Paku Alam VIII Naik Tahta Hingga Kekuasaan Jepang

latihan ini diajarkan kepada anggota PETA yang terdiri atas orang-orang Jepang dan kaum pribumi agar siap menjadi tentara perang bagi Jepang. Menjelang Proklamasi kemerdekaan, 17 Agustus 1945 hubungan antara pakualaman dan kasultanan Yogyakarta semakin baik. Kedua belah pihak Paku Alam VIII dan Sultan Hamengku Buawana IX mengajak Kadipaten Mangkunegaran dan Kasunanan Surakarta untuk menjalin diplomasi politik antar empat kerajaan agar memiliki sikap politik yang sama dalam mendukung para pejuang kemerdekaan. Hamengku Buwana IX kemudian mengutus Paku Alam VIII untuk menyampaikan amanah tersebut. Ia menyampaikan amanah dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada dua kerajaan tersebut sambil panahan disuatu tempat antara Sragen dan Mantingan. 33 Pendudukan Jepang di Indonesia tidak berlangsung lama, setelah Hirosima dan Nagasaki di Bom oleh sekutu, Jepang menyerah tanpa syarat, dan kesempatan ini dimanfaatkan oleh kaum nasionalis dan pemuda untuk mendesak Soekarno dan Hatta memproklamirkan Indonesia menjadi negara yang merdeka. Kedudukan Jepang saat itu sudah menyerah namun Jepang masih berkewajiban untuk menjaga dan mengamankan wilayah sebelum kedatangan sekutu ke Indonesia. Kemerdekaan Indonesia tidak serta merta mudah untuk di capai, bahkan sempat terjadi perlawanan dari kaum nasionalis dengan pihak Jepang. Di Yogyakarta sendiri perlawanan rakyat Jogja terjadi di Kotabaru, dimana saat itu terjadi 33 KPH Wijoyokusumo, dalam Disukusi Forum Peduli Daerah Istimewa Yogyakarta, di rumah H. Salim Purnomo, Jl. Lowanu Yogyakarta, 1995. Ditulis dalam Artikel oleh Heru Wahyukusmoyo, Mengenal Riwayat Falsafah Hidup Paku Alam VIII , Yogyakarta: Seminar Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional Paku Alam VIII, 2015, hlm. 4. perebutan gudang senjata antara rakyat Jogja dan tentara Jepang. Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII sebagai orang yang berpengaruh di Yogyakarta memberikan semangat dukungannya kepada kaum nasionalis agar Indonesia dapat segera mendapat kemerdekaannya.

