Preservasi dan Restorasi Institutional model of conservation area biodiversity restoration by germplasm park concept

16 nyata bagi masyarakat sehingga masyarakat yang kehilangan peluang opportunity ataupun akses pada SDA dalam kawasan harus diberikan kompensasi. 2 Mengakomodaskan kepentingan lokal dan menjamin kepentingan konservasi secara simultan. 3 Perencanaan harus holistik dimana perencanaan tentang pengembangan partisipasi dan kemitraan sebaiknya dilakukan bersama- sama dengan perencanaan manajemen mengingat kawasan konservasi bukanlah sistem yang berdiri sendiri, melainkan saling berkait dengan sistem atau subsistem lainnya yang saling mempengaruhi membentuk sebuah ketergantungan ekonomi, sosial, ataupun budaya. Ragam manfaat taman nasional berhubungan dengan tipe pengelolaannya yang sangat bergantung pada spesifikasi tujuan konservasi yang ditetapkan. Beberapa dari manfaat tersebut dapat dinilai dengan harga pasar, namun banyak manfaat yang disediakan taman nasional ataupun kawasan konservasi yang justru sulit dinilai dalam satuan moneter. Manfaat tersebut biasanya merupakan manfaat sosial yang sering justru menjadi justifikasi bagi perlindungan terhadap kawasan konservasi. Mengacu pada Dixon dan Sherman Wiratno et al. 2004 dapat diajukan kategori lain dari manfaat taman nasional, yaitu: 1 Manfaat rekreasi; 2 Perlindungan daerah aliran, mencakup: Pengendalian erosi, Reduksi banjir setempat, dan Pengaturan aliran sungai; 3 Proses-proses ekologi yang meliputi: Fiksasi dan siklus nutrisi, Formasi tanah, Sirkulasi dan pembersihan udara dan air, dan Dukungan bagi kehidupan global; 4 Keragaman hayati, meliputi: Sumber genetik, Perlindungan spesies, Keragaman ekosistem, dan Proses-proses evolusioner; 5 Pendidikan dan penelitian; 6 Manfaat-manfaat konsumtif; 7 Manfaat-manfaat nonkonsumtif; Estetika, Spiritual, Kulturalsejarah, dan Nilai keberadaan; 8 Nilai-nilai masa depan, meliputi: Nilai guna pilihan. 17 3.3. Metodologi Rekayasa Sosial dan Teori Ekonomi Kelembagaan Pasar sebagai institusi penggerak kegiatan ekonomi yang menciptakan kesejahteraan namun juga menimbulkan polusi, sebab dalam pemikiran klasik dan neoklasik tersimpan cacat filosofis dalam wujud asumsi-asumsi yang melatarinya. Ekonomi kelembagaan mencoba mengkiritisinya. Kubu ekonomi kelembagaan lama Old Institutional Economic secara ekstrem menganggap bahwa seluruh asumsi ekonomi klasik dan neoklasik merupakan falsifikasi yang fatal sehingga harus dibatalkan. Kubu ekonomi kelembagaan baru New Institutional Economic menyatakan bahwa sebagian asumsi ekonomi klasik dan neoklasik layak dibuang namun sebagian lainnya tetap dapat diadopsi. Asumsi yang tidak realistis adalah bahwa tidak ada biaya transaksi zero transaction costs dan rasionalitas instrumental instrumental rationality. Individu bekerja menurut insentif ekonomi dengan mengesampingkan dinamika perilaku yang dipengaruhi beragam aspek misalnya sosial, politik, budaya, hukum, dsb Yustika 2006. Dalam pandangan para ilmuwan sosial bahwa tidak semua manusia rasional, tetapi alternatif pilihan yang tersedia adalah terbatas Cook 1987. Menurut Thibaut dan Kelly 1959; Homans 1961 dan Blau 1964, diacu dalam Howell et al. 1987 menyatakan bahwa keterlibatan masyarakat dalam aktivitas tertentu adalah untuk mencari manfaat benefit. Manfaat dapat berupa pendapatan, penghargaan dan kepercayaan. Seperti penjelasan North bahwa ‘ekonomi kelembagaaan baru’ menempatkan diri sebagai pembangun teori kelembagaan non pasar