Novelty Institutional model of conservation area biodiversity restoration by germplasm park concept
9 tempat penyegar di dalam dan di luar ruangan yang direncanakan dengan
mempertimbangkan aspek estetika atau keindahan. Plasma nutfah adalah substansi hidupan pembawa sifat keturunan yang
dapat berupa organ tubuh atau bagian dari tumbuhan atau satwa serta jasad renik PP 282011. Keanekaragaman plasma nutfah diartikan sebagai kumpulan
berbagai macam gen yang terdapat dalam populasi spesies yang berkembang biak, atau seluruh spesies yang dijumpai di suatu kawasan tertentu Mackinnon, 1990.
Mengacu Mackinnon 1990 tersebut maka plasma nutfah dapat didefinisikan sebagai potensi sumberdaya hayati flora dan fauna yang masih membawa sifat
sifat genetik asli, sebagai substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa organ utuh atau bagian dari tumbuhan atau hewan serta mikroorganisme yang
terkandung di dalam suatu ekosistem hutan, savana, semak, padang rumput, semi padang pasir dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian taman dan plasma nutfah tersebut di atas maka taman plasma nutfah adalah sesuatu yang dibangun diatas suatu tempat dengan
berlandaskan konsep taman plasma nutfah, yaitu tempat yang memiliki penataan ruang untuk pengaturan materi utama SDA hayati yang merupakan bagian dari
biodiversitas yang diketahui manfaat aktual dan potensialnya sehingga memiliki fungsi keindahan dan aspek-aspek ekowisata dalam rangka mencapai tujuan
restorasi dan preserrvasi biodiversitas yang terkandung di dalam kawasan konservasi, yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, sosial budaya, dan ekowisata. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Pasal 1 butir 14 dijelaskan bahwa Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli,
dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi.
Berdasarkan pada Undang-Undang tersebut maka BBTNGGP berkewajiban untuk melaksanakan restorasi kawasan perluasan TNGGP dan mengeliminir segala
bentuk tekanan yang dapat berujung pada kegagalan tujuan penetapan taman nasional sebagai kawasan konservasi.
10 Secara umum pengelolaan taman nasional ataupun kawasan konservasi di
Indonesia menghadapi tantangan yang hampir sama yang bahkan dapat memicu munculnya konflik akibat tidak sinerginya praktek manajemen taman nasional
dengan kepentingan masyarakat sekitar taman nasional atau stakeholder terkait. Tantangan-tantangan tersebut merupakan sumber masalah degradasi kawasan
sehingga terjadi kerusakan sumberdaya hutan baik hayati maupun non hayati, penurunan potensi dan fungsi sumberdaya, bahkan kepunahan flora dan fauna,
serta tidak tercapainya peran dan fungsi taman nasional sebagai kawasan konservasi. Konflik kepentingan terhadap sumberdaya alam yang ada di dalam
kawasan taman nasional SDH dan SDL sering diawali oleh persepsi, yang kemudian diikuti oleh pemanfaatan dan tekanan terhadap SDH dan SDL tersebut.
Biodiversitas kawasan konservasi dapat dipandang sebagai obyek yang melahirkan nilai bagi subyek. Nilai yang bersifat personal, sosial, maupun ilmu
pengetahuan. Khusus bagi pengelola kawasan konservasi, ‘keaslian’ merupakan nilai yang paling penting dalam restorasi biodiversitas, sedangkan bagi
masyarakat, ‘nilai ekonomis’ merupakan nilai yang paling penting. Dengan demikian memadukan persepsi dan kebutuhan need BBTNGGP dan masyarakat
sekitar TNGGP, serta stakeholder lainnya merupakan hal penting dalam pelaksanaan restorasi dan sekaligus dalam rangka penyelesaian konflik
kepentingan yang ada. Dalam pelaksanaan kegiatan restorasi di kawasan perluasan TNGGP telah
dilaksanakan beberapa bentuk pendekatan restorasi, antara lain RHL Swakelola, RHL Partisipatif, dan Adopsi Pohon. Namun pendekatan-pendekatan tersebut
belum memberikan solusi yang memuaskan terbukti bahwa BBTNGGP masih menghadapi permasalahan yang belum terselesaikan dengan baik yaitu adanya
gangguan pemanfaatan SDH dan penggunaan SDL oleh masyarakat petani sekitar kawasan taman nasional. BBTNGGP masih mencari alternatif model restorasi
untuk mengatasi masalah vegetasi eksotik antropogenik dan penggunaan lahan hutan oleh masyarakat di kawasan perluasan tersebut.
Konsep Taman Plasma Nutfah TPN dapat diajukan sebagai pendekatan restorasi biodiversitas di kawasan perluasan TNGGP untuk penyelesaian masalah
ekologi dan masalah kelembagaan yang ada. Konsep restorasi menekankan
11 penggunaan jenis flora asli digunakan sebagai basis konsep TPN yang
dikembangkan dan bertitik tolak dari konsep preservasi informasional Basuni, 2009. Inti dari konsep TPN adalah bahwa untuk menyelamatkan yang asli maka
perlu dibuat tiruan duplikat yang mengusung sebanyak mungkin informasi terkait dengan ciri dan karakteristik subjek aslinya. Dengan adanya duplikat maka
gangguan dan akses terhadap subjek asli akan dapat jauh dikurangi sehingga lebih dijamin konservasi dan preservasinya. Konsep TPN merupakan rumusan untuk
mengatur pola ruang atau lanskap tanaman pada kawasan perluasan yang direstorasi yang mempertimbangkan aspek ekologis sustainable, aspek ekonomi
feasible, dan aspek sosial-budaya acceptable dan capable. Masalah ekologi diselesaikan melalui perumusan-perumusan pola biofisik, pola penggunaan
kawasan, dan pola ruang atau lanskap tanaman sesuai dengan potensi biofisik atau kondisi ekologis kawasan perluasan dan konteks ekowisata dalam penggunaan
kawasan konservasi, sedangkan masalah kelembagaan diselesaikan melalui perumusan-perumusan varian desain fisik TPN dan desain kelembagaan melalui
rekayasa sosial yang bertujuan untuk melibatkan stakeholders lain khususnya masyarakat petani sekitar kawasan TNGGP sehingga kepentingan stakeholders
dapat diakomodir dan dalam rangka pengembalian hak akses masyarakat petani yang tercabut akibat perubahan fungsi kawasan.
