya hubungan kekerabatan, karena adanya hubungan perkawinan, dan karena hubungan persusuan. Sedangkan haram ghairu muabbad dilarang untuk sementara waktu misalnya karena mengawini dua orang saudara dalam satu masa, poligami di luar batas, karena ikatan perkawinan, karena talak tiga, karena ihram, karena perzinaan dan karena beda agama. 26 Adapun halangan perkawinan karena melanggar peraturan perundang- undangan tentang perkawinan dapat dilihat pada pasal 8 UUP: 27 Perkawinan dilarang antar dua orang yang: a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke atas; b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya; c. Hubungan semenda yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibubapak tiri; d. Berhubungan susuan yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibipaman susuan; 24 Abdurrahman, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan tentang Perkawinan, Jakarta: Akademika Pressindo, 1986, h. 128 25 Pasal 9 ayat 1 Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan. 26 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 110 - 133 27 Abdurrahman, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan tentang Perkawinan, h. 67 e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami bersitri lebih dari soerang; f. Yang mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin. Sedangkan pemeriksaan pernikahan karena khawatir akan melanggar ketentuan persyaratan sebagai diatur dalam Peraturan Menteri Agama tersebut adalah sebagaimana berikut, yaitu: a. Surat keterangan untuk nikah dari kepala desalurah atau nama lainnya; b. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir, atau surat keterangan asal usul calon mempelai dari kepala desalurah atau nama lainnya; c. Persetujuan kedua calon mempelai; d. Surat keterangan tentang orang tua ibu dan ayah dari kepala desapejabat setingkat; e. Izin tertulis orang tua atau wali bagi calon mempelai belum mencapai usia 21 tahun; f. Izin dari pengadilan, dalam hal kedua orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud huruf e di atas tidak ada; g. Dispensasi dari pengadilan bagi calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi calon isteri yang belum mencapai umur 16 tahun; h. Surat izin dari atasannyakesatuannya jika calon mempelai anggota TNIPOLRI; i. Putusan pengadilan berupa izin bagi suami yang hendak beristeri lebih dari seorang; j. kutipan buku pendaftaran talakbuku pendaftaran cerai bagi mereka yang perceraiannya terjadi sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama; k. Akta kematian atau surat keterangan kematian suamiisteri dibuat oleh kepala desalurah atau pejabat setingkat bagi jandaduda; l. Izin untuk menikah dari kedutaankantor perwakilan negara bagi warga negara asing. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian ditulis dalam Berita Acara Pemeriksaan Nikah, ditandatangani oleh PPN atau petugas, calon istri, calon suami dan wali nikah oleh PPN. Apabila calon suami, calon istri, danatau wali nikah tidak dapat membacamenulis maka penandatanganan dapat diganti dengan cap jempol tangan kiri. Hasil pemeriksaan ini kemudian dibuat dalam dua rangkap, helai pertama beserta surat-surat yang diperlukan disampaikan kepada KUA dan helai kedua disimpan oleh petugas pemeriksa yang bersangkutan. 28 Dalam pasal 11 Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 dijelaskan bahwa calon suami istri dapat mengadakan perjanjian sepanjang 28 Pasal 9 ayat 2, 3, dan 4 Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan. tidak bertentangan dengan hukum Islam. Perjanjian tersebut dibuat empat rangkap di atas kertas bermaterai menurut peraturan yang berlaku. jika perjanjiannya berupa ta’lik talak, maka perjanjian tersebut baru dianggap sah kalau perjanjian itu diucapkan dan ditandatangani oleh suami setelah akad nikah dilangsungkan. Setelah segala persyaratan atau ketentuan dipenuhi dalam pemerikasaan nikah, PPN mengumumkan pemberitahuan kehendak nikah itu. Pengumuman tersebut dilakukan pada tempat tertentu di KUA kecamatan atau di tempat lainnya yang mudah diketahui oleh umum di desa tempat tinggal masing- masing calon mempelai. Pengumuman ini dilakukan selama 10 sepuluh hari sejak ditempelkan. 29 Dalam masa pengumuman tersebut, pernikahan dapat dicegah apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan pernihakan. Pencegahan ini dilakukan oleh pihak keluarga garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah, wali nikah, wali, pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama dalam daerah hukum dimana pernikahan akan dilangsungkan.. Setelah masa pengumuman kehendak nikah selesai maka akad nikah sudah dapat dilangsungkan. Namun, terdapat pengecualian terhadap jangka 29 Pasal 13 Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan. waktu tersebut yakni dikarenakan suatu alasan yang penting, dengan rekomendasi camat di wilayah yang bersangkutan. 30 Akad nikah dilangsungkan di hadapan PPN atau Penghulu dan Pembantu PPN yang mewilayahi tempat tinggal calon istri. Jika tidak memungkinkan, maka calon mempelai atau walinya harus memberitahukan kepada PPN yang mewilayahi tempat tinggal calon istri untuk mendapatkan surat rekomendasi nikah. 31 Akad nikah yang telah dilakukan tersebut dicatat oleh PPN sebagaimana ditentukan dalam pasal 26 Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2007. Akta nikah ditandatangani oleh suami, istri, wali nikah, saksi-saksi dan PPN. Akta tersebut dibuat dua, masing-masing disimpan di KUA dan PPN. Setelah itu pernikahan dilaporkan kepada kantor administrasi kependudukan di wilayah tempat pelaksanaan akan dikah. 32 Setelah itu, kepada suami dan istri diberikan buku nikah. Buku nikah ini harus ditandatangani oleh PPN. Bila tidak ditandatangani, maka kedudukan buku nikah menjadi tidak sah. 33

