Perkawinan di bawah tangan dan solusi hukumnya di Indonesia dan Malaysia
PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN SOLUSI
HUKUMNYA DI INDONESIA DAN MALAYSIA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
MIFTAHUL ROHMAH 107043202326
K O N S E N T R A S I P E R B A N D I N G A N H U K U M
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUMFAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
(2)
(3)
(4)
iv Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Syariah (S,Sy) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 25 Syawal 1432 H 26 September 2011 M
MIFTAHUL ROHMAH
(5)
v ABSTRAK
MIFTAHUL ROHMAH, NIM 107043202326. Perkawinan di Bawah Tangan dan
Solusi Hukumnya di Indonesia dan Malaysia. Program Studi Perbandingan Madzhab
dan Hukum (PMH), Konsentrasi Perbandingan Hukum (PH), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1432 H / 2011 M. Di bimbing oleh Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si (197412132003121002) beserta Ibu Hotnida Nasution, M.Ag. MA (197106301997032002).
Isi: xiii + 84 halaman + 8 lampiran, 28 literatur (1974-2010).
Penelitian ini untuk menganalisis hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia, yang bertujuan untuk mengetahui Konsekuensi dan Solusi perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun sumber data yang didapat melalui data primer dan data skunder dengan pengumpulan data melalui studi pustaka (Librari reasearch), sedangkan analisis data dilakukan analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah upaya yang dilakukan secara bersamaan dengan pengumpulan data, memilah-memilihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang dapat dibaca dan diinterprestasikan atau mudah dipahami dan diinformasikan kepada orang lain. Dengan teknik ini penulis berusaha untuk mengkualifikasikan data-data yang telah diperoleh dan disusun kemudian dideskripsikan.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa konsekuensi pernikahan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia adalah tidak dicatat oleh petugas pencata perkawinan dan tidak memiliki akta nikah. Solusinya adalah mengajukan permohonan isbat nikah ke pengadilan. Pengadilan Agama untuk Indonesia, Mahkamah Syariah untuk Malaysia .
(6)
vi
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang pantas diucapkan melainkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya yang senantiasa berlimpah kepada penulis, sehingga penulis diberikan kemampuan, kekuatan serta ketabahan hati dalam menyelesaikan skripsi ini yang merupakan salah satu persyaratan untuk menyelasaikan masa kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat serta salam tidak lupa penulis curahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, suri tauladan kita dalam setiap aktivitas kehidupan.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya, penulis juga mengharapkan segala bentuk masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun dalam menyempurnakan skripsi ini, mengingat kemampuan penulis yang masih terbatas dan terdapat banyak kekurangan– kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, baik secara moril maupun materil, oleh karena itu dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
(7)
vii
2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak H. Muhammad Taufiki M.Ag, selaku ketua Prodi Perbandingan Madzhab dan Hukum beserta bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, sekretaris Prodi Perbandingan Madzhab dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, dan Ibu Hotnida Nasution, MA, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan-arahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah ikhlas mendidik dan berbagi Ilmu dengan penulis selama perkuliahan.
6. Segenap para pemimpin beserta Staf perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitasnya.
7. Bapak Abdul Aziz Bin Josoh yang telah membantu memberikan Informasi yang dibutuhkan penulis tentang malaysia
8. Kepada kedua orang tua yang penulis sangat hormati dan cintai, penulis persembahkan skripsi ini kepada Ayahanda H. Sabli Halimi, S.Ag, dan Ibunda Hj. Arifah Suma, yang telah membimbing dan mendidik. Atas dukungan moril, materil, kesabaran, perhatian, keikhlasan serta kasih dan sayang yang tiada habis-habisnya diiringi untaian do’a yang tiada henti-hentinya siang dan malam kepada
(8)
viii
9. Kakak-kakaku tersayang Muhimatun Nubuah, S.Pdi, M.Si, Ahmad Saikhu, SE, Radiatul Hasanah dan Pamanku Ahmad Sujai Suma, S.Ag yang telah memberikan dukungan semangat dan sekaligus menjadi motivator penulis dalam proses penulisan skripsi ini serta adik-adiku Mawadata warohmaniah, Juhratul Uyun Dan Muhammad Irfan Al-Farizi dan seluruh keluarga besar yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu. Terimakasih untuk semua perhatian dan kasih sayangnya. 10.Untuk teman terdekatku Gilang Andi Barata, Siti Muthia yang dengan ikhlas
selalu ada dan memberikan motivasi dan dukungannya, thank’s “cha endut” serta Ade Yani Suryani, Fitriah, Nurlelah, yang selalu ada buat ku berbagi keluh kesah dan sahabat kosanku Desi Norma Yunita, Nurlaelatul Afifah, Siti Muthia Andini, Mariam Martiningsih dan Ainun. yang selalu bersama satu atap susah senang bersanma di Al-Barkah 1 falmboyan 3 atas.
11.Teman-teman seperjuanganku jurusan PH (Perbandingan Hukum) angkatan 2007, Hilman, Mucibi, Risnu, Farid, Novel, Fakih, Mujib, Vitoy, Helmi, Fikri, Dede, Salim, Miranda, Lulu, Musrifah, Ratri, Viah yang banyak memberikan sumbang saran, semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Tidak mengurangi rasa terima kasih kepada teman-teman kks 09, 2010 desa Cibodas Rumpin Bogor.
12.Terima kasih juga kepada bang Juri yang telah membantu penulis dalam memperbaiki dan mengedit data penulis skripsi ini.
(9)
ix
Demikian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga selesainya skripsi ini, semoga segala bantuan tersebut diterima sebagai amal baik dan memperoleh balasan pahala yang berlimpah ganda dari Allah SWT, (Amin) maka akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, 25 Syawal 1432 H 26 September 2011 M
(10)
x
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7
D. Riview Studi Terdahulu ... 8
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan... 9
F. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN BAWAH TANGAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan di Bawah Tangan ... 14
B. Hukum Positif Perkawinan di Indonesia ... 30
C. Pencatatan Perkawinan ... 32
(11)
xi
BAB III MASALAH HUKUM PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DI
MALAYSIA
A. Hukum Positif Perkawinan di Malaysia ... 37 B. Pencatatan Perkawinan ... 45 C. Konsekuensi Hukum ... 47 BAB IV PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN MENURUT ENAKMEN
UNDANG KELUARGA ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974
A. Persamaan Hukum Perkawinan Indonesia dengan Malaysia ... 51 B. Perbedaan Solusi Hukum Perkawinan di Bawah Tangan di
Indonesia dan Malaysia ... 52
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 71 DAFTAR PUSTAKA ... 72 LAMPIRAN
(12)
1 A. Latar Belakang Masalah
Nikah dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum dan mempunyai kekuatan hukum positif, jika nikah tersebut dilakukan menurut ketentuan hukum yang berlaku secara positif seperti yang diatur dalam UU No.1 Tahun 1974 dan PP No.9 Tahun 1975 serta UU Islam 1974. Sebagai suatu perbuatan hukum perkawinan mempunyai akibat hukum baik bagi suami istri maupun anak yang lahir dalam perkawinan atau akibat dari perkawinan tersebut. Seperti penyelesaian harta bersama, pengasuhan anak, memikul biaya pendidikan anak bila bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhi, penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri, sah atau tidak seorang anak, pencabutan kekuasaan orang tua, asal usul anak, termasuk mengenai kewarisan.
Pasal 1 UU No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.1 Selain itu juga perkawinan merupakan salah satu kebutuhan rohani dan jasmani yang sudah menjadi kodrat alam, bahwa
1
Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet.40, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009),
(13)
2
dua manusia dengan jenis yang berlainan di sunatkan untuk menikah sesuai dengan ketentuan Allah SWT yang antara lain tujuannya untuk melanjutkan keturunan dan tujuan-tujuan lainya2
Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surah Al-Dzariyat: 49
51
49
Artinya: ”Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu
mengingat akan kebesaran Allah” (Q.S. Al-Dzariyat/51: 49)
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa perkawinan itu merupakan sunatullah yang berlaku baik pada manusia maupun makhluk lainnya. Dengan demikian Allah menciptakan mahkluk-Nya bukan tanpa tujuan, tetapi di dalamnya terkandung rahasia yang amat dalam, supaya hidup hamba-hamba-Nya di dunia ini menjadi tentram sebagaimana dalam Firman Allah Qs.Al-Rum:21
30
21
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-nya ialah dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan di jadikan-nya diantaramu rasa kasih dan sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S. Al-Rum/30: 21)
Allah sengaja menumbuhkan rasa kasih dan sayang ke dalam hati masing-masing pasangan, supaya di antar keduanya saling melengkapi satu dengan yang
2
Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama
(14)
lain. Agar terciptanya kehidupan yang tentram dalam membina suatu rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah. Serta memberikan keturunan yang baik dan sehat secara jasmani dan rohani.3 Dari pengertian ini bahwa Islam mengatur manusia hidup berpasang-pasangan yaitu melalui jenjang perkawinan yang ketentuannya dirumuskan dalam aturan-aturan dalam hukum perkawinan.
Di samping itu juga pemerintah membuat Undang-Undang perkawinan yang mengatur sekaligus menjadi petunjuk bagi umat Islam demi kemaslahatan, kepentingan, ketertiban, keadilan dan kesejahteraan masyarakat yaitu Undang-undang No.1 Tahun 1974 di Indonesia dan Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia. Yang bertujuan mengatur tentang perkawinan yang sempurna, bahagia, kekal dan tercipta rasa kasih sayang.
