Pelaksanaan Penelitian Analisis data menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan

Situgunung Bidang PTN Wialayah II-Sukabumi; Resort PPKAB, Resort Cimande Bidang PTN Wilayah III- Bogor BB TNGGP, 2011. Setelah reorganisasi maka Resort Pemangkuan Bodogol ditetapkan sebagai Resort Model yang wilayahnya mencakup wilayah Resort Pemangkuan PPKAB. Pembagian resort berdasarkan tipologi: ancaman, potensi kehati tumbuhan satwa liar, air, objek wisata, dan kemitraan. Mandalawangi dan Situgunung berdasarkan tipologi ekowisata, Nagrak dan Pasirhantap berdasarkan tipologi ancaman, Bodogol dan Sarongge berdasarkan kemitraan. Penetapan Resort Model juga berdasarkan kriteria sosial dan ekologi. Khusus untuk Resort Bodogol terdapat desa Ciwaluh eks program ESP USAID telah terbangun kemitraan dengan bidang pemberdayaan masyarakat melalui produk teh kumis kucing, dan PPKAB dengan kemitraan di bidang pendidikan lingkungan. 5.2. Aspek Biofisik Kawasan Restorasi 5.2.1. Karakteristik Kondisi Lahan Kawasan Restorasi Luas Kawasan Perluasan TNGGP Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 174 tahun 2003 terdapat kawasan perluasan TNGGP seluas hampir tujuh ribu hektar 6.779 ha; berdasarkan Berita Acara Serah Terima Pengelolaan BAST-P Nomor : 002BAST- HUKAMASIII2009 Nomor : 123711-TU22009 tanggal 06 Agustus 2009 dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten kepada BBTNGGP, luas yang diserahkan adalah ± 7.655 ha; berdasarkan data dari Perum Perhutani total luas kawasan perluasan 7.655 ha tersebut terinci kedalam kawasan wanawisata seluas 573,23 ha dan eks kawasan Hutan Produksi, Hutan Produksi terbatas, dan lain-lain seluas 7.081,76 ha BBTNGGP, 2009 - diolah Hasil analisis citra landsat tahun 2011 luas kawasan perluasan adalah 7355,214 ha. Perhitungan analisis citra landsat ini lebih rendah dari data Perhutani BAST-P. Kepastian luas kawasan perluasan akan ditentukan oleh hasil perhitungan BAPLAN KEMENHUT namun deliniasi batas kawasan TNGGP terbaru oleh BAPLAN KEMENHUT secara definitif sebenarnya belum selesai, karena masih terdapat beberapa vertex yang meragukan 2 . ________________________ 2 Komunikasi pribadi dengan staf SETDITJEN PHKA pada tanggal 7 Juli 2011 Kondisi Ekologis kawasan TNGGP Berdasarkan data statistik BBBTNGGP 2009 TNGGP merupakan kawasan perwakilan ekosistem hutan hujan pegunungan di Pulau Jawa. Kelembaban udara 80-90 memungkinkan tumbuhnya jenis-jenis lumut pada batang, ranting, dan dedauanan pepohonan yang ada. Pada ketinggian 1500-2000 m dpl terdapat tanah ‘peaty soil’ akibat terhambatnya aktivitas biologi dan pelapukan kimiawi. Berdasarkan ketinggian dari permukaan laut, di kawasan TNGGP secara umum terdapat tipe ekosistem sebagai berikut: a ekosistem hutan pegunungan bawah Sub Montana, ≤1.500 m dpl, b ekosistem hutan pegunungan atas Montana, 1.500-2.400 m dpl, c ekosistem sub alpin 2.400 m dpl. Selain tiga tipe ekosistem utama tersebut ditemukan beberapa tipe ekosistem khas yang tidak dipengaruhi oleh ketinggian tempat antara lain: a ekosistem rawa, b ekosistem kawah, c ekosistem alun-alun, d ekosistem danau, dan e ekosistem hutan tanaman Data statistik BBTNGGP, 2009. Ekosistem hutan Sub Montana dan Montana memiliki keanekaragaman hayati vegetasi yang tinggi dengan pohon-pohon besar, tinggi dan memiliki 3 strata tajuk. Strata paling tinggi 30 – 40 m didominasi oleh jenis litsea spp. Data statistik BBTNGGP, 2009 Berdasarkan data statistik BBTNGGP 2009 dan hasil interpretasi citra landsat 2011 dapat disimpulkan bahwa pada kawasan perluasan TNGGP terdapat 3 tiga tipe ekosistem: a ekosistem hutan pegunungan bawah atau sub montana, b ekosistem danau, dan c ekosistem hutan tanaman. Tanah dan Topografi Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Provinsi Jawa Barat PUSLITTAN Agroklimat, 1966 dalam Ditjen PHKA, 2008 jenis-jenis tanah yang mendominasi kawasan TNGGP terdiri dari: a Latosol coklat tuff volkan intermedier, terdapat pada lereng paling bawah, di bagian dataran rendah. b Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat, terdapat pada lereng yang lebih tinggi.