2. Tujuan Pencatatan Perkawinan

Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui peraturan perundang-undangan untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan dan khususnya bagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga. 30 Pasal 16 Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan. 31 Pasal 17 Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan. 32 Pasal 26 Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan. 33 Pasal 27 Peraturan Menteri Agama Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pencatatan Perkawinan. Melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan oleh akta nikah apabila terjadi perselisihan di antara suami istri maka salah satu diantaranya dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak masing-masing. Karena dengan akta tersebut, suami istri memiliki bukti autentik atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan. 34 Pencatatan perkawinan juga berfungsi sebagai “pengatur” lalu lintas praktik poligami yang sering dilakukan secara diam-diam oleh pihak-pihak tertentu yang hanya menjadikan perkawinan di bawah tangan tanpa pencatatan sebagai alat poligami atau berpoligami. Setiap pasangan yang akan kawin di KUA Kantor Urusan Agama atau KCS Kantor Catatan Sipil harus melalui mekanisme sebagaimana yang telah dikemukan di atas. 35

C. Pencatatan Perkawinan dalam Hukum Islam

Dalam Islam, perkawinan disyariatkan berdasarkan al-Quran, as-Sunnah dan ijma’. 36 Islam sangat menganjurkan perkawinan dalam rangka mewujudkan keluarga SAMARA sakinah mawadah warahmah. Perkawinan merupakan satu- satunya sarana untuk melahirkan generasi “generasi yang baik dzurriyah tayyibah ”. Dalam satu riwayat hadis, nabi menegaskan bahwa pernikahan merupakan salah satu sunnah yang dianjurkan. Hadis tersebut berbunyi sebagai berikut: 34 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonsia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, h.107. 35 Happy Susanto, Nikah Siri Apa Untungnya?, Jakarta: Visimedia, 2007, h.57. 36 Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, Jakarta: eLSAS, 2008, h.4. ل هنَعَو لَ اَق : لَ ََ ل و سَر لهََّا ىص ه هيحع مسو ل ر مْأَي لَءاَبل ها لهة , ىََْيَو لهنَع لهلُتَبَتلا اًي ََ اًديهد َش , ل و قَيَو : او جَوَزَت لَدو دَولَا لَدو لَولَا ل هن ِ ا ل رهث ََ م ل كهب لَءاَيهبنََْا لَوَي لهةَماَيهقلَا ل هاَوَر ل دََْأ , ل هَةَ َََو ل نبها لَ اَبهح Artinya: Anas Ibnu Malik Radliyallaahu anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda: Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat. Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. Perkawinan dalam Islam mempunyai hikmah dan manfaat yang sangat besar, baik bagi kehidupan indvidu, keluarga, masyarakat, bahkan agama, bangsa dan negara serta kelangsungan umat manusia. Hikmah dan manfaat tersebut dapat terlihat dalam beberapa hal, misalnya secara fitrah manusia ingin menyalurkan syahwatnya secara manusiawi dan sya r’i, ingin hidup tentram dengan adanya cinta dan kasih sayang di antara sesama dan lain sebagainya. 37 Dalam Al-Qur ’an terdapat lebih kurang 70 ayat yang berbicara tentang perkawinan, 38 pada umumnya bersifat muhkamaat bersifat tidak memerlukan interpretasi. Begitu pula hadis-hadis Nabi yang berisi tentang ketentuan- ketentuan hukum perkawinan pada umumnya bersifat jelas dan pasti. Walaupun ketentuan hukum perkawinan diatur secara jelas dan rinci di dalam Al- Quran dan sunnah Nabi, akan tetapi kita tidak bisa menemukan ketentuan- ketentuan 37 Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, h.4-42. 38 Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: eLSAS, 2008, h.8.