Dalam Undang-undang perkawinan No.1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) dan (2), bahwa Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu. Serta tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.4 Sedangkan dalam Undang-Undang keluarga Islam Tahun 1984 mengharuskan adanya pendaftaran perkawinan atau pencatatan perkawinan5.
Dari penjelasan Undang-Undang diatas telah tegas menyebutkan bahwa perkawinan sekarang akan dianggap sah oleh hukum apabila perkawinannya itu
3
Amir Taat Nasution, Pekawinan dalam Islam, Cet.3, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994), h.1.
4
Republik Indonesia Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.1.
5
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-undangan
(15)
4
dicatat oleh pegawai pencatat nikah dan tidak ada perkawinan yang diluar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu sesuai dengan UUD 1945. Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agama dan kepercayaannya itu, sepanjang tidak bertentangan dalam Undang-Undang ini. Kemudian dalam pasal 2 ayat (2) menegaskan tiap-tiap perkawinan dicatat. 6
Tetapi pada kenyataannya dalam masyarakat kita sering terjadi perkawinan di bawah tangan. Perkawinan yang sah secara hukum Agama (apabila rukun dan syaratnya terpenuhi), namun tidak mempunyai kekuatan hukum (tidak sah dimata hukum negara). Perkawinan dengan cara inilah yang mempunyai akibat hukum dan mendapat pengakuan dan perlindungan hukum yang dibuktikan dengan akta nikah.
Akta nikah merupakan bukti otentik suatu perkawinan, ia memiliki manfaat dan maslahat yang sangat besar bagi diri dan keluarganya (istri dan anak-anaknya) untuk menolak kemungkinan dikemudian hari adanya pengingkaran atas perkawinannya atau suami istri melakukan tindakan yang menyimpang, misalnya suami tidak memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya.
Dengan adanya bukti otentik (akta nikah), maka perkawinan yang dilangsungkan oleh seseorang akan mempunyai kekuatan yuridis. Sebagaimana
6
Tentang pencatatan ini terdapat dua pendapat, menurut pendapat pertama pencatatan nikah
oleh PPN tidak merupakan syarat sahnya nikah, tetapi hanya kewajiban Administrasi saja. Pendapat
kedua pencatatan nikah oleh PPN merupakan syarat sahnya nikah, lihat Masjfuk Zuhdi, NIkah Siri,
Nikah di Bawah Tangan, Serta Status Anak menurut Hukum Islam dan Hukum Positif, Mimbar
(16)
disebutkan pada pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah.7 Dengan demikian pencatatan perkawinan adalah merupakan kewajiban bagi mereka yang akan melangsungkan perkawinannya.
Dalam Perkawinan di bawah tangan, petugas pencatat perkawinan tidak akan mencatat perkawinanya tersebut, karena dianggap menyimpang dari Undang-Undang perkawinan. Disamping itu juga kedua pasangan itu tidak akan mendapatkan surat nikah dan anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut sulit untuk mendapatkan akta kelahiran.
Melihat pentingnya pencatatan perkawinan, maka sudah seharusnya masyarakat menyadari dan melaksanakan aturan pencatatan perkawinan. Seperti yang ditetapkan dalam pasal 2 ayat (2) Undang-undang No.1 Tahun 1974.8 Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku atau bagi suami istri yang karena suatu hal perkawinannya tidak dibuktikan dengan akta nikah maka memohon isbat nikah ke Pengadilan Agama.
Oleh karena itu adanya keharusan pencatatan perkawinan bagi mereka yang ingin melangsungkannya, karena mempunyai nilai yuridis yang sangat urgen, sebagai bukti otentik bahwa mereka telah melangsungkan pernikahan dan
7
Abdurohman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Cet.2, ( Jakarta: Akademika Pressindo,
1995), h.8.
8
Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet.40, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2009),
(17)
6
membina rumah tangga. Selain itu juga sebagai alat untuk mendapatkan hak-hak masing-masing pihak sebagai suami istri.
Dengan demikian perkawinan di bawah tangan semestinya dihindari, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Akan tetapi pada kenyataannya masyarakat masih banyak yang belum sadar akan kepentingan hukum yang berlaku, khususnya mengenai perkawinan. Sehingga masih banyak masyarakat yang melakukan perkawinan di bawah tangan dan terjadinya penyimpangan-penyimpangan terhadap hukum itu sendiri.9
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang “PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN DAN SOLUSI
HUKUMNYA DI INDONESIA DAN MALAYSIA”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas perlu di batasi masalah yang akan diteliti. Sehingga pembatasan permasalahan yang akan di bahas tidak keluar dari sasaran yang hendak dicapai.
Dalam penulisan skripsi ini hanya meneliti tentang apa konsekuensi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia serta bagaimana solusinya.
9
Mr. Matimam Prodjohamidjoyo, Hukum Perkawinan Indonesia, Cet.1, (Jakarta: PT Abadi,
(18)
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan pembatasan masalah diatas maka permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apa konsekuensi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia ?
b. Bagaimana solusi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penulis diantaranya:
a. Untuk mengetahui apa konsekuensi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia
b. Untuk mengetahui bagaimana solusi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam melaksanakan penelitian ini adalah: a. Penulis
Bertambahnya wawasan dan pengetahuan dalam bidang hukum, khususnya tentang perkawinan di bawah tangan menurut hukum di Indonesia dan Malaysia
(19)
8
b. Fakultas
Memberikan sumbangan pemikiran dan menambah literatur perpustakaan mengenai perkawinan di bawah tangan menurut hukum di Indonesia dan Malaysia.
c. Jurusan
Penelitian ini juga dapat memberi sumbangan karya ilmiah dan juga sumbangan pemikiran bagi khazanah Ilmu pengetahuan dan literasi pada Fakultas Syariah dan Hukum Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Kajian (Review) Studi Terdahulu
Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka diperlukan kajian terdahulu. Berdasarkan pengamatan dan pengkajian yang telah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, maka penulis lebih memfokuskan masalah perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan malaysia mengenai konsekuensi hukum dan solusinya menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 di Indonesia dan Enakmen Undang-Undang keluarga Islam di Malaysia. Sedangkan skripsi yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas yaitu:
Pada tahun 2007, telah ditulis skripsi atas nama Subhan Zamzami (103044128049) konsentrasi peradilan Agama dengan judul ”Perkawinan di Bawah Tangan Prespektif Inpres No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Dampak Sosial Terhadap Perkawinan di
(20)
Indonesia” yang membahas tentang pernikahan di bawah tangan menurut kompilasi hukum Islam saja serta dampak sosisal terhadap perkawinan di Indonesia.
Pada tahun 2008, telah ditulis skripsi atas nama Sahfudin (204044103058) konsentrasi peradilan Agama dengan judul ”Pengaruh dan Implikasi Perkawinan di Bawah Tangan di Kelurahan Cipondoh Tanggerang” Dalam skripsi ini hanya membahas tentang banyak akibat dan pengaruhnya terhadap istri dan anak dari hasil pernikahan di bawah tangan.
E. Metode Penelitian
Untuk mengkaji permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode sebagai berikuti:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif,10 yaitu penelitian yang memuat deskripsi tentang masalah yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis. Sedangkan penelitian ini bersifat kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengkaji buku-buku, literatur-literatur yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.
10
Fahmi Muhammad Ahmadi, Jenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, Cet. 1, ( Jakarta:
(21)
10
2. Sumber Data
Adapun dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber data, sumber data primer dan sumber data sekunder yaitu:
a. Sumber Data Primer, yaitu data yang didapat dari bahan-bahan yang diperlukan dalam hai ini, yaitu Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Undang-Undang Keluarga Islam tentang perkawinan.
b. Sumber Data Sekunder, yaitu data pendukung dan pelengkap data penelitian yang diperoleh dari buku-buku. Melalui kajian pustaka, majalah, makalah, serta surat kabar yang mengandung informasi yang berkaitan dengan masalah skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka (librari research,).11Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengkaji buku-buku atau sumber-sumber yang diperlukan dalam hal ini adalah Undang-undang No.1 Tahun 1974 sebagai rujukan utama dan buku yang berjudul Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia serta literatur-literatur yang ada relevansinya dengan judul skripsi ini.
11
(22)
5. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif.12 Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan secara bersamaan dengan pengumpulan data, memilah-memilihnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang dapat dibaca dan diinterprestasikan atau mudah dipahami dan diinformasikan kepada orang lain. Dengan teknik ini penulis berusaha untuk mengkualifikasikan data-data yang telah diperoleh dan disusun kemudian dideskripsikan.
6. Teknik Penulisan Skripsi
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis menggunakan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakart, UIN Jakarta Pres, 2007 yang merupakan sandaran dari penulisan karya ilmiah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya, khususnya Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum.13
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan memperoleh gambaran yang jelas mengenai materi yang menjadi pokok penulisan skripsi ini maka penulis menjelaskan
12
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Cet. 1, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2004), h.248
13
Fakultas Syariah dan Hukum, Pedoman Penulisan Skripsi, Cet.1, (Jakarta: UIN Jakarta Pres, 2007), h. 36
(23)
12
dalam sistematika penulisan secara garis besar. Skripsi ini terdiri dari lima bab yang di bagi dalam sud bab dan setiap sub bab mempunyai pembatasan masing-masing yang akan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam bab ini, penulis menguraikan hal-hal yang terkait dengan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan
BAB II: TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN DI
BAWAH TANGAN
Dalam bab ini, penulis menguraikan dan menjelaskan tentang, pengertian perkawinan di bawah tangan, hukum positif perkawinan di Indonesia, pencatatan perkawinan dan konsekuensi hukum BAB III: MASALAH HUKUM POSITIF DI INDONESIA DAN
MALAYSIA.
