1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang berkualitas, tentunya akan menghasilkan generasi
yang tidak sekedar cerdas, namun mampu ikut bersaing di era yang semakin maju ini. Pendidikan memiliki peranan penting dalam
pembentukan karakter dan mental seorang anak sehingga nantinya diharapkan akan menjadi seorang manusia dewasa yang mampu
berinteraksi dengan baik terhadap lingkungannya, baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial.
Pendidikan harus
dilakukan dengan
terencana agar
proses pembelajaran bisa berjalan dengan optimal. Selain itu, keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran pun perlu diperhatikan. Proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, akan jauh lebih bermakna jika
dibandingkan dengan proses pembelajaran yang hanya didominasi oleh guru.
Keaktifan siswa dalam suatu proses pembelajaran diperlukan agar komunikasi yang terjalin antara guru dan siswa tidak hanya bersifat satu
arah. Siswa akan merasa tertarik dan tidak bosan ketika dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu, siswa antusias mengikuti
pembelajaran karena bisa terlibat secara langsung dalam mencari pengetahuannya. Keterlibatan siswa secara aktif akan membuat sebuah
proses pembelajaran menjadi lebih bermakna, sehingga hasil belajar siswa pun akan dengan mudah ditingkatkan.
2
Proses pembelajaran yang bermakna dapat juga diciptakan dengan pemilihan metode belajar yang tepat. Tidak semua metode cocok untuk
diterapkan pada semua materi pelajaran. Masing-masing materi tersebut mempunyai karakteristik berbeda-beda, sehingga metode belajar harus
disesuaikan dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Seperti halnya dalam mata pelajaran IPS, metode yang diterapkan harus sesuai
dengan karakteristiknya. Dalam hal ini, Hidayati 2002: 19-20 menyatakan bahwa salah satu ciri khusus IPS adalah menekankan pada
model pengajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, di dalam proses pembelajaran IPS
membutuhkan metode yang mampu membuat siswa terlibat secara langsung dalam mencari pengetahuannya. Ilmu Pengetahuan Sosial IPS
merupakan mata pelajaran yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi, yang berkaitan dengan isu sosial serta berfungsi
untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, dan keterampilan siswa tentang masyarakat, bangsa, dan negara Depdiknas: 2004. Berdasarkan
pernyataan tersebut, maka bisa diketahui bahwa mata pelajaran IPS penuh dengan konsep-konsep abstrak dan isu sosial yang akan terjadi di masa
yang akan datang. Jadi diperlukan sebuah metode yang mengkonkritkan konsep-konsep tersebut.
Hal ini bertolak dengan perkembangan kognitif siswa SD. Menurut Piaget 1963 siswa SD masuk dalam kelompok usia 7-11 tahun yang
berada pada periode operasional konkret. Pada tahap ini anak sudah dapat
3
berpikir secara logis, namun terbatas pada hal-hal konkrit. Selain itu, karakteristik siswa SD pada tahap ini memiliki keingintahuan yang tinggi
dan juga masih membutuhkan arahan atau petunjuk dari orang dewasa. Sesuai dengan karakteristik anak SD, Isjoni 2007: 122
berpendapat dalam pembelajaran IPS belajar tidak hanya mengandalkan hasil, namun juga harus mengutamakan proses. Berdasarkan pendapat
tersebut, jelaslah bahwa pembelajaran IPS di sekolah dasar hendaknya mampu membuat siswa terlibat secara langsung dalam proses
pembelajaran. Keterlibatan siswa akan meningkatkan kemampuan berpikir serta pemahaman konsep dari materi yang telah dipelajari. Pembelajaran
IPS seharusnya tidak hanya menekankan pada kemampuan kognitif saja, namun juga afektif dan psikomotorik.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 29 November 2013 di kelas VA SD Negeri Golo menunjukkan bahwa
sebagian besar siswa tidak terlibat secara aktif dalam mengikuti pembelajaran IPS. Hal ini dikarenakan guru menggunakan metode
ceramah yang digunakan dari awal hingga akhir proses pembelajaran, sehingga siswa hanya duduk dan mendengarkan penjelasan guru.
