Implikasi Hasil Penelitian Institutional model of conservation area biodiversity restoration by germplasm park concept

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

1 Pola penggunaan kawasan perluasan yang direstorasi merupakan alternatif bentuk win-win solution terhadap kepentingan stakeholders, dirumuskan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang mencerminkan kepentingan ekologi, ekonomi, dan sosial dengan memadukan konsep ekowisata sebagai basis penggunaan kawasan konservasi. Konsep ekowisata dapat dituangkan melalui pilihan jenis tanaman, pola penanaman, dan penataan ruang yang seindah mungkin serta penggalian dan pengembangan potensi kawasan untuk tujuan ekowisata. Penentuan dan pengaturan komposisi jenis tanaman untuk kedua macam kepentingan tersebut dapat berbentuk graduasi komposisi jenis tanaman dalam pelaksanaan restorasi dengan bobot komposisi sesuai dengan kesepakatan. Ke arah dalam semakin mendekati kawasan asli taman nasional maka komposisi jenis tanaman dan persentasenya semakin mementingkan jenis- jenis tanaman asli atau endemik, dan sebaliknya ke arah luar mendekati batas terluar kawasan perluasan maka semakin menekankan pertimbangan preferensi jenis tanaman bagi kepentingan ekonomi masyarakat. Dihasilkan 8 delapan pola penggunaan kawasan yang direklasifikasi berdasarkan tingkat kompatibilitas toleransi biofisik terhadap pengembangan tanaman budidaya menjadi 3 tiga kelompok kompatibilitas toleransi penggunaan kawasan yaitu: : 1 Kompatibilitas Toleransi Penggunaan Kawasan Dominan Ekonomi; 2 Kompatibilitas Toleransi Penggunaan Kawasan Seimbang Ekonomi dan Ekologi; dan 3 Kompatibilitas Toleransi Penggunaan Kawasan Dominan Ekologi. 2 Desain fisik TPN mencerminkan kesesuaian upaya penggunaan kawasan yang direstorasi untuk mencapai tujuan restorasi ekologis dan ekonomi yang diaplikasikan pada karakteritik kondisi biofisik kawasan dengan mempertimbangkan kesesuaian alokasi zonasi taman nasional dan karakteristik kondisi sosial-ekonomi masyarakat dan pelibatannya dalam kegiatan restorasi. Dihasilkan 6 enam varian desain fisik TPN yang 110 direklasifikasi berdasarkan tingkat kompatibilitas implementasi TPN menjadi 3 tiga kelompok kompatibilitas implementasi TPN yaitu: 1 TPN-Hutan; 2 TPN Seimbang Kebun; dan 3 TPN Dominan Kebun. 3 Model kelembagaan restorasi dituangkan ke dalam penentuan batas yurisdiksi, pengaturan hak kepemilikan TPN, dan penetapan pedoman aturan representasi. Uraian ketiga komponen tersebut sebagai berikut: a Penentuan batas yurisdiksi menyangkut pengaturan batasan hak dan kewajiban masyarakat dan atau pihak lain atas akses sumberdaya hutan. Pengaturan batasan hak dan kewajiban dilakukan oleh pengelola kawasan BBTNGGP dengan berpedoman pada aturan perundangan yang berlaku dan bervariasi menurut varian desain fisik TPN dan model kelembagaan restorasi. Hak dan kewajiban untuk tiap tahapan pelaksanaan kegiatan restorasi juga bergantung pada kesepakatan yang dibuat antara masing-masing pihak yaitu masyarakat petani penggarap dan atau pihak lain dengan BBTNGGP. Dihasilkan 6 model kelembagaan partisipatif yang menunjukkan 4 empat level partisipatif yang sesuai non level, tokenisme, kemitraan, dan pendelegasian kontrol yang selanjutnya direklasifikasi berdasarkan tipe partisipasi menghasilkan 4 empat kelompok, yaitu: 1 Contractual participation terdiri dari level-level manipulasi, terapi, dan informasi; 2 Consultative participation terdiri dari level konsultasi dan placation; 3 Collaborative participation terdiri dari level kemitraan; dan 4 Collegiate partisipation terdiri dari level pendelegasian dan kontrol masyarakat. b Pengaturan hak kepemilikan property rights TPN-GGP disebut sebagai pengaturan hak atas properti tanaman dalam TPN PHPT- TPN merupakan pengaturan hak penguasaan atas hasil tanaman restorasi dan mekanisme pengaturan pemanfaatan hasil restorasi dimana masyarakat dilibatkan. Pengaturan ini dirancang sepenuhnya oleh pengelola kawasan dengan berpedoman pada aturan perundangan yang berlaku untuk selanjutnya diatur melalui mekanisme kesepakatan masing-masing pihak yaitu masyarakat petani penggarap dan atau 111 pihak lain dengan pengelola kawasan. PHPT-TPN disusun menurut tahapan kegiatan implementasi TPN dan tingkatan hak menurut Schlager and Ostrom 1992 sesuai dengan varian desain fisik TPN. c Perumusan pedoman aturan representasi menjadi tanggungjawab pengelola kawasan. Dalam pedoman tersebut diatur batasan kewenangan yang jelas dan definitif untuk pengambilan keputusan atas masalah yang mungkin terjadi dalam proses implementasi dan pengembangan TPN. Prinsip yang harus dipenuhi dalam perumusan aturan representasi pada kelembagaan TPN adalah adanya kepastian aturan main dalam pengambilan keputusan yang menjadi keputusan mengikat dan ditaati bagi semua pihak yang terlibat dalam proses implementasi TPN mulai dari perencanaan sampai dengan monitoring, dan juga meliputi pengelolaan TPN secara berkelanjutan.

7.2. Saran

1 Dalam rangka implementasi model di lokasi tertentu yang akan dilakukan kegiatan restorasi, perlu dikaji terlebih dahulu karakteristik variabel penyusun model yang ada di lokasi tersebut untuk menentukan varian desain fisik TPN dan model kelembagaan yang akan digunakan. Selain itu perlu dibangun kelembagaan masyarakat dalam rangka mendukung implementasi model. 2 Perhitungan nilai pendapatan petani penggarap lahan hutan berasal dari jumlah responden sampel yang sangat terbatas sehingga dalam penelitian selanjutnya perlu perhitungan yang lebih teliti dengan memperbanyak jumlah responden untuk menghitung nilai pendapatan petani dari usaha tani atas lahan garapan dan nilai pendapatan masyarakat dari pemanenan HHBK. 3 Perlu diselenggarakan sebuah forum yang didalamnya dapat dilakukan negosiasi kepentingan dan kebutuhan stakeholder khususnya masyarakat yang akses terhadap SDA di kawasan perluasan misalnya melalui penyelenggaraan FGD atau bentuk pertemuan koordinasi antara tokoh masyarakat dan pihak BBTNGGP sehingga dapat disusun pedoman-