dengan fondasi teori ekonomi neoklasik, sehingga masih memakai asumsi dasar teori neoklasik tentang ‘kelangkaan dan kompetisi’ tetapi menanggalkan asumsi rasionalitas instrumental. Oleh karena itu ‘ekonomi kelembagaaan baru’ mengeksplorasi gagasan kelembagaan non pasar hak kepemilikan, kontrak, partai revolusioner, dll sebagai jalan untuk mengompensasi kegagalan pasar Yustika 2006. . Untuk pemahaman lebih rinci, Hodgson 1998 dalam Yustika 2006 menegaskan bahwa: 1 Terdapat derajat pemberian penekanan pada faktor kelembagaan dan budaya. 2 Analisis kelembagaan bersifat interdisiplin, 18 3 Tidak ada sumber-sumber untuk menyusun model agen dan atau pelaku rasional yang memaksimalkan kemanfaatan. 4 Teknik matematis dan statistik dianggap sebaagai pelayan teori ekonomi daripada esensi teori ekonomi sendiri. 5 Analisis tidak diawali dengan membangun model-model matematis, namun diawali dari gaya fakta dan dugaan teoritis mengenai mekanisme sebab akibat. 6 Pemanfaatan harus dibuat dari bahan empiris historis dan komparatif mengenai kelembagaan sosio-ekonomi. Pernyatan-pernyataan tersebut merupakan basis kerangka metodologis ekonomi kelembagaan. Dengan demikian struktur dan perilaku masyarakat dalam perspektif ekonomi kelembagaan harus mendapat ruang yang lebar dalam setiap analisis ekonomi Yustika 2006. Ekonomi kelembagaan tidak berupaya mempelajari perilaku rasional tetapi berusaha untuk mengenali bentuk-2 perilaku misal perilaku tradisional individu atau kelompok yang merupakan pola yang mendonorkan stabilitas dan keseragaman yang dapat dilembagakan Kapp 1988. Ekonomi kelembagaan mencakup dua arus hubungan antara ekonomi economics dan kelembagaan institutions. Maksudnya pendekatan ini menguliti dampak kelembagaan terhadap ekonomi, dan sebaliknya pengembangan kelembagaan untuk merespon pengalaman ekonomi Kasper and Streit, 1998. Dapat disimpulkan bahwa antara ekonomi dan kelembagaan mempunyai hubungan resiprokal. Dalam mengambil kesimpulan, ekonomi kelembagaan memilih pendekatan induktif. Ekonomi kelembagaan tidak membangun manusia ekonomi, tetapi mengenai apa yang manusia lakukan dan pikirkan Yustika 2006. Teori ekonomi kelembagaan menggunakan pendekatan multidisipliner untuk mengkaji fenomena ekonomi, yakni dengan memasukkan aspek sosial, hukum, politik, budaya, dan yang lain sebagai satu kesatuan analisis. Pada aras ini teori ekonomi kelembagaan paralel dengan sifat asasi dari ilmu sosial yang punya dua dimensi yaitu: 1 berkaitan dengan persoalan negara, dan 2 bersinggungan dengan urusan masyarakat. Pesan penting yang diusung ilmu sosial adalah ‘tidak ada kebenaran tunggal’ Yustika 2006. 19 Analisis ilmu ekonomi dibagi dalam empat cakupan Miller 1988 dalam Yustika 2006: 1 Alokasi sumberdaya; 2 Pertumbuhan kesempatan kerja, pendapatan, produksi, dan harga; 3 Distribusi pendapatan; 4 Struktur kekuasaan. Pendekatan klasik dan neoklasik lebih banyak memakai tiga instrumen pertama. Pendekatan kelembagaan lebih menekankan instrumen terakhir untuk menganalisis fenomena ekonomi. Ekonomi kelembagaaan baru mempunyai beberapa cabang ilmu, yang dapat dibagi kedalam dua kategori: 1 Sejarah ekonomi baru dan aliran pilihan publik fokus pada analisis makro; 2 Teori ekonomi biaya transaksi dan informasi ekonomi fokus pada analisis mikro dan bentuk-bentuk tata kelola aktivitas ekonomi Yustika 2006. Dua pendekatan penelitian ilmu sosial yaitu metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Konstruksi penelitian kuantitatif berdiri atas