Pembahasan dalam bab ini mengenai pengertian dan hukum Profil dan eksistensi Pengadilan Agama Cibinong, dalam bab ini

matang, 2 secara sosial tingginya angka perceraian atau kegagalan membina hubungan keluarga karena ketidak siapan masing-masing pasangan, dan bukan tidak mungkin memberikan efek lain seperti maraknya pelacuran, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka atau anak-anak. 3 Dengan mempertimbangkan dampak negatif yang timbul dari perkawinan dibawah umur, perlu ditinjau kembali ketentuan hukum Islam yang secara definitive tidak melarang perkawinan usia dibawah umur. UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah menetapkan bahwa: 1. Untuk kemashlahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun. 2. Bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin sebagaimana yang diatur dalam pasal 6 ayat 2, 3, 4 dan 5 UU No. 1 Tahun 1974. 4 Merujuk kepada pasal 70 UU Hukum Keluarga Afganistan, usia perkawinan ditetapkan bagi anak perempuan adalah 16 tahun dan 18 tahun bagi anak laki-laki. Meskipun begitu belum ada sanksi yang tegas bagi mereka yang menikah atau yang menikahkan anak dibawah umur. Sama halnya, Bangladesh pun menetapkan batas usia minimum perkawinan, sebagaimana 2 Erick Eckholm dan Katleen Newland, Wanita, Kesehatan dan Keluarga Berencana. Penerjemah Masri Maris dan Ny. Soekanto ,Jakarta: YOI dan Sinar Harapan, 1984, h. 15 3 Kantong-kantong Daerah dengan Tradisi Nikah di Bawah Umur: Karena Janda Kedokan Gabus tak Betah di Rumah”, Bogor,Radar Bogor, 3 September 2008. 4 Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1975 ditetapkan dalam UU Larangan Perkawinan Anak Tahun 1929, adalah 21 tahun bagi anak laki-laki dan 18 tahun bagi anak perempuan. 5 Sementara di Turki sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 UU Hukum Perdata Turki, usia perkawinan baik laki-laki atau perempuan adalah 18 tahun, dengan persetujuan dari hakim. Kemudian pembatasan usia perkawinan juga dilakukan di Malaysia, sebagaimana UU Hukum Keluarga Malaysia menetapkan bahwa perkawinan tidak dapat dilangsungkan ketika laki-laki berusia dibawah 18 tahun dan perempuan dibawah 16 tahun, kecuali ketika hakim Syariah memberikannya izin secara tertulis dengan alasan yang mendesak. 6 Dari ketentuan diatas, dapat disimpulkan bahwa Negara-negara mayoritas muslim mulai membatasi usia perkawinan, baik laki-laki maupun perempuan. Hal utama yang tidak dapat dihindarkan dari kenyataan tersebut adalah bahwa Negara-negara mayoritas muslim masih dipengarui oleh tradisi hukum Islam yang masih kuat di setiap wilayah, sehingga tidak adanya ketetapan eksplisit yang dibuat oleh para Ulama terdahulu tentang usia perkawinan dianggap sebagai suatu hal yang harus dipertahankan. Hanya beberapa Negara saja yang mulai beranjak dari pengertian tradisional tentang usia kelayakan, dengan lebih mempertimbangkan aspek psikis dan fisik calon pengantin. 7 5 Kamrul Hossain, ”In Serch of Equality: Marriage Related Lawsfo Muslim Womenin Bangladesh”, h. 97. 6 Pasal 5 UU Hukum Keluarga Malaysia. 7 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Di Dunia Islam Kontemporer, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011, h. 253-259.