53 untuk memberikan dukungan penuh kepada kader-kadernya. Dukungan tersebut
dimaksudkan agar partai politik memberikan kesempatan kader Muslimat NU yang akan mencalonkan diri sebagai anggota dewan dan dapat menduduki posisi
nomor urut terdepan, sehingga peluang kemenangannya pun akan lebih tinggi.
7
3. Tahun 2001-2010 Khofifah Indar Parawansa
Memasuki periode pertama 2001-2005 kepemimpinan Khofifah Indar Parawansa, aturan khittah 1926 kedua masih menduduki posisi dalam ADART
tepatnya di ART Muslimat NU tahun 2006 pada Bab V pasal 32 ayat 1 yang menjelaskan tentang tidak diperbolehkannya organisasi berkaitan dengan partai
politik dan rangkap jabatan organisasi dengan partai politik. Namun pada periode ketiga tahun 2011-2015pengurusan Khofifah Indar Parawansa, aturan tentang
khittah 1926 tersebut tidak lagi memiliki tempat dalam ADART Muslimat NU. Aisyah Hamid Baidlowi menjelaskan bahwa aturan tersebut tidak lagi
dicantumkan secara tertulis, tetapi menjadi aturan tidak tertulis yang keabsahannya masih tetap harus dilaksanakan oleh organisasi Muslimat NU.
8
Perubahan makna khittah 1926 dari masa ke masa dikarenakan sudah berkurangnya implementasi khittah 1926 dalam Muslimat NU. Semakin lama
nilai khittah 1926 ini sedikit demi sedikit semakin ditinggalkan. Hal ini diakui oleh Ketua VI PP Muslimat NU dalam wawancara, yang mengatakan bahwa
khittah 1926 saat ini hanya sebuah semboyan karena praktik NU dalam
7
Wawancara dengan Aisyah Hamid Baidlowi.
8
Wawancara dengan Aisyah Hamid Baidlowi.
54 pengawalan politik memang sudah tidak dikendalikan lagi.
9
Kenyataannya bahwa kader-kader NU dan Muslimat NU tidak sedikit yang kembali berpolitik dengan
menggunakan organisasi sebagai alat politiknya dalam menggalang masa meskipun tidak secara tertulis. Masyarakat dan organisasi NU sendiri tidak
menutup mata akan kenyataan tersebut. Ketua Cabang Kabupaten Tegal yang menjabat sebagai Wakil Bupati
Kabupaten Tegal, Umi Azizah menegaskan bahwa khittah 1926 tidak dibuat untuk melanggar Hak Asasi Manusia HAM.
10
Oleh karena itu, sah apabila kader Muslimat NU menyalurkan hak politik sesuai dengan pilihannya secara individu.
Hak politik didapatkan dengan syarat kewajibannya yang tidak pula dilanggar, mengingat khittah 1926 hingga saat ini masih sama-sama diyakini sebagai aturan
organisasi yang mengantarkan kadernya pada kemaslahatan dan bukan untuk membatasi kader organisasi dalam berpolitik. Hal inilah yang menunjukkan
pergeseran makna khittah 1926 sesuai dengan perkembangan zaman yang mencerminkan bahwa aturan khittah 1926 kurang tepat digunakan pada era
demokrasi seperti saat ini.
B. Muslimat NU Periode 2011-2014 dan Komitmen Tentang Khittah 1926