tiga premis: general, obyektif, dan terukur prediktif; Sebaliknya penelitian kualitatif berdiri atas tiga premis: partikular, subyektif, dan non prediktif. Premis-premis ini sekaligus menjadi metode analisis ekonomi kelembagaan. Metode penelitian kuantitatif bertopang pada pendekatan positivistik Meetoo and Temple 2003. Pendekatan kuantitatif yakin bahwa fenomena sosial berlaku universal, peneliti dan obyek tidak dibebani nilai, setiap tindakan individu merupakan derivasi dari perlakuan kumpulan individu. Menurut epistemologinya, metode penelitian kualitatif bersandar pada pendekatan interpretatif Meetoo and Temple 2003. Jika pendekatan interpretatif dikaitkan dengan pelaku penelitian atau peneliti maka fokusnya adalah persoalan subyektivitas; jika dikaitkan dengan obyek penelitian yang diteliti maka fokusnya adalah masalah partikularitas. Yustika 2006. Pada dasarnya setiap pendekatan penelitian punya kelemahan dan kelebihan yang diakibatkan oleh perbedaan metode maupun orientasi yang diinginkan. Setiap penelitian harus berurusan dengan representasi yaitu pilihan dan jumlah sampel yang dipakai. Penelitian kualitatif dapat langsung menunjuk satu daerah, komunitas, kelompok, keluarga, bahkan individu sebagai sampel penelitian. Hal ini dapat terjadi karena penelitian kualitatif tidak berorientasi kepada hasil yang memiliki daya prediksi, melainkan fokus pada proses penggambaran yang berujung pada penjelasan. Prosedur agar subyektivitas penelitian kualitatif tetap dituntun oleh pagar akademis sehingga dapat menjaga 20 nilai ilmiah, adalah: 1 penelitian kualitatif dibuat secara bertingkat sehingga hal- hal yang subyektif mengalami obyektivikasi melalui pendalaman-pendalaman analisis; 2 mengurangi intervensi peneliti terhadap ungkapan responden dengan menyalin tuturan asli responden Yustika 2006. Pendekatan ekonomi kelembagaan berhubungan dengan metode penelitian kualitatif. Ekonomi kelembagaan dalam analisisnya sangat mementingkan struktur kekuasaan ekonomi, sosial, politik, hukum, dll yang hidup dalam masyarakat yang seterusnya mempengaruhi individu untuk mengambil keputusan dalam pertukaran atau transaksi. Penelitian kualitatif peduli dengan seluruh aspek yang melekat dalam fenomena sosial. Kompleksnya struktur sosial membutuhkan penjelasan dan interpretasi mendalam, dan analisis seperti itu hanya diperoleh jika metode yang digunakan berorientasi pada pengenalan situasi interaksi sosial. Nah pada titik ini ekonomi kelembagaan memberi jalan keluar bagaimana cara memahami sebuah proses sosial yang kompleks dan penelitian kualitatif menyediakan metode untuk mengorek secara mendalam sebab akibat dari proses sosial tersebut Yustika 2006. Landasan teori yang mementingkan peran institusi terletak pada masalah kerjasama kemanusiaan. Keberadaan institusi adalah untuk menurunkan ketidakpastian yang tercakup dalam interaksi manusia. Sumber ketidakpastian adalah kompleksitas masalah yang hendak diselesaikan dan software penyelesaian masalah yang dimiliki individu North 1991. Kegiatan ekonomi merupakan interaksi manusia yang beroperassi pada dua level Pejovich, 1995: 1 Pengembangan dan spesifikasi kelembagaan yang menyangkut aturan main rules of the game. 2 Kegiatan ekonomi yang menyangkut interaksi manusia di dalam kelembagaan yang sudah tersedia, yang menyangkut permainan itu sendiri game Yustika 2006. Pakpahan 1989 menjelaskan bahwa jenis pengetahuan ada tiga yaitu pengetahuan tentang nilai, pengetahuan tentang bukan nilai value-free