Pada bab ketiga ini penulis menguraikan gambaran umum seputar tentang, hukum positif perkawinan di Malaysia, pencatatan perkawinan dan konsekuensi hukum.
BAB IV: PERKAWINAN DI BAWAH TANGAN MENURUT UNDANG- UNDANG PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 DAN ENAKMEN UNDANG-UNDANG KELUARGA ISLAM
(24)
Bab ini berisi persamaan hukum perkawinan Indonesia dengan Malaysia, perbedaan solusi hukum perkawinan di bawah tangan di Indonesia dan Malaysia.
BAB V: PENUTUP
Bab penutup ini berisikan pembahasan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam penulisan skripsi yang berisikan kesimpulan dan saran seputar persoalan yang diangkat dari awal sampai akhir pembahasan.
(25)
14
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH
TANGAN DI INDONESIA
A. Pengertian Perkawinan di Bawah Tangan 1. Pengertian Perkawinan
Menurut bahasa, perkawinan mampunyai arti mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan atau bersenggama (wath’i).1 Ada pula yang mengartikan kata Nikah atau Zawaj yang berasal dari bahasa arab berarti “berkumpul dan menindih” atau ungkapan lain bermakna “akad atau bersetubuh” yang secara syara’ berarti aqad perkawinan.2 Sedangkan dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.3
Menurut istilah hukum Islam terdapat beberapa definisi diantaranya adalah:
4
1Asrorun Ni’am Sholeh
, Fatwa-Fatwa Masalah Perkawinan dan Keluarga, Cet.2, (Jakarta:
elSAS, 2008), h.3
2
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisis Perbandingan Antar Madzhab,
Cet.1, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), h.1.
3
Dip Dikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet.3, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), h.456.
4
(26)
“Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan syara’ untuk
membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki”
Abu Yahya Zakaria Al-Anshary mendefinisikan:
َا
5
“Nikah menurut istilah Syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum
kebolehan hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang
semakna dengannya”.
Pengertian-pengertian diatas tampaknya dibuat hanya melihat dari satu segi saja, yaitu kebolehan hukum dalam hubungan antara seorang laki-laki dan wanita yang semula dilarang menjadi membolehkan. Padahal setiap perbuatan hukum itu mempunyai tujuan dan akibat ataupun pengaruhnya. Hal-hal inilah yang menjadikan perhatian manusia pada umumnya dalam kehidupannya sehari-hari, seperti terjadi perceraian, kurang adanya keseimbangan antara suami istri. Sehingga memerlukan penegasan arti perkawinan bukan saja dari segi kebolehan hubungan seksual tetapi juga dari segi tujuan dan akibat hukumnya.6
Dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 pasal (1) dan (2) bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
5
Ibid
6
(27)
16
wanita sebagai suami istri, dengan tujuan mambentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.7
Di samping definisi yang dijelaskan oleh Undang-Undang No.1 Tahun 1974 di atas, kompilasi hukum Islam di Indonesia juga memberikan definisi dan tujuan lain yang dicantumkan dalam pasal 2 dan 3 yang tidak bertentangan dengan Undang-undang perkawinan. Namun bersifat menambah penjelasan dengan rumusan sebagai berikut:’ Perkawinan menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati printah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah (pasal 2), selanjutnya tujuan perkawinan menurut kompilasi hukum Islam pasal 3 adalah mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahmah.8
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa suatu akad dalam perkawinan adalah untuk menjalankan perintah Allah juga merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan bahkan cenderung diperintahkan.
2. Dasar Hukum Perkawinan
Tentang hukum melakukan perkawinan Ulama fiqih (fuqaha) berbeda pendapat dalam menentukan kedudukan hukumnya. Secara umum ada pendapat tentang hukum nikah yakni Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah itu hukumnya sunah, golongan Zhahiriah berpendapat bahwa nikah itu wajib, para ulama Malikiahyah Mutaakhirin berpendapat bahwa
7
Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cet.1, (Jakarta: PT Pranada Paramita,
2010), h.537.
8
Abdurohman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Cet.2, (Jakarta: Akademika Pressindo,
(28)
nikah itu wajib untuk sebagian orang, sunah untuk sebagian orang lainnya dan mubah untuk sebagian orang lainnya.9
Perbedaan pendapat ini, menurut Ibnu Rusyid disebabkan adanya perbedaan apakah bentuk kalimat perintah dalam ayat dan hadis-hadis yang berkenaan dengan masalah ini harus diartikan wajib, sunah ataukah mungkin mubah sebagaimana tertera dalam surat An-Nisa:3
( ءاسنلا / 4 : 3 )Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim, bilamana kamu mengawininya, Maka kawinilah wanita-wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
(Q.S. An-Nisa/4: 3)
Dari penjelasan diatas, bahwa pernikahan itu diwajibkan bagi meraka yang sudah mampu untuk menikah, serta dibolehkan memiliki dua orang istri apabila mereka berlaku adail. Akan tetapi, diharamkan bagi mereka untuk menikahi yang ketiga apabila dia hanya mampu untuk memenuhi hak dua istri saja.
9
Ahmad Sudirman Abas, Pengantar Pernikahan Analisis Perbandingan Antar Madzhab,
(29)
18
Di Indonesia pada umumnya masyarakat memandang bahwa hukum asal melakukan perkawinan ialah mubah. Hal ini banyak dipengaruhi pendapat Ulama Syafi’iyah, terlepas dari pendapat Imam-imam mazhab berdasarkan nash-nash baik Al-Qur’an maupun As-Sunah, Islam sangat menganjurkan kaum muslimin yang mampu untuk melangsungkan perkawinan. Namun demikian dilihat dari segi kondisi orang yang melaksanakan serta tujuan melaksanakannya, maka melakukan perkawinan itu dapat dikenakan hukum wajib, sunah, haram, makruh ataupun mubah.10
1. Wajib, yaitu bagi orang yang telah mampu menikah, serta ingin menjaga jiwa dan pandangan dari perbuatan haram.
2. Sunah, yaitu bagi orang-orang yang sudah mampu untuk menikah, tetapi ia masih sanggup untuk menahan dirinya dari perbuatan haram. Dalam hal seperti ini maka nikah lebih baik dari pada hidup sendiri karena hidup sendiri tidak diajarkan oleh Islam.
3. Haram, yaitu bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu untuk melaksanakan hidup berumah tangga dan melaksanakan kewajiban lahir dan batin. Seperti memeberi nafkah, pakaian, tempat tinggal serta mencampuri istri.
4. Mubah, yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk nikah dan dorongan untuk nikah belum membahayakan dirinya.
10
(30)
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar perkawinan menurut hukum Islam pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunah dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau mafsadatnya11.
3. Rukun dan Syarat Perkawinan
Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya suatu perbuatan hukum itu. Rukun dan syarat juga mengandung arti yang sama dan harus ada kedua-duanya dalam suatu perbuatan hukum tesebut, serta tidak boleh ditinggalkan salah satu dari keduanya.12
Rukun yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) dan sesuatu itu termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Seperti membasuh muka untuk wudhu dan takbirothul ihram untuk shalat atau adanya calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan dalam perkawinan.
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu pekerjaan (ibadah) tetapi sesuatu itu tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu. Seperti menutup aurat untuk shalat atau calon pengantin laki-laki dan perempuan harus beragama Islam. Sedangkan sah yaitu suatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi rukun dan syarat.
11
Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Cet.1, (Jakarta: PT Raja Grofindo
Persada, 2009), h.11.
12
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Kencana,
(31)
20
a. Rukun Perkawinan
Rukun perkawinan adalah hakikat dari perkawinan itu sendiri, tanpa adanya salah satu rukun. Maka perkawinan tidak bisa di laksanakan karena rukun nikah merupakan bagian dari hakikat perkawinan dan wajib di penuhi pada saat berlangsungnya perkawinan,13 rukun perkawinan itu terdiri atas:
1). Adanya calon suami dan istri yang akan melakukan perkawinan. 2). Adanya wali nikah.
3). Adanya dua orang saksi yang adil.
4). Sighat akad nikah yaitu ijab dan qobul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin laki-laki.14
b. Syarat Sahnya Perkawinan
Perkawinan merupakan salah satu ibadah dan memiliki syarat-syarat sebagaimana ibadah lainnya. Syarat-syarat-syarat yang dimaksud tersirat dalam Undang-Undang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya perkawinan. Apabila
13
Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sarak, Cet.1, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.57.
14
Ali Hasan, Pedonan Hidup Rumah Tangga dalam Islam, Cet.1, (Jakarta: Siraja, 2003), h.56.
(32)
syarat-syaratnya terpenuhi, maka perkawinan itu sah dan menimbulkan adanya segala hak dan kewajiban sebagai suami istri.15
Pada garis besarnya syarat-syarat sahnya perkawinan yaitu: 1). Syarat-syarat calon mempelai pria adalah
a). Beragama Islam b). Laki-laki
c). Baligh d). Berakal e). Jelas orangnya
f). Dapat memberikan persetujuan g). Tidak terdapat halangan perkawinan 2). Syarat-syarat calon mempelai wanita adalah:
a). Beragama Islam b). Perempuan c). Jelas orangnya
d). Dapat dimintai persetujuan
e). Tidak terdapat halangan perkawinan16
Dari ketentuan di atas mengenai Syarat-syarat perkawinan juga diatur mengenai ketentuan batas umur calon mempelai. Baik dari calon mempelai laki-laki maupun calon mempelai perempuan.
