Asas-asas Perkawinan Pengertian, Tujuan, dan Prinsip Perkawinan
Ketentuan kedudukan suami lebih tinggi dari istri bukan berarti bahwa suami berkuasa atas istri. Kelebihan suami atas istri dalam rumah tangga,
karena suami adalah pemimpin rumah tangga. Mahmoud Syalthout mengatakan bahwa kelebihan laki-laki atas perempuan sama halnya
dengan kelebihan salah satu anggota badan, yang satu melebihi yang lainnya.
Selain itu, terdapat pula prinsip-prinsip perkawinan dalam UU Nomor 1 Tahun 1974. Prinsip-prinsip ini ditetapkan demi menjamin terciptanya cita-cita
luhur dari perkawinan itu sendiri. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
18
1. Asas sukarela:
Pasal 6 ayat 1 UU Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Mengingat bahwa
perakwinan mempunyai maksud agar supaya suami istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia. Oleh sebab itu, perkawinan
tidak ada paksaan dari pihak manapun. 2.
Partisipasi keluarga; Dalam suatu perkawinan, partisipasi keluarga sangat diperlukan,
walaupun anak yang hendak kawin dipandang telah dewasa, sebab perkawinan adalah peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Di
18
Arso Sosroatmodjo, dkk, Hukum Perkawinan di Indonesia, h.35.
samping itu, prinsip ini sejalan dengan rukun dan syarat perkawinan dalam ajaran Islam.
3. Perceraian dipersulit;
Perceraian merupakan suatu yang amat tidak disenangi baik istri maupun suami. Mudahnya terjadinya perceraian akan menimbulkan kerugian bagi
kedua belah pihat terutama anak-anak. Oleh sebab itu, UU ini menentukan bahwa untuk memungkinkan perceraian harus ada alasan-
alasan tertentu serta harus dilakukan di depan sidang Pengadilan. 4.
Poligami dibatasi secara ketat; Dalam Islam seorang suami dibolehkan untuk ber-poligami, begitu pula
dalam UU Perkawinan namun harus dengan memenuhi syarat tertentu dan diputus oleh pengadilan. Walaupun UU ini menentukan perkawinan
adalah monogami suami tidak memiliki istri lebih dari satu, poligami tetap dibolehkan dengan syarat. Di mana syarat-syarat yang dimaksud
dapat dilihat pada pasal 4 empat dan 5 lima UU No. 11974.
19
5. Kematangan calon mempelai;
UU Perkawinan menganut prinsip bahwa calon suami istri harus telah matang jasmani dan rohaninya untuk melangsungkan perkawinan, agar
19
Pada pasal 4 disebutkan bahwa syarat poligami ialah mengajukan permohonan poligami kepada Pengadilan. Dalam hal ini Pengadilan dapat memberikan izin dengan alasan: 1 Istri tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri; 2 Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; dan 3 Istri tidak dapat melahirkan keturunan. Dan dalam pasal 5 menyebutkan
bahwa untuk dapat mengajukan permohonan poligami, maka harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a Adanya persetujuan dari istriistri; b Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin
keperluan-keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka; dan c Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka.
supaya dapat memenuhi tujuan luhur dari perkawinan dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Oleh karena itu harus dicegah adanya
perkawinan anak-anak di bawah umur. Sebab perkawinan dibawah umur bagi perempuan, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi.
Ketentuan ini dapat ditemukan dalam pasal 7 UU Perkawinan.
20
6. Memperbaiki derajat kaum perempuan;
Perempuan adalah merupakan jenis manusia yang paling banyak memerlukan perlindungan. Pada masa-masa yang lalu, di kala laki-laki
mempergunakan hak cerai secara semena-mena, maka perempuanlah yang paling banyak mengalami penderitaan. Oleh sebab itu, maka UU
Perkawinan ini harus ditaati dengan kata lain melaksanakan segala ketentuan norma yang ada.