Selain itu, belum digunakannya media oleh guru dalam pembelajaran juga menjadi faktor penyebab siswa menjadi pasif. Guru hanya
menyampaikan materi berdasarkan buku paket. Ketika proses pembelajaran berlangsung, beberapa siswa mulai bosan
dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dapat terlihat ketika guru menjelaskan
4
di depan kelas, beberapa siswa ramai sendiri, melakukan aktivitas lain seperti menggambar, melihat keluar kelas, dan bahkan ada beberapa yang
mengantuk di kelas. Kondisi di atas berdampak pada hasil belajar siswa kelas VA SD
Negeri Golo. Nilai Ulangan Tengah Semester pada mata pelajaran IPS dengan Kriteria Ketuntasan Minimal 75, dari 27 siswa hanya 1 siswa yang
mencapai KKM dan 26 siswa belum mencapai KKM. Nilai rata-rata siswa hanya mencapai 39,6.
Nilai Ulangan Tengah Semester pada mata pelajaran IPS dengan Kriteria Ketuntasan Minimal 75, dari 27 siswa hanya 1 siswa yang
mencapai KKM dan 26 siswa belum mencapai KKM. Nilai rata-rata siswa hanya mencapai 39,6.
Permasalahan lain juga ditemukan ketika peneliti melakukan wawancara dengan Ibu MP selaku guru kelas VA SD Negeri Golo yang
mengeluhkan begitu sulitnya menemukan metode yang cocok untuk mata pelajaran IPS kecuali ceramah. Ibu MP bingung menyampaikan materi IPS
yang sulit dijelaskan dengan demonstrasi atau media. Menurutnya media yang bisa digunakan dalam pembelajaran IPS adalah gambar. Sedangkan,
Ibu MP sadar jika media berupa gambar sudah tidak menarik bagi siswa kelas VA. Di satu sisi, keinginan menggunakan metode yang bervariasi
dalam membelajarkan IPS sangat kuat, namun di sisi lain kesulitan dan ketidaktahuan akan metode yang cocok untuk IPS membuatnya tetap
5
bertahan dengan menggunakan metode ceramah dalam membelajarkan IPS.
Keaktifan siswa dalam pembelajaran IPS di kelas VA SD Negeri Golo masih belum optimal. Hal ini berdampak pada hasil belajar siswa yang
rendah pada mata pelajaran IPS. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu adanya sebuah metode yang cocok digunakan untuk membelajarkan
IPS. Sebuah metode yang mampu melibatkan peranan siswa secara aktif dengan memberi pengalaman belajar langsung sehingga pada akhirnya
akan turut meningkatkan hasil belajar. Berdasarkan perkembangan kognitif dan karakteristik siswa SD,
pengalaman belajar langsung bisa dilakukan dengan kegiatan penemuan. Kegiatan penemuan akan mendorong siswa untuk aktif mencari
pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan karakteristik siswa SD yang mempunyai keingintahuan yang tinggi. Melalui kegiatan penemuan,
pesan-pesan abstrak yang ada dalam mata pelajaran IPS dapat dimunculkan
lewat permasalahan-permasalahan
sederhana yang
dihubungkan dengan pengalaman konkrit siswa sehingga siswa mampu menemukan solusi dari permasalahan tersebut.
Kegiatan penemuan yang dilakukan pada jenjang sekolah dasar masih sederhana, namun karena karakteristik siswa SD yang masih
membutuhkan arahan dari orang dewasa maka kegiatan penemuan masih tetap membutuhkan bimbingan dari guru. Kegiatan penemuan yang
dilakukan dengan bimbingan dari guru disebut dengan penemuan
6
terbimbing. Menurut Muhammad Ali 2008:87, penemuan terbimbing merupakan
metode pembelajaran
penemuan yang
di dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh siswa sendiri berdasarkan petunjuk- petunjuk guru.
Penemuan terbimbing akan menumbuhkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan memfasilitasi siswa untuk memenuhi rasa
keingintahuannya lewat kegiatan penemuan namun tetap dengan arahan dan bimbingan dari guru. Melalui metode penemuan terbimbing,
kemampuan yang dikembangkan tidak hanya kognitif ketika siswa mampu memahami pengetahuan saja, namun kemampuan afektif yaitu keaktifan
dalam mencari pengetahuan tersebut dan kemampuan psikomotorik sewaktu siswa melakukan aktivitas penemuan.
Melihat fakta-fakta penemuan terbimbing yang sesuai dengan karakteristik siswa SD dan juga cocok digunakan untuk mengatasi
masalah yang terjadi di kelas VA SD Negeri Golo, maka peneliti melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul:
“Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPS menggunakan Metode Penemuan
Terbimbing pada Siswa Kelas VA SD Negeri Golo Yogyakarta”.
B. Identifikasi Masalah