15
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.12.
16
(33)
22
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Ketentuan batas umur seperti yang tercantum dalam pasal 15 ayat (1) Kompilasi hukum Islam di dasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan. Hal ini sejalan dengan penekanan Undang-Undang perkawinan, bahwa calon suami dan istri harus sudah matang jiwa dan raga agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik.17
4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan
Tujuan perkawinana menurut hukum Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia, harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin. Serta terpenuhi semua keperluan hidupnya, sehingga timbullah kebahagiaan yakni kasih sayang antara anggota keluarga.18
Tujuan perkawinan menurut perintah Allah ialah untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat. Serta terbentuknya rumah tangga yang
17
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h.13.
18
(34)
damai dan teratur.19 Dan menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 3 menjelaskan tujuan perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.20 Sedangkan menurut Imam Al- Ghazali maka tujuan perkawinan itu dapat dikembangkan menjadi lima yaitu: 1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
2. Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwat dan menumpahkan kasih sayangnya.
3. Memenuhi panggilan Agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggungjawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
5. Membangun rumah tangga yang tentram dan damai berdasarkan cinta dan kasih sayang.
Adapun hikmah yang dapat ditemukan dalam perkawinan adalah menghalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diijinkan Syara’ dan menjaga kehormatan diri dari terjatuhnya pada kerusakan seksual. Islam mengajarkan dan menganjurkan untuk menikah karena pernikahan akan berpengaruh baik bagi pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia. Adapun hikmah pernikahan adalah:
19
Idris Ramulyo, Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dari Segi
Hukum Perkawinan Islam, Cet.1, (Jakarta: Hillco, 1985), h.26.
20
(35)
24
1. Nikah adalah jalan alami yang paling baik dan sesuai untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seks dengan kawin badan jadi segar, jiwa jadi tenang.
2. Nikah jalan terbaik untuk memperbanyak keturunan, melestrarikan hidup manusia, serta memelihara keturunan yang oleh Islam sangat diperhatikan sekali.
3. Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan-perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
4. Perkawinan dapat membuahkan di antaranya, tali kekeluargaan memperteguh kelanggengan rasa cinta antara keluarga dan memperkuat hubungan masyarakat yang memang oleh Islam direstui ditopang dan ditunjang karena masyarakat yang saling menunjang lagi saling menyayangi merupakan masyarakat yang kuat lagi bahagia.21
5. Pengertian Perkawinan di Bawah Tangan
Menurut bahasa perkawinan di bawah tangan berarti perkawinan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi atau perkawinan yang dirahasiakan. Sedangkan menurut hukum, perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang bisa dinyatakan sah secara agama (apabila Syarat dan rukunya terpenuhi) namun tidak berkekuatan hukum.
21
(36)
Dalam pernikahan dibawah tangan, petugas pencatat nikah (KUA) tidak akan mencatat perkawinannya tersebut karena dianggap menyimpang dari Undang-Undang yang berlaku. 22 Akibatnya, pasangan yang menikah tidak akan mendapatkan surat nikah. Kalaupun mendapatkan surat nikah ada dua kemungkinan.
1. Surat nikah aspal ( asli tapi palsu). 2. Petugas KUA-nya berkolusi.
Sedangkan sistem hukum Indonesia tidak mengenal istilah perkawinan di bawah tangan dan semacamnya. Namun, secara sosiologis istilah ini diberikan bagi perkawinan yang tidak dicatatkan dan tidak memenuhi ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Khususnya tentang pencatatan perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat (2) yang menegaskan bahwa perkawinan harus dicatat sesuai ketentuan perundang-undang yang berlaku.23
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkawinan di bawah tangan adalah perkawinan yang sudah memenuhi syarat dan rukun dalam hukum Islam. Tetapi tidak mengikuti hukum Negara yang mengharuskan untuk dicatat.
22
Lembaga Bantuan Hukum APIK, Dampak Pernikahan Bawah Tangan Bagi Perempuan Artikel diakses pada kamis, 14 Juli 2011 dari:hpp://www.lbh-apik.or.id/fact51-bwh/20tangan.htm
23
Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet.1, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2009), h. 538.
(37)
26
1. Faktor Terjadinya Pernikahan di Bawah Tangan
Terdapat beberapa faktor yang melatar belakangi terjadinya pernikahan bawah tangan di antaranya yaitu:
a. Tidak adanya kemampuan melaksanakan perkawinana secara Syariat, karena tidak bisa menyediakan tempat tinggal, disebabkan penganguran dan tidak adanya kesempatan kerja yang layak.
b. Ikut-ikutan kelompok masyarakat yang menyimpang yang dikuasai oleh mass media yang rusak melalui alat teknologi yang canggih dan merebaknya pemikiran yang menyimpang, seperti yang disebarkan oleh telenofela, film-film dan buku-buku.24
c. Lemahnya benteng agama dan akidah serta kurangnya pembinaan keluarga untuk mengarahkan kepada akhlak yang mulia.25
d. Pemahaman yang salah terhadap kebebasan pribadi di kalangan remaja, mereka mengartikan kebebasan adalah” tidak boleh ada yang mengarahkan mereka “ meskipun untuk mengarahkan perilaku mereka atau pengontrolan, sementara dikalangan perempuan berpendapat bahwa mereka mempunyai hak yang sama dalam berbuat seperti laki-laki dalam alam kebebasan ini tanpa ada batas-batas dan nilai.
e. Tersedianya alat dan obat anti hamil tanpa adanya ketentuan-ketentuan yang jelas bagi siapa dan kapan boleh didapatkan, hingga
24
Muhammad Fu’ad Syakir, Perkawinan Terlarang, Cet.1, (Jakarta: CV Cendikia Sentra Muslim, 2002), h.55.
25
(38)
penyimpangan moral menjadi suatu perbuatan yang tidak ditakuti karena resikonya bisa dihindari.
f. Dikarenakan ikatannya dengan beberapa keluarga dan beberapa istri serta anak-anaknya, dan ia takut jika ketahuan akan menghancurkan bangunan rumah tangganya,
g. Terjadinya hubungan gelap yang mengakibatkan kehamilan
h. Serta kurangnya ekonomi yang menjadi alasan mereka melakukan pernikahan di bawah tangan.
Dilihat dari berbagai penyebab di atas hal yang perlu dianalisa kembali adalah sesungguhnya perkawinan dengan cara ini tidak memenuhi anjuran-anjuran yang diarahkan oleh Islam yang semestinya dilakukan26
2. Status Hukum Pernikahan di Bawah Tangan
Menurut hukum syariat bahwa sebuah perkawinan dipandang sah jika telah memenuhi rukun dan syarat perkawinan yang meliputi calon mempelai pria, calon mempelai wanita, wali mempelai wanita, dua orang saksi dan ijab qabul. Sedangkan menurut Undang-Undang perkawinan selain memenuhi aturan syariat pernikahan harus dicatat oleh petugas pencatat perkawinan. Jika perkawinan sudah memenuhi kedua aturan tersebut maka perkawinan itu disebut legal wedding jika tidak tercatat maka disebut illegal wedding.
26Muhammad Fu’ad Syakir,
(39)
28
Secara dogmatis, tidak ada nash dalam Al-Qur’an ataupun sunnah yang mengatur pencatatan untuk perkawinan, tetapi Al-Qur’an memberikan perhatian besar kepada pencatatan setiap transaksi utang dan jual beli. Semestinya jika dalam urusan muamalah seperti utang saja pencatatan diperintahkan, apalagi dalam perkawinan yang akan melahirkan hukum lain seperti hak pengasuhan anak, hak waris dan hak-hak lainnya.
Oleh karena itu, memenuhi aturan Agama dan aturan negara amatlah penting karena kita selain sebagai agamawan juga sebagai warga negara, sehingga perjalanan rumah tangga tidak hanya bersentuhan dengan aturan agama tetapi juga aturan negara. Dengan demikian jika kelangsungan hidup rumah tangga tidak lepas dari aturan negara dan mematuhinya maka dari itu mematuhi aturan tersebut wajib hukumnya.27 3. Dampak Pernikahan di Bawah Tangan dalam Masyarakat
Ada banyak dampak yang terjadi dalam Pernikahan di bawah tangan yaitu:
a. Terhadap Istri
Perkawinan di bawah tangan berdampak sangat merugikan bagi istri yaitu:
1). Isteri tidak dianggap sebagai isteri sah.
27
http://bimasIslam.kemenag.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=313&c
(40)
2). Isteri tidak memiliki kekuatan hukum jika terjadi perselisihan serta pembagian harta waris jika suami meninggal dunia.
3). Isteri tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perceraian, karena secara hukum pernikahan itu dianggap tidak pernah terjadi. b. Terhadap Anak
Sementara status terhadap anak dari perkawinan di bawah tangan memiliki dampak negatif bagi status anak yang dilahirkan di mata hukum. Status anak yang dilahirkan dianggap sebagai anak tidak sah.
Konsekuensinya, anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu. Artinya, si anak tidak mempunyai hubungan hukum terhadap ayahnya (pasal 100 Kompilasi Hukum Islam) di dalam akta kelahirannyapun status anak dianggap sebagai anak luar nikah. Sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkan, tentunya hal semacam ini adalah dampak yang sangat merugikan anak dan ibunya.
