Pengertian dan Hukum Perkawinan Dibawah Umur

Sekalipun dalam hukum positif Indonesia telah menetapkan batas minimum usia perkawinan, namun disisi lain juga diatur Undang-undang mengenai dispensasi nikah. Dalam pasal 7 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 bahwasannya seseorang yang belum cukup umur untuk melangsungkan pernikahan jika tidak terpenuhi maka tidak dapat melagsungkan pernikahan. Akan tetapi dalam pasal 2 dijelaskan lebih lanjut bahwasannya: “dalam hal penyimpangan terhadap ayat 1 pasal ini dapat diminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita”. Adapun ketentuan landasan dispensasi nikah bagi bagi calon mempelai yang belum mencapai usia 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan adalah pasal 7 ayat 1 sampai 3 UU No. 1 Tahun 19874 tentang Perkawinan. 8

B. Perkawinan Bawah Tangan dan Urgensi Pencatatan Nikah

Perkawinan bawah tangan atau biasa dikenal dengan nikah sirri menurut hukum Islam adalah sah apabila memenuhi semua rukun dan syarat sahnya perkawinan meskipun perkawinan tersebut tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Dalam beberapa hadis disebutkan tentang larangan orang menikah secara sembuyi-sembunyi illegal. Seperi hadis yang berbunyi: “janganlah kalian melacur dan melakukan pernikahan sirri”. 9 8 Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, dan Hukum Perwakafan, Bandung: Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008, Cet. Ke-II, h. 82-83 9 Sunan at-Tirmidzi, Kitab An-Nikah, hadis No 1008, Hadis tersebut menunjukkan tentang keharusan melakukan publikasi terhadap peristiwa suci tersebut. Karena pada hakikatnya perkawinan adalah hal mulia yang patut di I’lankan. Seperti hanya hadis Nabi yang Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda : ف ذن تا و ٍ◌ ه ع ا ٌ◌ ت ش ض ا ً◌ ،ذ ج ا س ً◌ نا فً◌ ٌهه ع جا ً◌ حا ك نﺎﻧ ٌانه ع ا Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid, dan pukullah rebana untuk mengumumkannya. HR Tirmidzi, Ibnu Majah . Kemudian dalam konteks ini, dijumpai pula sebuah pernyataan sahabat Umar bin Khattab yang tidak mengakui keabsahan suatu perkawinan yang dihadiri oleh satu orang saksi saja. 10 Atsar ini menujukkan bahwa perkawinan merupakan peristiwa penting dan sakral secara privacy sekaligus membutuhkan pengakuan publik karena pada gilirannya nanti akan bersinggungan dengan persoalan-persoalan publik. Menurut agama Islam, adanya penentuan terhadap sah atau tidaknya perkawinan bawah tangan sangat tergantung kepada sejauh mana rukun dan syarat sah perkawinan tersebut dapat terpenuhi. Apabila semua rukun dan syarat nikah ini dipenuhi ketika perkawinan bawah tangan tersebut digelar, maka perkawinan tersebut dapat dikatakan sah menurut agama Islam. Meskipun demikian pencatatan perkawinan dan aktanya, merupakan perkara yang penting dalam Hukum Perkawinan Islam. Hal ini didasari oleh firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 282: ب ٌأ ل َ◌ ً◌ ﺬﻟ عن ٱت ة تا ك ى كن ٍ◌ ت ة تك ٍ◌ ن ً◌ ٌهﺖﺛ كٱ ف ى ً◌ س ي م ج أ ى نإ ٍ◌ ٌ◌ ذت ىت ن ٌ◌ ذا ت ار إ ا ٌ◌ ني اء ٍ◌ ٌ◌ زن ٱ اي ٌ◌ أ ٌ◌ ا ٍ◌ ش ون ي س خ ث ٌ◌ ل َ◌ ً◌ ۥو ت س لل ٱ ق ت ٍ◌ ن ً◌ ق ح نٱ و ٍ◌ ه ع ي زن ٱ م ه ٍ◌ً◌ ن ً◌ ة تك ٍ◌ هف لل ٱ و ً◌ ه ع ا ً◌ ك ة تك ٌ◌ ٌ◌ أ ة تا ك 10 Malik bin Anas, AlMuwaththa’, Kitab al-Nikah, Hadis