Syarat dan Prosedur Itsbat Nikah

Pada prinsipnya semua gugatanpermohonan harus dibuat secara tertulis, bagi penggugatpemohon yang tidak dapat membaca dan menulis, maka gugatanpermohonan diajukan scara lisan kepada ketua Pengadilan Agama. Kemudian ketua memerintahkan kepada hakim untuk mencatat segala sesuatu yang dikemukakan oleh penggugatpemohon, maka gugatanpermohonan tersebut ditandatangani oleh ketuahakim yang menerima itu berdasarkan ketentuan pasal 114 ayat 1 R. Bg atau pasal 120 HIR. Gugatanpermohonan yang dibuat secara tertulis ditandatangani oleh penggugatpemohon pasal 142 ayat 1 R. Bg pasal 118 ayat 1 HIR. Jika penggugatpemohon telah menunjuk kuasa khusus maka surat gugatanpermohonan ditandatangani oleh kuasa hukumnya pasal 147 ayat 1 R. Bg pasal 123 HIR. Surat gugatanpermohonan rangkap enam, masing-masing satu rangkap untuk penggugatpemohon, satu rangkap untuk tergugattermohon atau menurut kebutuhan dan empat rangkap untuk majelis hakim yang memeriksanya satu hakim ketua, dua hakim anggota dan satu panitera pengganti. Apabila surat gugatanpermohonan dibuat satu rangkap, maka harus dibuat salinannya sejumlah yang diperlukan dan dilegalisir oleh panitera. Adapun isi dari surat gugatanpermohonan diantaranya: 1. Identitas para pihak pemohon dan termohon a. Nama beserta binbinti dan aliasnya b. Umur c. Agama d. Pekerjaan e. Tempat tinggal, bagi pihak yang tempat tinggalanya tidak diketahui hendaknya ditulis, “dahulu bertempat di ......, tetapi sekarang tidak diketahui tempat tinggalnya di Indonesia. f. Kewarganegaraan jika diperlikan 2. Posita, yaitu penjelasan tentang keadaanperistiwa dan penjelasan yang berhubungan dengan hukum yang dijadikan dasaralasan gugat. Posita berisi tentang: a. Alasan yang berdasarkan faktaperistiwa hukum. b. Alasan yang berdasarkan hukum, tetapi hal ini bukan merupakan keharusan. Hakimlah yang harus melengkapinya dalam keputusan nanti. 3. Petitum, yaitu tuntutan yang diminta oleh pemohon agar dikabulkan oleh hakim. 29 Adapun cara mengajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama yang dipaparkan oleh Yayan Sofyan adalah sebagai berikut: 30 1. Pemohon datang ke Pengadilan di wilayah kekuasaan relatif Pengadilan Agama tersebut wilayah tempat tinggalnya dengan membawa surat-surat yang diperlukan. Misalnya, surat keterangan 29 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, cet ke-1 Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996, h. 39-40 30 Yayan Sofyan, Itsbat Nikah Bagi Perkawinan Yang Tidak Dicatat Setelah Diberlakukan UU No. 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Ahkan IV, No. 8: 2008, h. 76-77 dari RT, RW, lurahkepala desa setempat atau surat keterangan kehilangan akta nikah dari kepolisian bila akta nikah hilang. 2. Mengajukan pemohonan baik secara tertulis maupun secara lisan kepada ketua Pengadilan Agama dengan menyampaikan sebab- sebab pengajuan permohonan. 3. Membayar uang panjar biaya perkara. Bagi yang tidak mampu membayar uang perkara, Pengadilan Agama bisa mengajukan prodeo pembebasan biaya. 4. Membawa saksi-saksi yang diperlukan, yaitu orang yang bertindak sebagai wali dalam pernikahan yang telah terjadi, petugas atau orang yang menikahkan, para saksi perkawinan, orang-orang yang mengetahui adanya perkawinan itu.