Ketidak jelasan status si anak di muka hukum mengakibatkan hubungan antara ayah dan anak tidak kuat. Sehingga bisa saja suatu waktu si ayah menyangkal bahwa anak tersebut adalah bukan anak kandungnya. Sehingga anak tidak berhak atas biaya kehidupan, pendidikan, nafkah dan warisan dari ayahnya.
(41)
30
B. Hukum Positif Perkawinan di Indonesia
Hukum yang berlaku saat ini di Indonesia adalah Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan berbagai peraturan pelaksanaannya. Undang-Undang tersebut merupakan hukum perkawinan bagi bangsa Indonesia yang sudah dirintis penyusunannya sejak tahun 1950.
Dalam UU No.1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa28. Kemudia tiap-tiap perkawinan dicata menurut PP No.9 Tahun 1975, yang menerangkan pencatatan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam dilakukan oleh Pegawai pencatat. Sebagaimana dimaksud dalam UU No.32 Tahun 1945 tentang pencatatn nikah, talak dan rujuk.
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 berlaku secara efektif hubungannya dengan PP No.9 Tahun 1975, PP No.10 Tahun 1983, KHI pasal 7 ayat (1) s/d (3), tentang perkawinan. Disamping itu ada Undang-Undang lain yang sangat erat kaitannya dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974, yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.29
28
Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet.40, (Jakarta: Pradnya Paramita,
2009), h.538.
29
(42)
Sejarah Terbentuknya Undang-undang Perkawinan
Pada tanggal 16 Agustus 1973, pemerintah Indonesia mengajukan RUU Perkawinan untuk dijadikan dasar hukum dalam mengatur tata cara perkawinan seluruh penduduk Indonesia. Namun sebulan sebelum diajukannya RUU timbulah reaksi keras dari kalangan umat Islam yang menilai bahwa RUU tersebut sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam, bahkan ada anggapan yang lebih keras, yang menyatakan bahwa RUU tersebut adalah upaya untuk mengkristenkan Indonesia.
Menurut Kamal Hasan, setidaknya ada 11 pasal yang dipandang bertentangan dengan ajaran Islam (fikih munakhat), yaitu pasal 2 ayat 1, pasal 3 ayat 2, pasal 7 ayat 1, Pasal 8 ayat c, Pasal 10 ayat 2, Pasal 11 ayat 2, Pasal 12, Pasal 13 ayat 1 dan 2, Pasal 37, Pasal 46 ayat c dan d, Pasal 62 ayat 2 dab 9.
Melalui lobbying-lobbying antara tokoh-tokoh Islam dengan pemerintah, akhirnya RUU tersebut diterima oleh kalangan Islam dengan mencoret pasal-pasal yang bertentangan dengan ajaran Islam. Agar pembahasanya berjalan lancar maka dicapai kesepakatan antar Fraksi PPP dan Fraksi ABRI yang isinya :
1. Hukum agama Islam dalam perkawinan tidak akan dikurangi atau di ubah. 2. Sebagai konsekuensi dari pada poin 1, maka alat-alat pelaksanaannya tidak
akan dikurangi atau di ubah. tegasnya UU No.22 Tahun 1946 dan UU No.14 Tahun 1970.
3. Hal-hal yang bertentangan dengan agama Islam dan tidak mungkin disesuaikan dengan Undang-Undang ini,dihilangkan (didrop).
(43)
32
4. Pasal 2 ayat (1) dari RUU ini disetujui untuk dirumuskan sebagai berikut : a. Ayat (1), perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan keprcayaan itu.
b. Ayat (2), tiap-tiap perkawinan wajib dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Mengenai perceraian dan poligami diusahakan ketentuan-ketentuan guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan.30
Akhirnya pasal-pasal yang menimbulkan keberatan dikalangan Islam dihapuskan. Setelah melakukan rapat yang berulang-ulang, akhirnya pada tanggal 22 Desember 1973 melalui Fraksi-fraksi DPR, RUU tersebut disetujui untuk disahkan. Pada tanggal 2 Januari 1974 RUU tentang perkawinan menjadi UU No.1 Tahun 1974 tentang Undang-Undang perkawinan oleh DPR yang selanjutnya belaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975.
C. Pencatatan Perkawinan
Pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun 1974 menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dalam bab 2 pasal 2 s/d 9 PP Nomor 9 Tahun 1975 juga menjelaskan tentang pencatatan perkawinan. Pasal 2 PP No.9 Tahun 1975 sebagai berikut:
30
http://el-ghozali-hasan.blogspot.com/2011/04/sejarah-terbentuknya-undang-undang.html, diakses pada hari kamis, 15 September 2011
(44)
1. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk.
2. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
3. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 sampai pasal 9 peraturan pemerintahan ini.
Dalam pasal-pasal diatas, disebutkan bahwa pencatatan perkawinan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (kantor urusan agama kecamatan). Sedangkan pencatat perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan dilakukan oleh pegawai pencatat di kantor catatan sipil.31
Undang-Undang No.I Tahun 1974 bukan pertama yang mengatur tentang pencatatan perkawinan bagi muslim Indonesia, sebelumnya sudah ada Undang-Undang No.22 Tahun 1946 yang mengatur tentang pencatatan nikah, talak, dan
31
Suparman Usman, Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum Perkawinan di
(45)
34
rujuk semula Undang-Undang ini hanya berlaku untuk daerah jawa dan Madura tetapi dengan lahirnya Undang-Undang No.32 Tahun 1954 yang disahkan tanggal 26 oktober 1954. Undang- Undang No.22 Tahun 1946 berlaku di seluruh Indonesia. Bahkan konon sebelum Undang-Undang No.22 Tahun 1946 sudah ada peraturan yang mengatur hal yang sama.
Tentang pencatatan perkawinan dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1946 disebutkan:
1. Perkawinan diawasi oleh pegawai pencatat nikah
2. Bagi pasangan yang melakukan perkawinan tanpa pengawasan dari pegawai pencatat nikah dikenakan hukuman karena merupakan suatu pelanggaran, lebih tegas tentang pencatatan dan tujuan pencatatan perkawinan di temukan pada penjelasannya bahwa dicatatkannya perkawinan agar dapat mendapat kepastian hukum dan ketertiban.32
Dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia disebutkan, bahwa tujuan pencatatan perkawinan yang dilakukan di hadapan pengawasan pegawai pencatat nikah adalah untuk terjaminnya ketertiban perkawinan. Sedangkan perkawinan yang dilakukan di luar pegawai pencatat nikah tidak mempunyain ketentuan hukum. Karena ketentuan hukum perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah. 33
32
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap
Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia,Cet.1, (Jakarta: INIS, 2002),
h.146.
33
(46)
D. Konsekuensi Hukum
Konsekuensi orang yang melakukan perkawinan di bawah tangan, Baik di Indonesia maupun di Malaysia adalah tidak dicatat oleh petugas pencatat perkawinan (Petugas KUA) karena dianggap sudah menyimpang dari Undang-Undang perkawinan yang berlaku. Disamping itu juga si anak tidak akan mendapatkan akte kelahiran yang menjadi bukti otentik untuk mendapatkan nafka, biaya pendidikan dan harta waris.
Undang-Undang No.22 tahun 1946 jo. Undang-Undang No.32 tahun 1945 (penjelasan pasal 1) maupun dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 (pasal 2) mengharuskan pencatatan pada tiap-tiap perkawinan.34 Kemudian dalam PP No. 9 tahun 1975 yang merupakan peraturan tentang pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 disebut bahwa perkawinan bagi penganut Islam dilakukan oleh pegawai pencatat dengan tata cara pencatatan yang dimulai dengan:
1. Pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan.
2. Pelaksanaan akad nikah dihadapan pegawai pencatat dan dihadiri oleh dua orang saksi
3. Penandatanganan akta perkawinan oleh kedua saksi, pegawai pencatat dan wali dengan penandatanganan tersebut proses perkawinan telah selesai, bagi orang yang tidak memberitahu kepada pegawai pencatat tentang kehendak melaksanaan perkawinan atau melaksanakan perkawinan tidak dihadapan pegawai pencatat,
34
Arso Sosroatmojo, Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet.1, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975),
(47)
36
termasuk perbuatan melanggar hukum yang dapat dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 7.500 ( Tujuh ribu lima ratus rupiah)35
Pasal 45 peraturan pelaksanaan memuat ancaman pidana bagi mempelai dan pegawai pencatat yang melakukan pelanggaran ketentuan-ketentuan tentang pencatatan. Mempelai diancam dengan pidana denda setingi-tingginya Rp. 7.500 apabila ia:
1. Tidak melakukan pemberitahuan untuk kawin
2. Perkawinan tidak dilaksanakan di hadapan pegawai pencatat.
Pegawai pencatat diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setingi-tingginya Rp. 7.500 apabila ia:
1. Tidak melakukan penelitian
2. Tidak memberitahukan adanya halangan perkawinan 3. Tidak menyelenggarakan pengumuman
4. Tidak menandatangani pengumuman atau
5. Melaksanakan perkawinan sebelum hari kesepuluh dari pengumuman 6. Tidak menyiapkan dan menandatangani akta perkawinan,
7. Tidak menyimpan helai pertama, tidak memberikan helai kedua kepada panitra pengadilan dan kutipan akta perkawinan kepada suami istri.
