5. Tehnik Penulisan Pedoman yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, mengacu pada
Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Islam Negri, Fakultas Syariah dan Hukum, yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu
PPJM tahun 2012.
F. Kerangka Teori
Landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini diantaranya: 1. Teori yang di perkenalkan oleh Al-Ghazali dan Syatibi yang berpandangan
bahwa tujuan utama dari Syariah adalah untuk menjaga dan memperjuangkan tiga kategori hukum, yakni: Daruriyat keadaan yang
mendesak, Hajiyyat secara bahasa berarti kebutuhan dan Tahsiniyyat hal-hal penyempurna.
14
2. Teori tentang tujuan hukum juga diperkenalkan oleh Prof. Soebekti, S.H dalam buku ”Dasar-dasar hukum dan Pengadilan” tujuan hukum adalah
bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan para rakyatnya. Hukum melayani tujuan
negara tersebut dengan menyelenggarakan keadilan dan ketertiban. Keadilan lazim dilambangkan dengan neraca keadilan, dimana dalam
keadaan yang sama, setiap orang harus mendapatkan bagian yang sama pula.
14
Wael B. Hallaq, Sejarah Teori Hukum Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001, H. 247.
3. Teori Lawrence M. Friedman yang berpandangan bahwa efektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum,
yakni struktur hukum struktur of law, substansi hukum substance of the law dan budaya hukum legal culture. Struktur hukum menyangkut
aparat penegak hukum, substansi hukum meliputi perangkat perundang- undangan dan budaya hukum merupakan hukum yang hidup living law
yang dianut dalam suatu masyarakat.
15
G. Sistematika Penulisan BAB I
Pendahuluan, bab ini berisikan latar belakang masalah,
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian dan tehnik
penulisan, kerangka teori, sistematika penulisan.
BAB II Pembahasan dalam bab ini mengenai pengertian dan hukum
perkawinan dibawah umur, perkawinan dibawah tangan dan urgensi pencatatan nikah, pengertian dan dasar hukum itsbat
nikah, syarat dan prosedur itsbat nikah, hubungan itsbat nikah dengan pencatatan perkawinan, dampak itsbat nikah sebelum
dan sesudah adanya penetapan Pengadilan Agama.
BAB III Profil dan eksistensi Pengadilan Agama Cibinong, dalam bab ini
mengupas masalah kewenangan Pengadilan Agama Cibinong dan proses penyelesaian perkara itsbat nikah masal yang masuk
2004, h. 32
15
Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori HukumI, Bandung: PT Refika Aditama,
di Pengadilan Agama Cibinong, termasuk uraian terbitnya penetapan Nomor: 499Pdt.P2014PA.Cbn tentang itsbat nikah
masal yang terjadi di Kelurahan Cintamanik Kec. Cigudeg Kab. Bogor yang menjadi objek kajian skripsi ini.
BAB IV pada bab ini menjelaskan tentang analisis penetapan hakim
Pengadilan Agama Cibinong tentang pengesahan nikah di
bawah tangan setelah tahun 1974 yang meliputi pertimbangan hakim dalam memberikan penetapan terhadap perkara nomor:
499Pdt.P2014PA.Cbn, pendapat dari pihak-pihak terkait, diantaranya: hakim yang memutuskan, panitera pengganti yang
mendampingi hakim dalam memutuskan, kepala KUA, pegawai pencatat nikah dan para pemohon. Selain itu Pada bab ini juga
menjelaskan tentang proses pencatatan ulang itsbat nikah setelah setelah adanya penetapan Pengadilan Agama Cibinong serta
dampak hukum yang ditimbulkan akibat dari itsbat nikah tersebut.
BAB V Bab ini berisikan kesimpulan sebagai jawaban atas masalah
yang dirumuskan serta saran-saran.
BAB II HUKUM DAN SYARAT ITSBAT NIKAH
BAGI PERKAWINAN DIBAWAH UMUR
A. Pengertian dan Hukum Perkawinan Dibawah Umur
Perkawinan dibawah umur adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh pasangan yang secara hukum dianggap belum layak menikah dikarenakan
belum mencapai batas usia yang telah ditentukan oleh hukum positif yang ada. Sebagaimana diketahui, hukum Islam tidak menetapkan usia minimal
kecakapan seseorang untuk melangsungkan perkawinan, kecuali adanya ketetapan bahwa seorang tersebut telah baligh atau mumayyiz.
1
Demikian pula tidak ada larangan eksplisit dari para ulama terhadap laki-laki atau perempuan
yang telah baligh atau mumayyiz untuk melangsungkan perkawinan. Dalam trend modernisasi hukum keluarga di Negara-negara muslim,
dapat diketahui hampir semua Negara Muslim mengatur tentang usia minimum perkawinan, baik laki-laki atau perempuan. Disamping karena
tuntutan dari telah terbangunnya sistem norma perlindungan hak-hak anak yang disepakati komunitas internasional, terutama yang dicanangkan oleh
Perserikatan Bangsa-bangsa, perkawinan usia dini juga memiliki efek negative bagi perkembangan seseorang atau kepada suatu rumah tangga. Di antaranya
adalah resiko kematian ibu atau anak yang dilahirkan dari usia yang belum
1
Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Di Dunia Islam Kontemporer, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011, h. 251.
19