No. 982 ﺬﻟ عن ٱت ۥو ٍ◌ ن ً◌ م ه ٍ◌ً◌ هف ىٌ◌ م ً◌ ٌ◌ ٌ◌ أ ع ٍ◌ ط ت س ٌ◌ َل أً◌ اف ٍ◌ ع ض أً◌ اي ٍ◌ ف س ق ح نٱ و ٍ◌ ه ع ي زن ٱ ٌ◌ اك ٌ◌ إف ى كن ا ج س ٍ◌ ي ٍ◌ ٌ◌ ذ يٍ◌ ش ا ً◌ ذ ي ش ت س ٱ ً◌ Artinya: Wahai orang-orang yang beriman apabila kamu melakukan utang- piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak umtuk menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah,Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikitpun dari padanya. Jika yang berhutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah keadaannya, atau tidak mampu mendiktekan sendiri, maka hendaknya walinya mendiktekan dengan benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki diantara kamu. Q.S al-Baqarah2:282. Para fuqaha dahulu tidak ada yang menjadikan dasar pertimbangan dalam perkawinan mengenai pencatatan dan aktanya, sehingga mereka menganggap bahwa hal itu tidak penting. Namun, bila diperhatikan perkembangan ilmu hukum saat ini pencatatan perkawinan dan aktanya mempunyai kemashlahatan serta sejalan dengan kaidah fiqh yang mengungkapkan: ح نا ص ً◌ ﺎﻧ ﺞھة ى ه ع وذ قي ﺎﺳذ ف ً◌ ﺎﻧ ا س د Artinya: “menolak kemudharatan itu lebih diutamakan dari pada mendatangkan kemashlahatan.” Dan juga kaidah: ة ﮫﺣ ص ً◌ نات ط ٌ◌ ني ة ٍ◌ ع شن ا ى ﻊھ ﻞﯾاو َ◌ ا ف ش ص ت Artinya: “Suatu tindakan peraturan pemerintah berintikan terjaminnya kepentingan dan kemashlahatan masyarakat”. 11 Dengan demikian, pelaksanaan peraturan pemerintah yang mengatur tentang pencatatan dan pembuktian perkawinan dengan akta nikah merupakan 11 As Suyuti. al Asybah wa An-Nadhair. Bierut: Dar al Kutub al Ilmiyah. 1993 Cet. Pertama, h. 121 tuntutan dari perkembangan hukum dalam mewujudkan kemashlahatan umum mashlahat mursalah di Negara Republik Indonesia. Pemikiran itu didasari oleh metodologis asas yang kuat, yaitu qiyas dari ayat al-Quran yang berkaitan dengan muamalah Surat Al-Baqarah ayat 282 dan maslahat mursalah dari perwujudan kemaslahatan. 12 Ayat diatas dikenal oleh para ulama dengan ayat mudayanah ayat utang piyutang. Ayat ini berisi tentang penulisan utang-piutang dan mempersaksikannya di hadapan pihak ketiga yang dipercaya atau notaris, didalamnya juga ditekankan pentingnya menulis utang walaupun sedikit, disertai dengan jumlah dan ketepatan waktunya. 13 Mengenai ayat ini, ulama berbeda pendapat tentang hukum pencatatan tersebut. Sebagian ulama mengatakan bahwa pencatatan tersebut hukumnya tidak wajib karena hanya bersifat ajuran. Hal ini menurut Quraish Shihab berdasarkan praktek para sahabat Nabi ketika itu, keadaan kaum muslimin ketika turunnya ayat ini belum banyak yang memiliki kepandaian tulis menulis, maka jika perintah tersebut bersifat wajib tentunya akan sangat memberatkan masyarakat muslim pada saat itu. Namun demikian ayat ini mengisyaratkan pentingnya belajar tulis menulis, karena dalam hidup seseorang dapat mengalami kebutuhan pinjam dan meminjamkan. Hal ini diisyaratkan dengan penggunaan kata ا ار apabila yang terdapat pada awal penggalan ayat ini, yang lazim digunakan untuk kepastian akan terjadinya 12 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesi , Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h. 30 13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Jakarta: Lentera Hati, 2002, Cet. Ke-1, h.562-563.