Pola biofisik kawasan restorasi dirumuskan berdasarkan hasil kajian karakteristik lanskap, aspek variasi penutupan lahan restorasi, dan kondisi
ekologis kawasan restorasi. Pola penggunaan kawasan restorasi dirumuskan berdasarkan pola biofisik, tujuan dan strategi pengelolaan kawasan restorasi,
dimensi program yang ada, iptek, dan aturan perundangan. Pola penggunaan
kawasan dirumuskan dengan memadukan konsep ekowisata sebagai basis
penggunaan kawasan dengan memasukkan unsur alternatif pelibatan stakeholder mempertimbangkan kepentingan, pengaruh, ketergantungan, kebutuhan,
preferensi, iptek, dan aturan perundangan. Varian desain fisik TPN dirumuskan berdasarkan tinjauan dari segi kebolehan atau kesesuaian jenis tanaman terhadap
aspek konservasi melalui kesesuaian jenis tanaman untuk dipilih dalam pelaksanaan kegiatan restorasi dan kesesuaian karakteristik kondisi masyarakat
dalam rangka pelibatannya dalam kegiatan restorasi kawasan. Alternatif varian
12 desain fisik TPN mencerminkan karakteristik biofisik atau ekologis kawasan,
tujuan restorasi biodiversitas, pelibatan masyarakat, dan disesuaikan dengan konteks ekowisata sebagai landasan penggunaan kawasan restorasi.
Konsep kelembagaan yang digunakan sebagai landasan perumusan aspek kelembagaan ini adalah konsep ekonomi kelembagaan. Perumusan kelembagaan
melalui rekayasa sosial dapat dilakukan berdasarkan varian desain fisik TPN yang telah dirumuskan. Rekayasa sosial Pakpahan, 1989 merupakan upaya melakukan
perubahan struktur kelembagaan yang mengatur alokasi sumberdaya untuk mencapai performance yang dikehendaki. Bagian-bagian penting dari proses
rekayasa sosial Pakpahan, 1989 adalah: 1 Analisis tentang dampak batas yurisdiksi, 2 Kepemilikan, dan 3 Aturan representasi dalam pembuatan
keputusan. Perumusan kelembagaan TPN-GGP meliputi perumusan struktur dan pengembangan aturan main dalam tiap tahapan pembangunan TPN-GGP sesuai
dengan rumusan varian desain fisik TPN-GGP. Pada gilirannya konsep TPN sebagai pendekatan kegiatan restorasi ini
diharapkan dapat menjadi landasan berpikir dan bertindak dalam pencapaian tujuan yang diinginkan dalam restorasi
kawasan perluasan TNGGP khususnya dan tujuan pengelolaan TNGGP pada umumnya yaitu kelestarian biodiversitas
dan pemulihan fungsi SDA dan atau SDH beserta ekosistemnya, serta pemulihan peran taman nasional dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar taman
nasional. Kerangka pikir perumusan konsep TPN sebagai alternatif pendekatan restorasi biodiversitas kawasan perluasan TNGGP ini tertuang dalam Gambar 1.
13
DIMENSI EKOLOGI
ASPEK
BIOFISIK
EKOLOGIS
DIMENSI SOSBUD
Prinsip Konsep TPN-GGP: Pembangunan Berkelanjutan
DIMENSI EKONOMI
ASPEK SOSEK
ASPEK RELASIONAL PEMANFAATAN SDASDH
Komponen Aturan Pengelolaan TN
Praktik Restorasi Komponen
Biofisik atau Ekologi Kawasan
Komponen Sosek Petani
Penggarap Kepentingan
Ketergan- tungan Lhn
Komponen Akses pada
SDLSDH
DESAIN FISIK TPN-GGP: SESUAI DENGAN POLA RUANG, TIPOLOGI,
KEPENTINGAN, DAN KONSEP EKOWISATA TIPOLOGI MASYARAKAT
PETANI PENGGARAP LAHAN HUTAN
POLA PENGGUNAAN KAWASAN RESTORASI
POLA BIOFISIK KAWASAN RESTORASI
Ekonomis
RESTORASI BIODIVERSITAS
MASALAH EKOLOGI MASALAH KELEMBAGAAN
KebutuhanNeed Keaslian Jenis GGP
KAWASAN PER LUASAN TNGGP
GOVERNMENT BBTNGGP STAKEHOLDERS LAIN
MASYARAKAT
PENENTUAN JENIS TANAMAN
POLA PENGADA- AN TANAMAN
POLA PENANAMAN
POLA PEMELIHARAAN
Gambar 1 Kerangka pikir perumusan model kelembagaan restorasi biodiversitas dengan pendekatan konsep TPN
Model Kelembagaan Restorasi Biodiversitas Kawasan Konservasi dengan Pendekatan Konsep Taman Plasma Nutfah
KELEMBAGAAN RESTORASI
PROPERTY RIGHTS
ATURAN REPRESENTASI
BATAS YURISDIKSI
POLA PEMANFA- ATAN HASIL
III. TINJAUAN PUSTAKA