Adapun yang mengadili perkara pelanggaran ini yang menjatuhkan pidananya adalah peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Bukan peradilan dalam lingkungan Peradilan Agama, walaupun yang melakukan pelanggaran itu beragama Islam.36
35
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap
Perundang-undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, h. 149
36
(48)
37
DI MALAYSIA
A. Hukum Positif Perkawinan di Malaysia
Sebelum lahirnya Undang-Undang khusus yang mengatur tentang perkawinan dan masalah-masalah perkawinan disetiap negara Malaysia telah ditetapkan dalam Undang-Undang Agama Islam.1 Hukum yang mengatur tentang perkawinan dan hal-hal yang berkaitan dengan perkawinan dicantumkan dalam satu bab dari Undang-Undang tersebut. Seperti Undang-Undang Islam, salah satu bagiannya adalah tentang perkawinan dan hal-hal yang muncul akibat perkawinan.
Undang-Undang yang di maksud adalah sebagai berikut:
1. Enakmen (undang-undang) yang ditetapkan dalam hukum Syarak 1952, atau Undang-Undang hukum Islam No.3 Tahun 1952.
2. Undang-Undang Islam Terengganu No.4 Tahun 1955.
3. Undang-Undang Agama Pahang 1956 atau dalam Undang-Undang Agama Islam No.5 Tahun 1956.
4. Undang-Undang Islam, Negara Sembilan No.15 Tahun 1960. 5. Undang-Undang Islam, Kedah 1978.
1
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-undangan
(49)
38
6. Undang-Undang ditetapkan dalam Undang-Undang Islam, Parlis No.3 Tahun 1964.
7. Undang-Undang Islam, Perak No.11 Tahun 1965.
8. Undang-Undang Islam, Sabah 1977 atau dalam Undang-Undang Islam No.15 Tahun 1977.
9. Ordinan Majlis Islam Serawak 1977.
10.Undang-Undang Agama Islam Johor No.14 Tahun 1978.
11.Enakmen (undang-undang) Majlis Agama Islam dan adat istiadat melayu Kelantan No.1 dan 2 Tahun 1966
Sebelumnya, wilayah persekutuan menggunakan penetapan hukum Syarak Selangor 1952, kemudian diperbaharui dengan pembaharuan lain menjadi Undang-Undang hukum Syarak 1974.2 Tujuan dari pembaharuan Undang-Undang diatas adalah untuk menyatukan dan menggabungkan Undang-Undang yang ada sebelumnya.
Selangor adalah negara yang pertama melakukan usaha pembaharuan Undang dan melahirkan Undang 1952. Secara umum, Undang-Undang ini yang mengatur tentang kekuasaan dan fungsi Majlis Agama Islam, pelantikan mufti dan fatwa, pendirian Mahkamah Syariah, pelantikan kadi dan penetapan wilayah kekuasaan Mahkamah Syariah serta mengenai Undang-Undang keluarga. Disamping itu juga diatur tentang masjid, mualaf, keuangan dan urusan umum.
2
(50)
Sejak tanggal 1 Maret 1982. Akta memperbaharui Undang-Undang (perkawinan dan perceraian) 1976 (AMU) telah diperlakukan di seluruh Malaysia. Oleh sebab itu, Undang-Undang yang berlaku sekarang merupakan pembaharuan dan penggabungan dari Undang-Undang yang ada sebelumnya.
Adapun pasal yang mengatur tentang hukum keluarga adalah Undang-Undang Hukum Keluarga, dalam Undang-Undang-Undang-Undang hukum keluarga, masing-masing berbeda antra satu negara dangan negara lainnya. Dalam Undang-Undang hukum Syarak Selangor 1952. Misalnya masalah suami istri yang memuat mengenai perkawinan, pendaftaran perkawinan, perceraian, pemeliharaan anak dan nafkah, terdapat 25 pasal, Dalam enakmen (undang-undang) kelantan 1966 memuat 30 pasal, sedangkan Undang-Undang Johor 1978 memuat 26 pasal dan negara Sembilan 1960 memuat 23 pasal.3
Beberapa tahun kemudian masing-masing negara melakukan pembaharuan Undang-Undang. Misalnya, Undang-Undang Negara Kelantan diperbaharui menjadi Undang penetapan Mahkamah Syariah Tahun 1989. Undang-Undang Pahang menjadi Undang-Undang-Undang-Undang Agama Islam dan adat Resam Melayu Pahang tahun 1982. Serta Undang-Undang Selangor manjadi Undang-Undang Selangor tahun 1989.
Pada periode sekarang, pada umumnya negara-negara yang ada di Malaysia memiliki Undang-Undang keluarga Islam yang relatif sama yaitu sebagai berikut:
3
(51)
40
1. Undang-Undang keluarga Islam malaka 1983. 2. Kalantan 1983.
3. Negeri Sembilan 1983. 4. Wilayah persekutuan 1984. 5. Perak 1984 ( No.1)
6. Kedah 1979 ( No.1 1984) 7. Pulau Pinang 1985. 8. Terengganu 1985. 9. Pahang 1987 ( No.3) 10.Selangor 1989 ( No.2) 11.Johor 1990.
12.Serawak 1991 13.Perlis 1992 14.Sabah 19924
Dengan demikian, Undang-Undang Keluarga Islam Kelantan dan Negara Sembilan Sarak adalah tiga negara pertama yang melakukan pembaharuan Undang-Undang keluarga di Malaysia. Sementara negara terakhir yang menegaskan Undang-Undang keluarga adalah Sabah dengan Undang-Undang No.15 Tahun 1992.5
4
Abdul Rohman, Pemikiran Islam di Malaysia Sejarah dan Aliran, Cet.1, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), h.334.
5
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-undangan
(52)
Sedangkan Undang-Undang Islam yang ada di Malaysia akan di kelompokan menjadi dua kelompok besar, pertama Undang-Undang yang mengikuti akta persekutuan yakni Selangor, Negara Sembilan, Pulau Pinang, Pahang, Perlis, Tereganu, Sarawak dan Sabah. Kedua Kelantan, Johor, Malaka dan Kedah. Meskipun banyak persamaannya dengan Undang-Undang persekutuan, tetapi ada perbedaan yang cukup mencolok, yakni dari 134 pasal yang ada hanya 49 pasal yang berbeda.
Usaha penyeragaman Undang-Undang Keluarga Islam di Malaysia pernah dilakukan oleh Tengku Zaid, sedangkan tugas komite ini adalah membuat draf Undang-Undang Keluarga Islam, setelah mendapat persetujuan dari Majlis Hakim, draf ini disebarkan ke negara-negara untuk dipakai sebagai Undang keluarga. Tetapi, tidak semua negara menerima isi keseluruhan Undang-Undang ini. Seperti Kelantan, yang melakukan penatapan terhadap draf lain. Akibatnya Undang-Undang keluarga Islam yang berlaku di Malaysia tidak seragam sampai sekarang.
Menurut catatan Ahilemah Joned,6 berdasarkan pendahuluan dalam Undang-Undang perkawinan di Malaysia, masing-masing negara sebagian mempunyai tujuan sendiri dalam pembentukan Undang-Undang perkawinannya, seperti Perak, Selangor, Negara Sembilan dan Akta Wilayah. Pembuatan Undang-Undang perkawinan di daerah ini bertujuan untuk mengubah beberapa hal di
6
Ibid, h.87 (Ahilemah Joned, “Keupayaan dan Hak Wanita Islam untuk Berkawin,Indah
Khabar Dari pada Rupa,”, dalam Fakulti Undang-undang Universitas Malaya (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1988)
(53)
42
bidang perkawinan, perceraian, nafkah, hadanah dan perkara-perkara lainnya, supaya menjadi lebih mengikat dan membuat suatu peraturan yang komprehensif agar Undang-Undang tersebut di patuhi dan di ikuti oleh setiap masyarakat yang ada di Malaysia.
Undang-Undang Kelantan selain untuk menyatuka juga untuk memperbaharui Undang-Undang yang ada sebelumnya. Joned menyimpulkan bahwa tujuan pembentukan perundang-undangan di bidang perkawinan Malaysia adalah untuk meningkatkan status wanita atau mengubah peraturan hukum syariah mengenai keluarga. Dari penjelasan diatas tampak bahwa usaha pembaharuan hukum perkawinan Malaysia secara umum awalnya dilakukan untuk kepentingan penjajah (Inggris) dengan berupa aturan administrasi (pencatatan), kemudian meluas ke Mentri Hukum Keluarga di masa pasca kemerdekaan yang sama dengan Indonesia, usaha pembaharuan hukum keluarga Malaysia dilakukan secara bertahap yang awalnya hanya memperbaharui masalah pencatatan perkawinan dan perceraian, kemudian menjadi salah satu sub bab dari aturan umum di bidang Agama Islam.
Kemudian berkembang perbaharuan Undang-Undang hukum keluarga secara keseluruhan di masa pasca kemerdekaan dan menjadi Undang-Undang tersendiri. Masalah warisan masuk kedalam hukum keluarga, tetapi dalam perakteknya di masa penjajahan mentri tersebut seolah berada di luar hukum keuarga muslim. Penyebabnya adalah karena masalah warisan tersebut
(54)
berhubungan dengan uang. Hal ini yang menjadi urutan utama dalam usaha pembaharuan hukum keluarga tersebut.7
1. Pengertian Perkawinan di Malaysia
Dalam bahasa Melayu (terutama di Malaysia dan Brunei Darussalam) digunakan istilah kawin, kawin ialah perikatan yang sah antara laki-laki dengan perempuan menjadi suami istri, atau nikah.8
Akta Undang-Undang Keluarga Islam (wilayah persekutuan) 1984.9 Menegaskan bahwa suatu perkawinan adalah tidak sah melainkan jika cukup semua syarat yang perlu, secara syar’i. Sebagai tambahan beberapa persyaratan administrasi telah diadakan di bawah Undang-Undang ini. Pada masa sekarang suatu perkawinan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang ini akan tetapi sah menurut syar’i, harus didaftarkan kepada hukuman yang dikenakan. Karena termasuk perkawinan di bawah umur. (ayat 8) 10dan poligami (ayat 23)11
Akta ini juga menjelaskan bagi yang hendak melaksanakan perkawinan harus berdasarkan persetujuan wali pihak perempuan, selain itu
7
Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang-undangan
Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia, h.88.