positivistic knowledge, pengetahuan tentang preskripsi fungsi dari jenis pengetahuan nilai dan bukan nilai Johnson, 1986. Keberhasilan suatu preskripsi merupakan fungsi pengetahuan nilai dan bukan nilai; dan uji keberhasilannya bersifat ex post sehingga suatu penelitian rekayasa sosial berhasil jika resep tentang restrukturisasi 21 kelembagaan menghasilkan performance yang diharapkan. Dampak alternatif perubahan institusi terhadap kelembagaan ditentukan oleh kemampuan kelembagaan mengendalikan sumber interdependensi antar individu dalam masyarakat. Rekayasa sosial dipandang sebagai proses evolusi disamping memahami hubungan sebab akibat, juga untuk memahami proses learning. Penelitian rekayasa sosial menghasilkan preskripsi yang memberikan rekomendasi apa yang seharusnya dan yang tidak seharusnya diputuskan oleh pengambil keputusan, maka penelitian rekayasa sosial ditentukan oleh orientasi metodologi tepatnya adalah orientasi metodologi pragmatisme dengan workability sebagai kaidah uji obyektivitasnya. Sumber interdependensi ditentukan oleh karakteristik inheren dari komoditas seperti inkompatibilitas, high exclusion cost goods, eksternalitas, skala ekonomi, joint impact goods,ongkos transaksi, surplus, dan interdependensi antar generasi Pakpahan, 1989. Selanjutnya Pakpahan 1989 menjelaskan bahwa konteks suatu penelitian rekayasa sosial adalah masalah nyata yang merupakan penelitian problem solving. Dengan demikian output penelitian adalah suatu preskripsi atau suatu resep. Rekayasa sosial merupakan upaya memecahkan masalah nyata yang dihadapi masyarakat melalui perubahan kelembagaan sehingga mengatur perubahan dalam batas yurisdiksi, hak kepemilikan property rights, dan aturan representasi. Rekayasa sosial adalah restrukturisasi kelembagaan maka disiplin ekonomi kelembagaan digunakan sebagai kerangka analitik. Dua jenis penelitian ekonomi kelembagaan Schmid 1979 dalam Pakpahan, 1989: 1 Penelitian ekonomi kelembagaan untuk menjelaskan dan memprediksi perubahan kelembagaan developmental institutional economics; 2 Penelitian tentang dampak dari perubahan kelembagaan terhadap performance institutional impact analysis. Dengan memperoleh pengetahuan mengenai dampak alternatif perubahan struktur kelembagaan terhadap performance maka dapat disajikan cook book tentang alternatif perubahan tersebut. Yustika 2006 menjelaskan bahwa dampak alternatif kelembagaan terhadap performance sangat berguna untuk melakukan evaluasi tentang alternatif kelembagaan yang sesuai. Dengan demikian perubahan kelembagaan adalah perubahan rule of the game. 22 Oleh karena itu output penelitian rekayasa sosial adalah pengetahuan tentang preskripsi resep untuk memecahkan masalah nyata yang dihadapi masyarakat atau orang. Bagian-bagian penting dari proses rekayasa sosial adalah: 1 Analisis tentang dampak batas yurisdiksi, 2 Kepemilikan, dan 3 Aturan representasi dalam pembuatan keputusan Pakpahan, 1989. Yustika 2006 menjelaskan bahwa konsep kontrak dalam ‘ekonomi kelembagaaan baru’ menurut Richter adalah konsep mengenai hak kepemilikan. Asumsi dasarnya adalah masing-masing jenis pertukaran hak kepemilikan dapat dimodelkan sebagai transaksi yang mengatur kontrak tersebut Binner 1999 dan Tipe kontrak dapat dipilah kedalam tiga jenis: yaitu teori kontrak agen, teori kesepakatan otomatis, dan teori kontrak relasional. Furubotn and Richter 2000. Dua tipe penegakan kesepakatan atau kelembagaan yang eksis, yaitu tipe aturan formal dan tipe aturan informal.

