Riwayat Hidup M. Natsir
34
mendorongnya untuk bergabung dengan para penentang lainnya dan membentuk pemerintah Revolusioner Republik Indonesia PRRI, suatu
pemerintahan tandingan di pedalaman Sumatera. Tokoh PRRI menyatakan bahwa pemerintah di bawah presiden Soekarno saat itu secara garis besar
telah menyeleweng dari Undang-undang Dasar 1945. Sebagai akibat dari tindakan M. Natsir dan tokoh PRRI lainnya yang didominasi anggota
Masyumi ditangkap dan dimasukkan penjara. M. Natsir dikirim ke Batu Malang 1962-1964, Syafrudin Prawiranegara dikirim ke Jawa Tengah,
Burhanuddin Harahap dikirim ke luar negeri. Partai Masyumi dibubarkan melalui pidato Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1960. M. Natsir
dibebaskan pada bulan Juli 1966 setelah pemerintah Orde Lama digantikan oleh pemerintah Orde Baru.
14
Pada saat Orde baru muncul, M. Natsir tidak mendapat tempat kedudukan di pemerintahan Orde Baru untuk ikut memimpin negara. Oleh
karena itu, pada tahun 1967, M. Natsir beserta para ulama lainnya, melalui yayasan yang dibentuknya di Jakarta, yaitu Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia DDII memilih dakwah sebagai format gerakannya, tidak melalui format politik. Namun demikian, ia juga tetap kritis terhadap berbagai
masalah politik. Sikap kritis dan korektif M. Natsir pada masa itu membuat hubungannya dengan pemerintah Orde Baru menjadi tidak harmonis.
15
Keberaniannya mengoreksi pemerintah Orde Baru dan ikut menandatangani Petisi 50 pada tanggal 5 mei 1980 menyebabkan ia dicekal
ke luar negeri tanpa melewati proses pengadilan RI yang berdasarkan negara hukum. Pencekalan inipun terus berlangsung tanpa ada proses hukum yang
jelas dari pemerintah Orde Baru, dan ini berjalan hingga M. Natsir dipanggil ke hadirat Ilahi.
Keharuman nama M. Natsir juga merebak di luar negeri karena berbagai kegiatan dakwah Islam internasionalnya. Pada tahun 1956, bersama
Syekh Maulana Abul A’la al- Maududi Lahore dan Abu Hasan an-Nadawi
14
Saidun Derani, op.cit., h. 41
15
A. Susanto, op.cit., h. 116
35
Lucknow, M. Natsir memimping sidang Muktamar Alam Islamy di Damaskus. Ia juga menjabat Wakil Presiden Kongres Islam Sedunia yang
berpusat di Pakistan dan Muktamar Alam Islamy di Arab Saudi. Pada tahun yang sama, ia menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah.
16
Di dunia Internasional, M. Natsir dikenal karena dukungannya yang tegas terhadap kemerdekaan bangsa-bangsa Islam di Asia dan Afrika dan
usahanya untuk menghimpun kerja sama antara negara-negara muslim yang baru merdeka.
Sebagai penghormatan terhadap pengabdian M. Natsir kepada dunia Islam, ia menerima penghargaan Internasional berupa Bintang Penghargaan
dari Tunisia dan dari Yayasan Raja Faisal Arab Saudi 1980. Di dunia akademik, ia menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam
Lebanon 1967 dalam bidang Sastra, dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan Universitas Sains Teknologi Malaysia 1991 dalam bidang pemikiran
Islam.
17
M. Natsir wafat pada tanggal 6 Februari 1993, bertepatan dengan tanggal 14 Sya’ban 1413 H, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
dalam usia 85 tahun. Beliau meninggalkan seorang istri, Nur Nahar yang dinikahinya pada tanggal 20 Oktober 1934 di Bandung dan enam orang anak
serta sejumlah cucu. Berita wafat M. Natsir menjadi head line utama dalam berbagai
media cetak dan elektronik. Beragam komentar muncul baik dari kalangan kawan seperjuangan maupun lawan politiknya. Ada yang bersikap pro
terhadap kepemimpinannya dan ada pula yang bersikap kontra. Mantan Perdana Menteri Jepang Takeo Fukuda, yang diwakili oleh Nakajima
menyampaikan ucapan belasungkawa atas kepulangan M. Natsir kehadirat penciptanya, seorang tokoh bangsa yang dicintai rakyatnya dengan ungkapan
16
Thohir Luth, op.cit., h. 26
17
Ibid., h. 27
36
“Berita wafatnya Pak M. Natsir terasa lebih dahsyat dari jatuhnya bom atom di
Hirosima”
18