Tujuan Pencatatan Perkawinan Pengertian dan Tujuan Pencatatan Perkawinan

ل هنَعَو لَ اَق : لَ ََ ل و سَر لهََّا ىص ه هيحع مسو ل ر مْأَي لَءاَبل ها لهة , ىََْيَو لهنَع لهلُتَبَتلا اًي ََ اًديهد َش , ل و قَيَو : او جَوَزَت لَدو دَولَا لَدو لَولَا ل هن ِ ا ل رهث ََ م ل كهب لَءاَيهبنََْا لَوَي لهةَماَيهقلَا ل هاَوَر ل دََْأ , ل هَةَ َََو ل نبها لَ اَبهح Artinya: Anas Ibnu Malik Radliyallaahu anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan kami berkeluarga dan sangat melarang kami membujang. Beliau bersabda: Nikahilah perempuan yang subur dan penyayang, sebab dengan jumlahmu yang banyak aku akan berbangga di hadapan para Nabi pada hari kiamat. Riwayat Ahmad. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. Perkawinan dalam Islam mempunyai hikmah dan manfaat yang sangat besar, baik bagi kehidupan indvidu, keluarga, masyarakat, bahkan agama, bangsa dan negara serta kelangsungan umat manusia. Hikmah dan manfaat tersebut dapat terlihat dalam beberapa hal, misalnya secara fitrah manusia ingin menyalurkan syahwatnya secara manusiawi dan sya r’i, ingin hidup tentram dengan adanya cinta dan kasih sayang di antara sesama dan lain sebagainya. 37 Dalam Al-Qur ’an terdapat lebih kurang 70 ayat yang berbicara tentang perkawinan, 38 pada umumnya bersifat muhkamaat bersifat tidak memerlukan interpretasi. Begitu pula hadis-hadis Nabi yang berisi tentang ketentuan- ketentuan hukum perkawinan pada umumnya bersifat jelas dan pasti. Walaupun ketentuan hukum perkawinan diatur secara jelas dan rinci di dalam Al- Quran dan sunnah Nabi, akan tetapi kita tidak bisa menemukan ketentuan- ketentuan 37 Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, h.4-42. 38 Ma’ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: eLSAS, 2008, h.8. hukum yang mengatur tentang pencatatan perkawinan di dalam kedua sumber utama hukum Islam tersebut, bahkan dalam kitab-kitab fiqh klasik yang pada umumnya dikarang oleh mujtahid-mujtahid yang datang kemudian setelah periode sahabat dan tabi’in, juga tidak ditemukan pembahasan yang berkaitan dengan ketentuan hukum tentang pencatatan perkawinan. Hal ini mengambarkan, seakan pembahasan mengenai pencatatan perkawinan merupakan aspek yang terlupakan dalam pembahasan di kitab-kitab fiqh klasik, bahkan dalam kitab- kitab fiqh yang datang kemudian. 39 Hal tersebut mengindikasikan, bahwa pencatatan perkawinan tidak begitu mendapat perhatian dalam hukum Islam, walaupun ada ayat dalam Al- Qur’an yang menganjurkan untuk mencatat segala bentuk transaksi muamalah. Utang piutang misalanya, dalam surat Al-Baqarah ayat 282 menyebutkan bahwa apabila kita bermuamalah melakukan hubungan keperdataan tidak secara tunai untuk waktu yang tidak ditentukan hendaklah kita menuliskannya atau mencatatkannya. Mengenai pencatatan perkawinan yang tidak begitu mendapat perhatian dalam hukum Islam, mungkin dapat dikemukakan beberapa analisis. Pertama, adanya larangan menulis sesuatu selain Al- Qur’an yang mengakibatkan budaya tulis menulis tidak begitu berkembang dibandingkan budaya hafalan oral; kedua, lanjutan dari yang pertama, akibat dilarangnya menulis selain Al- Qur’an 39 M. Yusar, Makalah, Pencatatan Perkawinan: Sebuah Tinjauan Yuridis Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974