8
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Cet.1, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), h.43.
9
Najibah Mohd Zin, Undang-undang keluarga Islam, (Siri Perkembangan Undang-undang di
Malaysia), Cet.1, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2007), h.xxiii
10
Ibid, h.9, (Ayat 8-Apabila pemohon berada di bawah umur batas minimum, yaitu kurang
dari 18 tahun bagi laki-laki dan kurang 16 tahun bagi perempuan).
11
Ibid, h.11 ( Ayat 23-Jika laki-laki yang beristri dan berkeinginan ingin menikah dengan Perempuan lain, maka harus terlebih dahulu mendapat izin dari mahkamah syariah)
(55)
44
juga persetujuan perempuan. Ini menurut madzhab Syafi’i yang berdasarkan kepada Al-Qur’an dan Al-Hadis seperti:
12
Artinya: “Perkawinan seorang perempuan tanpa izin walinya, adalah batal. Akan tetapi, jika sudah digauli maka wajib diberikan mahar. Jika terjadi perselisihan maka sultan yang menjadi wali bagi seorang yang tidak mempunyai wali.
2. Syarat-syarat Perkawinan di Malaysia
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak tertentu sebelum di langsungkannya perkawinan, syarat-syarat yang dimaksud adalah:
a. Batas umur calon mempelai. b. Persetujuan kedua belah pihak
c. Larangan perkawinan karena hubungan keluarga d. Mengikuti tata cara perkawinan yang ditentukan.13
12
Al-Sunan Abu Daud dan Ibnu Majjah, Shahih Muslim, (Beorut: Darul Fakir, t.th), h. 477
13
Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, Cet.1,
(56)
3. Orang-orang yang Boleh Mengadakan Perkawinan
Undang-Undang Keluarga Islam menetapkan bahwa pendaftaran adalah orang yang memainkan peranan utama dalam suatu majlis akad nikah. Ayat 714 menyatakan:
a. Hendaklah diakadnikahkan menurut hukum Syara yaitu : 1) Wali di hadapan pendaftar
2) Wakil wali di hadapan dan dengan kebenaran pendaftar atau 3) Pendaftar sebagai wakil wali
b. Jika suatu perkawinan itu melibatkan seorang perempuan yang tidak memepunyai wali dari nasab, mengikuti hukum syarak, perkawinan itu hendaklah diakadnikahkan hanya wali hakim.15
B. Pencatatan Perkawinan
Perkawinan bagi setiap orang yang tinggal di Malaysia dan bagi setiap orang yang tinggal di luar negeri, warganegara atau berdomisili di Malaysia selepas tanggal yang ditetapkan hendaklah didaftarkan menurut akta itu (Ayat 27)16. Hukum perkawinan (Hukum keluarga) Malaysia juga mengharuskan adanya pendaftaran/pencatatan perkawinan, proses pencatatan secara prinsip dilakukan
14
Najibah Mohd Zin, Undang-undang keluarga Islam,(Siri Perkembangan Undang-undang di
Malaysia), h.8 (Ayat 7-Pernikahan itu boleh diterima terus oleh pengatin laki-laki dalam majlis aqad
ataupun diwakilkan kepada seseorang untuk menerima pernikahan tersebut baginya).
15
Pentadbiran Undang-undang Islam di Malaysia, Cet.1, (Kuala Lumpur Malaysia: Institut
Kefahaman Islam Malaysia, 1997), h.344.
16
(1)
ANAKKE:
[]
KEDUI)UKAN VVAI.I
SENAIIAI WALI
Dattrk
lo
Bal;a Sautiala l-cla ki 5cl'crl;rl r llall:l_S('l,al1- ____,____
Anak Lelaki Daripada Bapa Saudara Lelaki sebelah
jABATAN
AGA\1AjOIIOI(
Slin-Al{r\l
SH\'{n I( \\/ALiNAMA. I'l:NlOllON:
NO, I(AIJ PINGUNAT,^N
l)AItll'r\l)A:
l: --l
(l
-l
(.)ltANCl AlItJ
r.l,t.AKl )lK-llH(AI)ll(l-l
t'r'rtr.t',tt,unn ;Ilapa Scibu
Tandakan
lik" f- I
atlur tl;i:r tanrla!inrrf-l
JiLa riatla !{ali bagi Pernikahan Penrolron IalalrDisemak OIeh :_.__-_ _ ._ 'l aril:li :,
'i andatanpan
:
Drsal:kan Olelr :
( AS-STIEIKII llJ. AIllr,lAl) llr\Nll
I'cgawai'fadbir Agaur a,
l-)acrah N'lrrrr.
tllN ilj.NAINr )
(2)
UqL\yrl,_1_1!\]!l!{)\\
I'l:}ll\.,.\
)_l rl
Ijt
kt't|i'lr]_lllt_l-\lit\\
\(;
\]r
\\{,/,/. .\11..1 /,. 1.\//A t\ .r1:J/{ r lit tit _lJthtt Jj tlll(,lt\ t(;.tr/l l)lhl:.tlli l/,14 l.\ t)l ti.ttrt(;/l\ l(,ttJ.t.l. t\i t/1,.\.t;tt.t.tilt)il,t.\/.t.vtr.tt N,\11..\ l'1..\ll.\.t,.\:\l ..\tlt)t t
\/.1.2 lll\ O\I.\tr
NO.,l't:l.l:.f O\ (lt t,) Itt ]t.\tt ' i,l.t\B\t. 'r
t'.tt.\\
t,t.\(;(;t;\
\
\\
.1.\.1ilKt I .\)ilil I_ tlt,li t
't \ltlNltl,l.)lt'l_.r-\(, \\
tJt trt
,1.\t\ i,t.t{.\t...\'1 .\\ \ \"(r l)il,t\.; \\l
: {,U I ll{)()',rfi\l l,}
:
: t;\-[ ( lr
ll l_\\'l.il.r.lt 1...\\'l t I t.\'\
: 6.,t:1..\1jilil\/rl:\l\t : ll) lt l \l l'r"'r ' lrp'lnrli
.tE\ts llt rtilj i
r;t
rtriltrJttir'rlirrrr,;-r
\tr
ri,i.ti. irr
il ) l \ l 1 1. 1 i : l t - rtrrna,c\ w\sl\,'h { rl \ha.t^i
"rn
-KU.\N'fl1'l \ \\t; l)il,tN.,.\1i
I
l!lt1
I I
l
lih
t .\,\t) \ t .\\(;
\\
t,tirlt\,t\\!:
*:&P
t)il I'LtSt,.\\.()L11 ,41)
r,\r(rrrr{:6107to3
.rAr{rKil
n/ii,:
q'Nt
.
A_muLlzp
dtfi .rusosATAAE AOAidi K! D tT,rrAr\ BESA_R I\,1.\LAYS t. \
(3)
1A I'lii-n NCCIAN :--, I(AD f'liNCLrNALr\N
I Al;
r[l'AN
.'r(,r\N'lA J( ]Ii()lt
liOItr\NG'l
Nl L]IILiAI,I.Ll !.trs (,r\(iAl
l'
1
I I
I I
) I
--l
I
I
I I
I
l
i
1
I
[]acaarr Al. J;alii ralr
D;tcaal Doa Qirrru\
M urllkrlt_a t
I r 'lr;r r ,i ir
fargtrnl;j;, r.'al' ljuaIrtt/' Isl,'r r
utusan'l r:rnu1.u;rl ] -- I LLll.Ll5
l-
I
(;'\(;\i
,inkn,,i I rli ternl'a1 1'artg l-r'tL.tta;ttr
lal:an Sustrlart [jika g;r1;al] :
,.1-t",.t,j''i;;;;;.g:,'
(4)
KIrMEN'rt]RIA]\
A(iAM,\
LJNI
VF],RSI-I'AS
trSLANiT
NE(;trRI
(LIIN)
SYitltllf
llll),'\
Yr|l'l
ll,l,,\ll
.1,\KAR'l',\
I.AKU
I,'I"{S
SI'AITIAII
DAN
[I
UKUM
Jln. lr. H. Juanda No. 95 Ciputat Jakarta 15412 Indonesia 1"elp. Website (62-21 't : wrwv.uinjkt.ac.id 7 47 11537 ,7 401925E-mail Fax (62.21) . syar_hr.,kLtin,@yahoo. 7491821 r
t lrn
\tll
r
Nottttri; I
llr.0l/l,1/l'l'.()1.lti
r ..r1 /2{)l ILarnp
:-Ha
I
:
lVlohon Kcsediaan MenjadiPernbimbing Skripsi
l!lrma
1'l l,vl
l"e :iu ltas
Pr ogr ant StLid I
I(.onsentfas i .1 Lrrlrri Skrip:,i
,lirl.;,irrtu, .1 JttlL
Xlll
lV 2 Sya'ban 1432 I IMiftrlhul
R,:hmah1070r.,32023'26
S1'ariah dan l-lLrkurn
Perbandingar Maz,hab dan Hukurn
Perband inga ;t l-lukun',
lJttkurl 1ttr,tr:tnrinrut di bayult !{tneun dt in,.lones.ict tlun
nttt l or.s irt
Yantr, terhorrnat,
Flhrni
Muhammad Ahrnadi.i'llsi
Ilotnida
Nasution,MA
Dosen Fakultas Syariah dan Hukurn tJIN Sy,arif H ida;,atu llah
.4 :; s al o nt t t' al o i k t n
t
tl/r. ll;bl)inrpinan Fakultas Syariah L-ian Fiukurn
UIN
Syarif
Hidat,ritullali Jakartanrernohon ke;ediaan Saudara untuk menjadi pembirnoing skripsi rnahasisu,a:
Der r i penyerrr l.runlaan skli psi, pelrr b inrbing d i benarkan :
l.
l4e;rgernbanskan dan menye rpurnakan outline;',2. PcnLrlisan
agal'rncrujLii.
kr:padabuk.r
"pedornan penuiisarr SkripsiF'akultas Srariah dan Hukurri UIN Si,arif'Hidayatuliah Jakarta".
