31
“Sejak kecil makanan saya sehari-hari adalah mengaji. Sejak di Hollands Islands School HIS saya sudah ngaji di surau. Menginjak
kelas II, saya tinggal di rumah seorang saudagar, Haji Musa namanya di Solok. Selepas maghrib, malam hari saya mengaji. Kebetulan waktu
itu ada guru ngaji tamatan sekolah Thawalib Padang Panjang” Di samping belajar, ia juga mengajar dan menjadi guru bantu kelas 1
pada sekolah yang sama. Pada tahun 1920, ia pindah ke Padang atas ajakan kakaknya Rubiah. Di HIS Padang itulah M. Natsir masuk kelas lima dan
bersekolah di situ selama tiga tahun hingga selesai pada tahun 1923. Setelah lulus dari HIS, M. Natsir mengajukan permohonan untuk mendapat beasiswa
dari MULO Meer Uitgebreid Lager Orderwijs dan ternyata lamarannya itu diterima. M. Natsir aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang bersifat
ekstrakurikuler, tetapi kegiatan kurikuler di MULO tetap menjadi perhatiannya. Di MULO Padang inilah M. Natsir mulai aktif dalam
organisasi. Ia masuk menjadi anggota Pandu Nationale Islamietische Pavinderij Natipij, sejenis Pramuka sekarang, dari perkumpulan Jong
Islamieten Bond Serikat Pemuda Islam yang diketuai oleh Sanusi Pane. Menurut M. Natsir organisasi merupakan pelengkap selain yang didapatkan
di sekolah, dan memiliki andil yang cukup besar dalam kehidupan bangsa. Dari kegiatan berbagai organisasi inilah mulai tumbuh bibit sebagai
pemimpin bangsa pada M. Natsir.
7
2. Kiprah dan Perjuangan M. Natsir
Kiprah dan perjuangan M. Natsir terlihat saat dia belajar MULO Meer Uitgebreid Lager Orderwijs. Ia aktif di berbagai kegiatan seperti yang
telah dipaparkan sebelumnya. Aktivitas M. Natsir semakin berkembang ketika ia menjadi siswa di Algememe Midelbare School AMS di Bandung.
Di kota Bandung inilah bermula sejarah panjang perjuangannya. Beliau belajar agama Islam secara mendalam dan berkecimpung dalam gerakan
politik, dakwah, dan pendidikan. Di kota ini M. Natsir bertemu dengan tokoh
7
Thohir Luth, Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta:Gema Insani Press, 1999, h. 23
32
radikal Ahmad Hassan, pendiri Persis yang diakuinya sangat mempengaruhi alam pemikirannya.
8
Aktivitas M. Natsir semakin berkembang, ia menceritakan keinginanannya untuk bisa melanjutkan studinya ke Algememe Midelbare
School AMS kepada orang tuanya. Maka, setamat dari MULO ia meneruskan pendidikan formalnya ke AMS di Bandung. Sejak mulai belajar
di AMS, ia mulai tertarik pada pergerakan Islam dan belajar politik di perkumpulan JIB, sebuah organisasi pemuda Islam yang anggotanya adalah
para pelajar bumiputera yang bersekolah di sekolah Belanda. Organisasi ini mendapat pengaruh intelektual dari H. Agus Salim. Dalam organisasi tersebut
M. Natsir sempat bergaul dengan para tokoh nasional seperti M. Hatta, Prawoto Mangunsasmito, Yusuf Wibisono, Tjokroaminoto, dan Moh. Roem.
Dan berkat kemampuannya yang menonjol, mengantarkannya menduduki ketua JIB Bandung pada tahun 1928 hingga tahun 1932.
9
Setelah belajar di AMS, M. Natsir tidak melanjutkan kuliah, melainkan mengajar di salah satu MULO di Bandung. Kenyataan ini
merupakan panggilan jiwanya untuk mengajarkan agama yang pada masa itu dirasakan belum memadai. Sadar terhadap keadaan sekolah umum yang tidak
mengajarkan agama, M. Natsir lalu mendirikan Lembaga Pendidikan Islam Pendis. Suatu bentuk pendidikan modern yang mengkombinasikan
kurikulum pendidikan umum dengan pendidikan pesantren. M. Natsir menjabat sebagai Direktur Pendis sampai 1942. Lembaga tersebut kemudian
berkembang di berbagai daerah di Jawa Barat dan di Jakarta.
10
Pada tahun 1938, M. Natsir mulai akif di bidang politik dengan mendaftarkan dirinya menjadi anggota Partai Islam Indonesia PII cabang
Bandung. Pada tahun 1940-1942, Beliau menjabat ketua PII Bandung, pada tahun 1942-1945, ia merangkap jabatan di pemerintahan sebagai Kepala Biro
Pendidikan Kodya Bandung, serta sebagai sekertaris Sekolah Tinggi Islam
8
Ibid, h. 23
9
A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta:Amzah, 2009, h. 114
10
Ibid, h. 114