Lahirnya PON. Peran Dalam Keolahragaan di Indonesia
tanggal 22- 25 Desember 1949 yang membahas mengenai kelanjutan PON II, namun kongres tersebut belum dapat mengambil keputusan tentang PON II dalam
tahun 1950.
Setelah penyusunan kembali serta penyempurnaan organisasi- organisasi
olahraga yang terbesar seperti sepak bola dan atletik tercapai dengan kongres masing- masing dalam bulan September 1950, sedang cabang olahraga lainnya
usaha semacam itu mencapai tingkatan yang sama, seperti tennis, renang, bulu tangkis, angkat besi dan lain lain, maka atas inisiatif PSSI dan PASI diambil
keputusan oleh PORI untuk melangsungkan PON II dalam tahun 1953 di Jakarta. Pemilihan penyelenggaraan pada bulan September tahun 1953 merupakan
langkah yang tepat. Hal ini karena masih tersisa semangat keolahragaan sejak ikutnya Indonesia dalam Asian Games di New Delhi, pada Maret 1951. Semangat
keolahragaan Indonesia juga memuncak pula dalam menghadapi Olympiade Helsinki tahun 1952, selain itu hubungan Indonesia dengan negara-negara lain
dilapangan olahraga juga mulai nampak sehingga memberi dorongan kepada
Indonesia.
Olahraga pada saat itu mulai menunjukan kepentingannya, terlebih ketika mulai ada perhelatan olahraga internasional. Upaya yang dilakukan pemerintah
untuk memajukan olahraga Indonesia pada saat itu yaitu dengan membentuk KOI Komite Olympiade Indonesia. Berdasarakan ADART tujuan didirikan KOI
yaitu menyebarkan dan mempropagandakan cita-cita gerakan olympiade di Indonesia, memajukan tiap jenis olahraga, dan mengambil langkah-langkah yang
perlu untuk memberi pimpinan dan tuntunan kepada olah-raga amateur dalam
garis-garis yang benar. Selain itu juga bertujuan untuk membantu tiap organisasi olahraga dalam usahanya untuk mengembangkan gerakannya. dan tujuan terakhir
yaitu menjamin kelangsungan PON tiap empat tahun.
28
PON II sempat mengalami penundaan karena adanya agresi Militer Belanda. Hal tersebut menghalangi pemerintah dan organisasi olahraga untuk
mempersiapakan diri menyambut PON II, yang akan diselengarakan di Jakarta. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam meghadapi event olahraga nasional itu
memberi pekerjaan rumah bagi tiap top organisasi untuk mempersiakan atletnya. Bagi panitia pelaksana ini merupakan pembuktian jika Indonesia mampu
menyelenggarakan event keolahragaan secara nasional. Dalam rangka mempersiapkan PON II di Jakarta, maka dibentuklah sebuah
gerakan yang bernama Yayasan Stadion Nasional yang menjalankan dan merencanakan pembangunan-pembangunan stadion untuk memperbaiki kualitas
dan fasilitas olahraga di Indonesia. Proyek pertama yang harus diselesaikan oleh yayasan ini adalah pembangunan Stadion Ikada yang akan digunakan dalam PON
II sekaligus Asian Games 1962. Pembangunan stadion tersebut terbilang sulit hal ini karena panitia hanya di beri tenggang waktu 4 bulan untuk menyelesaikan
proyek ini.
29
Yayasan ini bertugas untuk membangun stadion-stadion yang ada di Indonesia agar atlet Indonesia dapat mengikuti olympiade internasional maka
28
Arsip Puro Pakualaman No. 635 tentang Anggaran Dasar dari Komite Olympiade Indonesia kepada Sri Paku Alam VIII tentang anggaran KOI tahun
1956.
29
C. J. Stolk.
op.cit.,
hlm.108
dibutuhkan pula fasilitas yang hampir serupa dengan apa yang terima oleh atlet- atlet yang ada di negara belahan Eropa. Proyek pembangunan stadion Ikada,
merupakan tugas yang berat bagi panitia Yayasan Stadion, mengingat ekonomi Indonesia yang sulit, sedangkan panitia hanya diberi waktu 4 bulan saja untuk
menyelesaikan pembangunan tersebut. Pembangunan lapangan Ikada menelan biaya besar sehingga dilakukan pemungutan dan sumbangan dari warga untuk
menutup biaya-biaya tersebut. Jika di negara-negara lain pekan olahraga
olympic week
itu diselenggarakan oleh Komite Olympiade Nasional maka PON I dan II diselenggarakan oleh PORI.
Keunikan penyelenggaraan PON I dan II ini yaitu biasanya dinegara lain hanya ada dua macam organisasi olahraga yang mengurus segala kebutuhan olahraga,
yaitu organisasi tiap tiap otonom cabang olahraga dan Komite Olympiade Nasional sebagai badan koordinasi antara organisasi-organisasi otonom.
Sedangakan di Indonesia memiliki 3 macam organisasi yaitu organisasi otonom itu, tiap cabang-cabang Olahraga PSSI, PASI, PELTI, dll, PORI sebagai badan
koordinasi dan KOI sebagai koordinator untuk meluaskan kiprah di luar negeri.
PON dalam perkembangannnya, selain untuk menciptakan kesatuan dan persatuan juga ditujukan untuk melihat potensi-potensi anak negeri yang bisa
dikirimkan ke perlombaan olahraga internasional seperti, Asian Games, dan Olympide games. Penyusunan agenda olahraga dapat dilaksanakan secara
berurutan. Penyelenggaraan PON di Indonesia memiliki nilai tambah karena memiliki fungsi nyata sebagai
nation and character building
30
.
30
C. J. Stolk,
op.cit.,
hlm. 73.
Sri Paku Alam VIII yang saat itu menjabat sebagai salah satu
official
organisasi olahraga panahan, Ia turut aktif dalam pelaksanaan PON di Indonesia. Mulai dari pelaksanaan PON I hingga PON ke IX Tahun 1977. Tahun 1948 saat
itu Ia menjadi wakil kepala daerah Istimewa Yogyakarta, selain disibukkan dengan kegiatan rumah tangga DIY, Ia juga menjadi salah satu tokoh yang
membantu dalam pelaksanaan PON I di Surakarta.