Atas kesedia:Ln Satidara karri ucapkan terjma kasih.
tlt a.s.; r
t I r.; t r t t'' o I ct i k t t t i r
lll'.
ilt lta.n.
llekan,',,-Kerua ljrograrn Siucij (
l,wlri.
\< \ /.6./,
\. ///),
\4tf l,l. r .t // t/ \* j A,;-/
l)r.
H. i\l'ul:anrrrraAT*tnti.
li.A&-/
lilrll
%:il
Iia
lsqs[.
*0i--;::5
:i.rir Li:r:r iirri.,i.;ii: i-i
il'i
l;!i:i.rag;:l i,ap,;1.;:i;;;8l ll"e ln ahas i sir,;r a
ii
i rrlk Lr l tas S;,.,a ri :Lh d ll
l-j i.r k l i r r-. 1(5)
7
1
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS
ISLAM
NEGERI
(LTIN)
SYARIF
I{IDAYATULLAH
JAI(ARTA
FAKULTAS SYARIAH DAN
HUKUM
Jln. lr. H- Juanda No. 95 Ciputat Jakarta 1rs41r2lndonesra Website Tetp. (62-21 ) : \ffi.uinjkt.ac.id 7 47 11 537, 7 401925E-mailFax. (62-21) 7491821
: syar hukuir]@Vahoo-com
Notttot'
I .r rrr p ir.r n
li,ri
oi
/
F-+/KM.00.02l
Kcpircle'r Ytl-r.
Kccl u ti,r.r rr Be'sar Mala i,s ia
Di
Ia li.r rti-r
,r1 s1;rr i r r t t t I t' r t I rt i kt t t t t |4i r.1, \.4)
Pirrtpirrarr
Fakultas
SvariahIakarta
nlclrcrarlgkarl
bahr,r,.r :J .r k:r l t.'r
Agr,rsiu:. lill
1clarr
Hukur-n
UIN
Sr'arif
Hic.lavatullal-rN ;r ltt. r
Nonror
Prlkok-l-er-r'rpa'r
i/
1 ai'rggal Laltir'Senrcstci'
I t t t t tr.1I 1,/ Kr rttst't'ttt'.tsi .,\ I .r nr.r t
i-clp
N4 i tta h u I Iloh n-i.r l-i 1070J32023t('>
Serang, 21
Maret
1989VIII
( Delapar-r) PNll-J,/ PI II -ink Cilr-r rah Scr"ar rrgl []arrtclr 021 c)1922326
.rcl.ll.'rh
belrar
rtlahasis\^/a Fakrrltas
Sr,'arial'itian
I'li-rkur-r'rUIN
Sr':rrifI
liclavatullah
Jakarta.Sehubungan
clengar-rhal
tersebut
rii
atas,rltrlr,
rni..:r.rr',r.t
13apal</lLru rla;',.1I
ntcrrgiz,irrl<;rn\'<tltg
bcr-s.rrrgkr_rt;rn untui< ir tt'l.l k tr l<.r rr obst'r'r'asi
sl< r'i ps i tl en g.r i.r jrr ti r-r I :"Htrl;utrt
Iterku.zoittttttdi
llrttt,rtlt
Tartgttrrdi
ltrdottcsia
darrMalnrlsia"
Urrtuk
rnc-lengkapi bal-ran/eiata
)'anil ber-kaita^
clengar.rpc'lrttlisar-r/ptlltlbahasatr tttrras
llata
I<ulial'r tcrsc-btrt, clirtr1rfi6r1 l<irairyai1.r;r.1 11,"lLru/5"r',.1nrir/i c{a;rat mcmbantu/mencrir-r-ra
vang
Lrr:r-s.rrriil<utirnurrtlrl<
()bscrvasi.
At:rs
kescclia.rn
l3aprak/lbu/sar-rtlara/i,
l<:rn'ri r-rcapkan
banr';rktcrima
kasil'r..ti:-11,"1i1'1 'rIIrttititttt I i'l'i i.7,
I c'rtrL,rrs.rrr .
I
'rll
l),,1.,rr
I .rl.-Lii{.rr5r.ii'i.rlr
tl.rrrI lLrl.rrnr
I.ilN
f .rl..rr.L.r)
\,,
.,.u
L)el<:'rrmad
Mrrl(ri Aii)
N{.A 031219E50i l0t)3(6)
KEMENTERIAN
AGAMA
{JNTVERSTTAS
ISLAM
NEGERT
(frrN)
SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS
SYARIATI
DAN
IIUKUN{
Jln. lr. H Juanda No. 95 Ciputat Jakarta 15412 lndonesia Telp. Website (62-21)747 11537,7401925 : www.uinjkt.ac.id E-mail Fax. : syai (62-21) [email protected]Z4g1A21
Nolttot' l.arrrpir'.1;1
Hal
Un 0l
/f1/KN4.O0.02/
/201t
Pcrrnohonurrr Da t;r
/
OL-,st:i-r,.rsiIt'lnlrursan:
a)1.Yth. Dekar-r I--akultas
sl'ariah
c{ar-r HLll<Lr.'rUIN
}arl<ari;il.Arsil-'r.
f .r I<a rt.r,
,.\r-lusttrs
2() I IN t'p.t 1l .1 \'1 ; '
.
lic,trr.r l.-r'rrrl-.rg.r IJ.rtrfu.-rtr I I r_tLurrr I )i
[.r l<..t r t.r
,4 sst r I n t r t r r' rt I rt i l, t r t r r l\/t..1\1).
.
I'ilrrPitratr
l:al.i,r ltr.tsSr,'a|i.rlr.1.ilr
llr-rl.r-irrr LIIN
S,,ar-il
Ilitl.rr.rtLill;rlr
l.rk.tlt.r
tr'lL.nr'r',)t'r,ji\.tn l'.rlir.,.rN.rln.r
:
N{ift.rlrLrj liohr.n.tl.r\J
i)nr(rr J'pk6i.
:l(17()llr(rrfr(-r
I
t'ln;r;-tt/
Iarrtgal l-alrir :
Sttr..rrr11,r
i
Mirr.t,t I r.)g9Scrnc'stcr'
:V'lll(l)t,l.rl-irrr)
Jr-rrr-rsan/Konsentr;rsi :
pNlli7'i,l
IAl.rtlat
I_irrk Cilr-i rah Scrarrrr llarnten'ft Ip',
:
021 9-1cl2r3?(->'lei'rlalr irc.ilat'
Ilrtrir.tsi-sr'r'.tI:.tkuilt.rs
Sr'.rr-i.rlrt1.rrr
I Ir-r l..rrnr UIN
Sr ar.ii I liclaYirtr-rll"rl.rIakart;r.
St'l.rr-rL',tttrrl.'rn .1eirg.rnlrrl
terscLrrrtcli
at.rs,
rrrt,lrpri kiran_r'a-Bapak/lbr,r
cl:rp-i:-rt r-ncr-riIi_z_inkar-rvcrlrg
Lrersangl<r-rtan rintr-rl.r-rteiakukarr
observasi
skr.ip'rsi clcr-r g.-irr jurclul:"lltt/\tttlt
I)arltttrFittttrr
tli IJnit,ttlt
Itlt,;tttr di
Irttlottt'sitt tlotr
,\.lttlnt1sirr.,,Ur-rlur
li
Illtllellgk"tpi
lr.rirarrT'clata .\'ang berkaitap
elcpg.ri-.rptlrrLllis.rr/p-rg111[;16.1i.1
]t
lLt!l.ts itt.tt.t kulirl.r
t.'t.seLr't,
r,litrr.5.rr
l<ir-it.r.:rBaP'-rk/lbtr/Sar-rcit-rrar/i
rlapirt
rrrcn-rLr.rr-rtrr/rlcr-rc:r-irrray.rrr,j
l.cr-s.r,',g1.'.,t",,trrrtuk
()Lnt'rr, asi.''\l.rs l<csctliairtr
l3tr;-;.1I<llLrrrl'5.rr-rtl;rr'.r/i,
l<ar-rri Lr(:arpki-s-l L',arrr..rlitt'i'rrrr.r
k.t-ilr.
V\t rr s stt I r t r t t t r' n ltt i kL r t t
t
W r.l,\,b.M A.
t't
A.rr