3. Menjadi Wakil Kepala Daerah Yogyakarta

Dengan terbitnya Amanat 5 September 1945 yang ditanda tangani secara sendiri-sendiri oleh kedua pihak, Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, disusul amanat yang ditandatangani secara bersama-sama, lalu lahirlah amanat 30 Oktober 1945 yang bersisi tentang jalannya pemerintahan Yogyakarta diserahkan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Sistem Demokrasi serta lahirnya UU. No. 31950 yang menyatakan dengan tegas bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta terdiri dari wilayah kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. 34 Kota Yogyakarta dinyatakan dalam Maklumat No. 28 Tahun 1946, kabupaten luar kota kadipaten Pakualaman masih disebut kabupaten Adikarto. Baru pada tahun 1951 berdasarkan undang-undang No. 15 tahun 1951 kabupaten Adikarto yang beribukota di Wates dijadikan satu dengan kabupaten Kulon Progo yang merupakan wilayah Kasultanan Yogyakarta yang beribukota di Sentolo Sebelumnya di Pengasih. Penyatuan kasultanan dan Pakualaman menjadi satu dan termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia memang dikehendaki oleh kedua pemimpin negeri tersebut. Namun Secara adat Sri Sultan Hamengku 34 Ibid. , hlm.4. Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tetap sebagai pemimpin keraton Yogyakarta dan puro Pakualaman . 35 Yogyakarta, dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menjalankan pemerintahaan secara bersama-sama, mereka saling mendukung dan mengisi satu sama lain. Peranan mereka sama pentingnya, hal ini terlihat ketika Sri Sultan Hamengkubuwana IX menduduki jabatan Menteri Negara dalam kabinet Syahrir III RI pada tahun 1946, ketika Sri Sultan Hamengku Buwono IX harus mengurus kondisi keamanan di Indonesia, sehingga urusan rumah Tangga DIY diurus oleh Sri Paku Alam VIII. Kedudukan Sri Paku Alam VIII selaku Wakil Kepala daerah memegang segala urusan yang berada di lingkungan Yogyakarta namun tidak terlepas dari persetujuan Sri Sultan Hamengkubuwana IX Selaku Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta. Selama mengurus DIY menemani Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Sri Paku Alam VIII juga merupakan tokoh yang berperan dalam pelaksanaan Pemilihan Umum pertama di Indonesia yang diselenggarakan dalam rangka pemilihan DPD dan DPR tahun 1955 di Yogyakarta. Pemilihan tersebut berjalan baik dan demokratis. Ia juga aktif dalam dunia kesehatan sehingga ia pernah menjadi ketua Palang Merah Indonesia PMI. Selain itu Ia juga aktif dalam perkembangan olahraga di Indonesia, khususnya olahraga panahan yang menjadi hobinya. Pada Oktober 1988, Hamengku Buwono IX mangkat dan selang beberapa waktu pascameninggalnya Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Paduka Paku Alam 35 S. Ilmi Albiladiyah, loc.cit , hlm. 99 VIII mendapat surat keputusan dari presiden Soeharto mengenai pengangkatannya sebagai pejabat gubernur dengan masa jabatan sepanjang usia. Paku Alam VIII menjadi pejabat Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta . 36 Paku Alam VIII tetap konsisten dengan kedudukan Kadipaten Pakualaman di Yogyakarta. Paku Alam VIII adalah sosok yang konsisten terhadap aturan konstitusi maupun aturan adat, hal ini ditunjukan secara tegas bahwa dirinya adalah tetap wakil gubernur DIY sampai wafat, jabatan sementara PJS Gubernur DIY adalah tekhnis administrative , yang harus ditaati dan tidak pernah mau dinaikan jabatannya sebagai Gubernur ketika Hamengku Buwono IX wafat, suatu saat ketika jabatan wakil gubernur akan diisi pejabat struktural Ia menjawab secara Diplomatis: “ bahwa posisi yang kosong adalah Gubernur DIY bukan wakil Gubernur DIY, posisi saya adalah tetap wakil Gubernur DIY karena posisi gubernur DIY adalah hak politik kesultanan Yogyakarta . 37 Selama menjalankan pemerintahan di Yogyakarta, ia dibantu oleh DPR, DPD, DPRD Yogyakarta. Ia pernah memberikan gagasan-gagasan yang cukup gemilang, Ia juga sangat baik dalam menjalin hubungan dengan pemerintah pusat dan dikenal sebagai pemimpin yang menjaga tali silaturahmi antara pemerintah daerah. Sri Paduka Paku Alam VIII juga sering menyelenggarakan pertandingan panahan untuk mempererat hubungan antara pemimpin dan rakyatnya. Bahkan pertandingan panahan ini dilakukan hampir disemua kabupaten yang ada di 36 Krisna Bayu Adji, Buku Pintar Raja-Raja Jawa Dari Kalingga Hingga Kasultanan Yogyakarta Mengungkap Sejarah dan Biografi Para Raja Berdasarkan Fakta terbaru , Yogyakarta: Araska, hlm. 202. 37 Ibid ., hlm. 5. Yogyakarta yaitu Bantul, Sleman, Kulon Progo dan Gunung Kidul yang dilakukan secara bergiliran. 38 38 Soekarto, wawancara di Yogyakarta tanggal 24 Juni 2015.