Partisipasi Institutional model of conservation area biodiversity restoration by germplasm park concept
24 h. Self-management: Tahapan puncak dari partisipasi. Stakeholder berinteraksi
dalam proses pembelajaran yang memberikan manfaat. Warner 1997 membedakan tiga model partisipasi yaitu: 1 popular
partisipation model, memiliki tujuan pemberdayaan kepercayaan diri sendiri dan mobilisasi; 2 selective partisipation model, memiliki tujuan keberlanjutan
institusi; dan 3 consensus partisipation model, memiliki tujuan keberlanjutan sosial, ekonomi dan lingkungan. Probst et al. 2003 membagi empat tipe
partisipasi sebagai berikut : 1 Contractual participation yaitu aktor sosial memberikan hak pengambilan keputusan pada aktor sosial lainnya; 2
Consultative participation yaitu Sebagaian besar keputusan dipegang oleh satu kelompok stakeholder tetapi penekananannya adalah pada konsultasi dan
mengumpulkan informasi dari yang lain; 3 Collaborative participation yaitu aktor yang berbeda berkolaborasi dan mengutamakan kesamaan hak melalui
pertukaran pengetahuan, kontribusi dan distribusi kekuatan dalam pengambilan keputusan; 4 Collegiate partisipation yaitu aktor yang berbeda berkerjasama
sebagai kolega atau parner. Menurut Inoue 1998 bentuk partisipasi masyarakat pada hutan tergantung
dari tipe pengelolaan hutan itu sendiri dan dapat bervariasi bentuknya dari satu tempat dengan tempat lainnya. Secara umum terdapat beberapa bentuk partisipasi
atau kerja kelompok sebagai berikut : 1 Partisipasi Individu individual participation adalah partisipasi individu
dalam aktivitasnya sebagai sukarelawan, 2 Partisipasi Kelompok Temporer temporary group partipation adalah
beberapa orang mengambil inisiatif untuk berpartisipasi pada kelompok yang sifatnya sementara seperti tolong-menolong,
3 Partisipasi Kelompok Tetap fixed group participation adalah setiap individu sebagai anggota kelompok mengambil inisiatif untuk berpartisipasi pada
kelompoknya, 4 Partisipasi upah kerja wage labor partipation adalah individu sebagai
tenaga kerja berpartisipasi pada suatu aktivitas dengan tujuan untuk memperoleh upah.
25 Paradigma pembangunan selama ini lebih memusatkan pada pertumbuhan
ekonomi dan efisiensi penggunaan faktor produksi dan kapital, dipengaruhi oleh dua teori penting yang diusung Rostow dan Harold-Domar, berimplikasi pada
konsumsi yang tak terbatas yang diikuti oleh deplesi SDA sebagai sumber input dan pendukung kehidupan Mubyarto, 2005; Todaro, 1989; Amien 2005; Siahaan,
2007. Hasil pembangunan Todaro,1989 antara lain dicirikan oleh meningkatnya ketergantungan terhadap SDA. Paradigma pembangunan yang demikian bersifat
top down karena kurang melihat interdepensi antara elemen-elemen pembangunan yang begitu kompleks dan masyarakat diletakkan pada subordinat
pembangunan Amin, 2005. Pendekatan dan pemikiran yang kontradiktif yaitu model pendekatan bottom
up dengan pendekatan keharusan pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan secara aktif melalui berbagai bentuk partisipasinya mengingat
bahwa masyarakatlah yang menjadi subjek bukan objek dari pembangunan. Pendekatan ini dicirikan oleh adanya proses partisipasi dan terjadinya
pembelajaran sosial. Menurut Maarleveld dan Danbegnon 1999, diacu dalam Wollernberg et al. 2005 bahwa pembelajaran sosial dalam pengelolaan SDA
merupakan kombinasi pengelolaan adaptif yang melibatkan pembelajaran secara sadar dari eksperimen kebijakan dan politik yang didefinisikan sebagai konflik
antara pemangku kepentingan dengan SDA. Model pembangunan yang demikian dikenal sebagai model partisipatif.
Pentingnya pelibatan masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh teori demokrasi dengan argumen bahwa masyarakat memiliki hak untuk
berkontribusi dalam pengambilan keputusan melalui perwakilan Karky 2001. Menurut Howell at al. 1987 bahwa terlibatnya masyarakat dalam pengambilan
keputusan publik didasarkan pada adanya hak dan kewajiban baik formal ataupun nonformal yang dimiliki oleh masyarakat serta penilaian ekonomi sebagai faktor
pendorong yang kuat. Keterlibatan seseorang dalam pembangunan juga dipengaruhi oleh adanya harapan penghargaan reward dari berbagai sumber
termasuk pihak pemerintah, swasta dan kelompok atau anggota masyarakat. Kenneth dalam Dasgupta dan Serageldin 1999 mengungkapkan bahwa
penghargaan dapat meningkatkan interaksi antara masyarakat bukan karena motif
26 ekonomi, tapi masyarakat lebih pada membangun jaringan pertemanan atau
persabahatan. Mengingat bahwa pertukaran sosial merupakan jaminan yang bersifat non formal, maka penghargaan sifatnya baku dan tidak ada jaminan bagi
pihak tertentu untuk dapat mengajak seseorang terlibat dalam pembangunan. Faktor lainnya yang mendorong proses pelibatan masyarakat dalam program
pembangunan adalah kepercayaan. Howell et al. 1987 mengungkapkan bahwa banyak kegagalan implementasi pelibatan masyarakat dalam program
pembangunan diakibatkan oleh hilangnya legitimasi atau kepercayaan masyarakat.
Munculnya konsep pembangunan partisipatif di Indonesia terjadi seiring isu desentralisasi dengan pendekatan konseptual yang dikonsentrasikan pada
strategi pembangunan yang dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial dan ekologi secara bersama sehingga menunjang pencapaian pembangunan
berkelanjutan Hardy dan Lloyd 1994 ; Clement dan Hansen 2001. Perencanaan pembangunan partisipatif dalam hal ini menekankan pada integrasi keterlibatan
masyarakat dalam perencanaan pembangunan mulai dari perencanaan, implementasi dan monitoring sampai dengan evaluasi. Dari uraian Fahmi et.al,
2003 dapat disimpulkan bahwa perencanaan partisipatif dalam pengelolaan kawasan hutan sesungguhnya memiliki konsep perlindungan kawasan itu sendiri
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kegiatan yang tidak menimbulkan dampak negatif meminimumkan dampat negatif yang ditimbulkan.
Berdasarkan identifikasi kepentingan masyarakat lokal first appropriators, lingkungan eksternal second appropriators, dan policy makers dan hubungan-
hubungan diantara ketiganya tersebut maka dapat disusun model perencanaan pengelolaan sesuai dengan kondisi biofisik kawasan dan kondisi sosial ekonomi
serta budaya masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan partisipatif dalam pembangunan masyarakat di sekitar kawasan hutan, Suharjito 2004 menemukan
dampak dari pembangunan tersebut adalah meningkatnya kesadaran masyarakat, terbangunnya komunikasi dalam menyampaikan aspirasi yang lebih baik antara
masyarakat dengan dinas kehutanan dan diimplementasikannya pengetahuan yang diperoleh dari petani lainnya, seperti pembuatan kompos dan pemeliharaan
kambing. Namun masyarakat masih tergantung pada hutan sebagai sumber
27 pendapatan rumah-tangganya, aktivitas non farm dan off farm belum
dikembangkan oleh masyarakat dan masyarakat enggan berpartisipasi pada kelembagaan ekonomi koperasi karena pengalaman masa lalu yang dianggap
kurang menguntungkan.