Aspek sosial-ekonomi ditekankan pada masyarakat petani penggarap lahan, Aspek Relasional Pemanfaatan SDA mendeskripsikan kekuasaan powers

35 Semakin sempit lahan garapan yang dikuasasi oleh mayarakat maka semakin besar dorongan untuk mempertahankan lahan garapan tersebut. Hal ini terkait dengan kebutuhan lahan garapan tersebut untuk mendukung kebutuhan hidup masyarakat. Dengan demikian semakin besar dorongan untuk mempertahankan penguasaan lahan garapan tersebut menunjukkan semakin tingginya tingkat ketergantungan masyarakat terhadap lahan di dalam kawasan konservasi.

9. Tipologi masyarakat penggarap lahan adalah gambaran karakteristik

masyarakat petani penggarap lahan di dalam kawasan berkaitan dengan kepentingan pelaksanaan kegiatan restorasi. Tipologi masyarakat menggambarkan potensi pelibatan masyarakat dalam kegiatan restorasi dan sekaligus menggambarkan tingkat beban bagi BBTNGGP untuk mencapai tujuan pengelolaan kawasan konservasi. Tipologi masyarakat petani penggarap lahan didalam kawasan perluasan TNGGP dirumuskan berdasarkan tingkat sikap masyarakat terhadap usaha pelestarian alam atau isu konservasi dan tingkat ketergantungannya terhadap lahan garapan di dalam kawasan.

10. Tumbuhan eksotik antropogenik adalah jenis-jenis tumbuhan yang tumbuh

dan berkembang di luar habitat aslinya, yang mana penyebaran awal di luar habitat aslinya tersebut disebabkan oleh aktivitas manusia. Carroll 1992 diacu dalam Basuni 2003 menjelaskan bahwa konsep “spesies antropogenik” dimaksudkan pada spesies yang dinamika populasinya sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia. 4.4. Definisi Operasional 1. Yang dimaksud dengan masyarakat adalah masyarakat sekitar hutan, yaitu para petani penggarap lahan hutan di dalam kawasan konservasi yang mana untuk kasus penelitian ini adalah para petani penggarap lahan di dalam kawasan perluasan TNGGP khususnya petani penggarap lahan hutan eks program PHBM-Perum Perhutani.

2. Penguasaan lahan diukur berdasarkan luas penguasaan lahan usaha

pertanian oleh petani penggarap lahan hutan di dalam kawasan konservasi. 36

3. Luas penguasaan lahan dimaksudkan sebagai jumlah total luas lahan yang

dikuasai oleh petani penggarap berupa lahan pertanian di luar kawasan sawah dan tegal dan atau lahan garapan di dalam kawasan hutan garapan sawah dan kebun. Luasan penguasaan lahan mencerminkan keterkaitan hubungannya dengan kecukupan luasan lahan usaha tani yang dipunyai oleh petani penggarap guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Luas atau sempitnya penguasaan lahan oleh petani penggarap menunjukkan besar kecilnya kekuatan pendorong bagi petani untuk mempertahankan lahan garapannya yang berkorelasi dengan tingkat ketergantungan petani penggarap terhadap lahan garapan di dalam kawasan hutan. Untuk budaya petani Jawa dikenal istilah 1 satu ‘Bahu’ untuk menyatakan luas penguasaan lahan sawah yang mencukupi kebutuhan hidup keluarga petani. Satu ‘Bahu’ adalah satuan luas lahan yang sama dengan 500 Rhu. 1 satu Rhu sama dengan 3,75 X 3,75 m 2 pembulatan = 14 m 2

4. Pembobotan jenis lahan sawah dan tegal dilakukan berdasarkan asumsi

produktivitas jenis lahan produktivitas sawah hampir 1,5 X lipat dibandingkan lahan tegal sehingga diperoleh luas lahan tegal adalah 1 satu HaKK petani relatif setara dengan luas lahan sawah 0,7 Ha. sehingga 1 satu bahu = 0,7 Ha. Hasil penelitian Gaol 2011 di daerah Deli Serdang Sumatera Utara menunjukkan temuan luas penguasaan lahan petani untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebesar 0,66 hektar. Tentunya latar belakang budaya dan karakteristik petani di Jawa berbeda dengan di Deli Serdang namun menunjukkan besarnya luas penguasaan lahan yang hampir sama untuk memenuhi kebutuhan hidup petani. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan asumsi bahwa luas lahan sawah 0,7 Ha sebagai setandar relatif luas lahan usaha tani untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup petani dengan layak.

5. Faktor kesetaraan luas lahan garapan adalah nilai konstanta yang dihitung

berdasarkan luas efektif lahan garapan di dalam kawasan hutan. Perhitungan tersebut mempertimbangkan jarak tanaman partisipan terhadap tanaman pokok restorasi sesuai dengan jangka waktu dan perkembangan tanaman restorasi.