E. Akibat Hukum Itsbat Nikah

Setelah dikabulkan permohonan itsbat nikah, maka secara otomatis yang berkepentingan akan mendapat bukti otentik tentang pernikahan mereka yang bisa dijadikan sebagai dasar untuk menyelesaikan persoalan di Pengadilan Agama nantinya, itsbat nikah ini berfungsi sebagai kepastian hukum, ketertiban hukum dan perlindungan hukum atas perkawinan itu sendiri, dengan demikian maka pencatatan perkawinan merupakan persyaratan formil syahnya perkawinan, persyaratan formil ini bersifat prosedural dan administratif. Dengan adanya pencatatan perkawinan maka eksistensi perkawinan dianggap sah apabila telah memenuhi dua syarat, yaitu: 1. Telah memenuhi ketentuan hukum materil, yaitu telah dilakukan dengan memenuhi syarat dan rukun menurut hukum Islam. 2. Telah memenuhi ketentuan hukum formil, yaitu telah di catatat pada Pegawai Pencatat Nikah yang berwewenang. Sebaliknya perkawinan yang tidak tercatatkan dan tidak pula diminta itsbat nikahnya maka kedudukan perkawinan itu adalah: 1. Tidak mempunyai kekuatan hukum karena dianggap tidak pernah ada perkawinan sehingga tidak menimbulkan akibat hukum. 2. Tidak dapat dijadikan alasan untuk membatalkan perkawinan yang baru sebagaimana diatur dalam pasal 24 Undang-undang No. 1 tahun 1974. 3. Tidak dapat dijadikan dasar hukum menjatuhkan pidana berdasarkan ketentuan pasal 219 kitab Undang-undang hukum pidana KUHP. 4. Tidak dapat dijadikan dasar untuk menuntut hak oleh pihak wanita sebagai istri dan juga anak-anaknya. 31 31 Ahmad Mukti Arto, Masalah Pencatatan Perkawinan dan Sahnya Perkawinan, Mimbar Hukum No. 28 Tahun VII, Mei-Juni, 1996, h. 51-52

BAB III PROFIL PENGADILAN AGAMA CIBINONG

A. Sejarah Pengadilan Agama Cibinong

Pengadilan diidentifikasi sebagai bagian dari pranata hukum untuk memenuhi kebutuhan penegakan hukum dan keadilan yang mengacu kepada hukum yang berlaku. Sedangkan hukum dapat diidentifikasi sebagai bagian dari pranata sosial. Demikian juga pertumbuhan dan perkembangan Pengadilan Agama Cininong, yakni berhubungan secara timbal balik dengan pranata hukum dan pranata sosial lainnya. Ia tumbuh berkembang sejalan dengan perkembangan politik, yang berbasis pada struktur sosial dan pada budaya didalam system masyarakat. Ia merupakan alokasi perwujudan nilai-nilai Islami dalam menata jalinan hubungan antara manusia untuk mewujudkan penegakan hukum dan keadilan. 1 Pengadilan Agama Cibinong berkedudukan di Jalan Bersih Komplek Pemda Kecamatan Cibinong, Tlp 021 87907651, Fax. 021 87907651. Gedung Peradilan Agama Cibinong dibangun diatas tanah seluas 1650 m dengan luas bangunan tanah 4919,70 m. terdiri dari dua lantai yang dibangun pada tahun 2002 dengan keadaan gedung kantor yang demikian besar dan volume pekerjaan yang cukup padat, begitu pula dengan karyawan yang 1 Dr. Jaih Mubarok, M.Ag., Peradilan Agama di Indonesia, Bandung: Pustaka Bani Quraiys, 2004, Cet ke-1, h. 3 40 berjumlah 39 orang ditambah dengan pegawai honorer 4 orang maka kantor ini dapat dikatakan cukup memadai. 2 Sejarah kelahiran Peradilan Agama Cibinong erat sekali kaitannya dengan sejarah pembentukan Peradilan Agama pada umumnya diseluruh Indonesia khususnya di Daerah Bogor Jawa Barat. Dasar hukum pembentukan Pengadilan Agama Cibinong adalah berdasarkan Kepres No. 85 Tahun 1996 tentang pembentukan 9 Sembilan Pengadilan Agama. Pengadilan Agama Cibinong terbentuk sejalan dengan perjalanan sejarah singkat Kabupaten Bogor pada tahun 1075, dimana pemerintah pusat menginstruksikan bahwa Kabupaten Bogor harus memiliki pusat pemerintahan wilayah Kabupaten sendiri dan pindah dari pusat pemerintahan Kota Madya Bogor. Atas dasar tersebut, Pemerintah Tingkat II Bogor mengadakan penelitian di beberapa wilayah Kabupaten Daerah Tingat II Bogor untuk dijadikan sebagai calon Ibu Kota sekaligus berperan sebagai pusat pemerintahan. Adapun alternatif lokasi yang dulunya akan dipilih diantaranya adalah Ciawi Rancamayu Leuwiliang, Parung, dan Kecamatan Cibinong desa tengah, maka dari hasil penelitihan tersenut didalam sidang pleno DPRD Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor ditetapkan di Desa Tengah Kecamatan Cibinong. Penetapan calon Ibu Kota diusulkan kembali ke Pemerintah Pusat dan langsung mendapat persetujuan serta dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1982 yang menegaskan bahwa Ibu Kota Pusat 2 Naskah Yuridiksi Pengadilan Agama Cibinong, h. 4