Teknik Penulisan METODE PENELITIAN

33 STI di Jakarta yang merupakan Perguruan Tinggi Islam pertama yang berdiri Pasca kemerdekaan. 11 Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942-1945, Jepang merasa perlu merangkul Islam, maka dibe ntuk Majelis Islam A’la Indonesia MIAI, suatu badan federasi organisasi sosial dan organisasi politik Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, majelis ini berubah menjadi Majelis Syura Indonesia Masyumi pada tanggal 07 November 1945 dan selanjutnya mengantarkan M. Natsir sebagai salah satu ketuanya hingga partai tersebut dibubarkan. Pada masa-masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, M. Natsir tampil menjadi salah seorang politisi dan pemimpin negara, dalam karier politiknya, dia menjadi salah seorang anggota kerja Komite Nasional Indonesia Pusat KNIP, Menteri Penerangan 1946-1948, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara DPRS, dan Perdana Menteri pertama RI 1950-1951. Pelantikan M. Natsir sebagai Perdana Menteri adalah konsekuensi logis dan wajar dari kedudukannya sebagai ketua Partai Islam Masyumi, partai politik terbesar di masa itu ditandai dengan perolehan kursi terbanyak di DPR. 12 Tampilnya M. Natsir ke puncak pemerintahan tidak terlepas dari langkah strategisnya dalam mengemukakan mosi pada sidang parlemen Republik Indonesia Serikat RIS pada tanggal 3 April 1950, yang lebih dikenal dengan sebutan “Mosi Integral M. Natsir”. Mosi itulah yang memungkinkan Republik Indonesia yang telah berpecah belah sebagai hasil Konferensi Meja Bundar KMB menjadi tujuh belas negara bagian, kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. 13 Pada masa Demokrasi Terpimpin Soekarno pada tahun 1958, M. Natsir mengambil sikap menentang politik pemerintah. Keadaan ini 11 Abuddin Nata, op.cit.,, h. 77 12 Saidun Derani, M. Natsir dan Keterlibatannya dalam Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia, pada Program Ilmu Agama Islam Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004, h. 40 13 Thohir luth, op.cit., h. 25 34 mendorongnya untuk bergabung dengan para penentang lainnya dan membentuk pemerintah Revolusioner Republik Indonesia PRRI, suatu pemerintahan tandingan di pedalaman Sumatera. Tokoh PRRI menyatakan bahwa pemerintah di bawah presiden Soekarno saat itu secara garis besar telah menyeleweng dari Undang-undang Dasar 1945. Sebagai akibat dari tindakan M. Natsir dan tokoh PRRI lainnya yang didominasi anggota Masyumi ditangkap dan dimasukkan penjara. M. Natsir dikirim ke Batu Malang 1962-1964, Syafrudin Prawiranegara dikirim ke Jawa Tengah, Burhanuddin Harahap dikirim ke luar negeri. Partai Masyumi dibubarkan melalui pidato Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1960. M. Natsir dibebaskan pada bulan Juli 1966 setelah pemerintah Orde Lama digantikan oleh pemerintah Orde Baru. 14 Pada saat Orde baru muncul, M. Natsir tidak mendapat tempat kedudukan di pemerintahan Orde Baru untuk ikut memimpin negara. Oleh karena itu, pada tahun 1967, M. Natsir beserta para ulama lainnya, melalui yayasan yang dibentuknya di Jakarta, yaitu Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia DDII memilih dakwah sebagai format gerakannya, tidak melalui format politik. Namun demikian, ia juga tetap kritis terhadap berbagai masalah politik. Sikap kritis dan korektif M. Natsir pada masa itu membuat hubungannya dengan pemerintah Orde Baru menjadi tidak harmonis. 15 Keberaniannya mengoreksi pemerintah Orde Baru dan ikut menandatangani Petisi 50 pada tanggal 5 mei 1980 menyebabkan ia dicekal ke luar negeri tanpa melewati proses pengadilan RI yang berdasarkan negara hukum. Pencekalan inipun terus berlangsung tanpa ada proses hukum yang jelas dari pemerintah Orde Baru, dan ini berjalan hingga M. Natsir dipanggil ke hadirat Ilahi. Keharuman nama M. Natsir juga merebak di luar negeri karena berbagai kegiatan dakwah Islam internasionalnya. Pada tahun 1956, bersama Syekh Maulana Abul A’la al- Maududi Lahore dan Abu Hasan an-Nadawi 14 Saidun Derani, op.cit., h. 41 15 A. Susanto, op.cit., h. 116