3.4. Partisipasi

Pembangunan partisipatif adalah proses melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat sehingga partisipasi dapat dimaknai sebagai ambil bagian atau share dalam suatu aktivitas pembangunan Syahyuti, 2006. Partisipasi dapat dibedakan berdasarkan bentuk partisipasi itu sendiri yaitu dalam tingkatan atau levelnya. Arstein 1969 dalam Setyowati 2006 mengidentifikasi partisipasi berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada partisipan sebagai berikut: a. Manipulasi non level partisipasi, b. Terapi non level partisipasi, c. Informasi, d. Konsultasi, e. Placation, f. Kemitraaan, g. Pendelegasian wewenang dan h. Kontrol masyarakat. Pada level manipulasi dan terapi non level partisipasi dimana inisiatif pembangunan tidak bertujuan untuk memberdayakan masyarakat tetapi membuat pemegang kekuasaan menyembuhkan atau mendidik masyarakat. Kemudian pada level berikutnya yaitu level informasi dan konsultasi yang disebut pula dengan sebutan tokenisme dimana masyarakat memperoleh informasi dan menyuarakan pendapat tapi tidak dijamin bahwa pendapat tersebut diakomodasi. Pada level placation yang merupakan level tertinggi dari tokenisme dimana masyarakat dapat memperoleh informasi dan memberikan informasi kepada pemegang kekuasaan 23 tetapi kewenangan tetap ditentukan oleh pemegang kekuasaan. Level berikutnya adalah kemitraan dimana masyarakat dapat bernegosiasi dan terlibat dalam pengambilan keputusan. Kemudian pada level terakhir adalah pendelegasian dan kontrol masyarakat dimana masyarakat yang memegang kendali dalam pengambilan keputusan. Partisipasi dapat dibagi dalam delapan tahapan yaitu UNCD 1996: 1 Manipulation, 2 Information, 3 Consultation, 4Consensus-building, 5Decision- making, 6 Risk-sharing, 7Partnership, 8 Self-management. Pengertian masing- masing tahapan tersebut adalah sebagai berikut: a. Manipulation: Tahap terendah dari partisipasi non partisipasi yang dibangun sebagai peluang non doktrin. b. Information: Tahap partisipasi dimana stakeholder diberikan informasi tentang hak, tanggungjawab dan pilihan. Tahapan pertama yang penting adalah menuju pada keihlasan atau kesadaran untuk berpartisipasi. Pada tahapan ini terjadi satu arah komunikasi dengan jaringan atau sumber negosiasi c. Consultation: Pada tahapan ini terjadi komunikasi dua arah. Stakeholder memiliki kesempatan untuk mengutarakan saran dan pemikiran, tetapi saran dan pemikirannya tidak dijamin akan digunakan atau dimplementasikan dalam tujuan tertentu. d. Consensus-building: Pada tahap ini, stakeholders berinterakasi untuk dapat memahami dan bernegosiasi satu dengan lainnya dalam kelompok. Secara umum kelemahannya adalah kerentanan individu dan kelomppk yang cenderung diam atau menyetujui secara pasif.. e. Decision-making: Ketika konsensus dilaksanakan melalui keputusan kolektif, maka ditandai dengan inisiasi pembagian tanggungjawab terhadap hasil dari aktvitas tersebut. Negosiasi pada tahapan ini merefelksikan perbedaan tingkat kemampuan dari individu dan kelompok f. Risk-sharing: Tahapan partisipasi dimana terjadi pembagian manfaat dan resiko sebagai konsekuensi dalam pengambilan keputusan.. g. Partnership: Tahapan partisipasi yang menunjukkan terjadinya hubungan kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah dibangun bersama. 24 h. Self-management: Tahapan puncak dari partisipasi. Stakeholder berinteraksi dalam proses pembelajaran yang memberikan manfaat. Warner 1997 membedakan tiga model partisipasi yaitu: 1 popular partisipation model, memiliki tujuan pemberdayaan kepercayaan diri sendiri dan mobilisasi; 2 selective partisipation model, memiliki tujuan keberlanjutan institusi; dan 3 consensus partisipation model, memiliki tujuan keberlanjutan sosial, ekonomi dan lingkungan. Probst et al. 2003 membagi empat tipe partisipasi sebagai berikut : 1 Contractual participation yaitu aktor sosial memberikan hak pengambilan keputusan pada aktor sosial lainnya; 2 Consultative participation yaitu Sebagaian besar keputusan dipegang oleh satu kelompok stakeholder tetapi penekananannya adalah pada konsultasi dan mengumpulkan informasi dari yang lain; 3 Collaborative participation yaitu aktor yang berbeda berkolaborasi dan mengutamakan kesamaan hak melalui pertukaran pengetahuan, kontribusi dan distribusi kekuatan dalam pengambilan keputusan; 4 Collegiate partisipation yaitu aktor yang berbeda berkerjasama sebagai kolega atau parner. Menurut Inoue 1998 bentuk partisipasi masyarakat pada hutan tergantung dari tipe pengelolaan hutan itu sendiri dan dapat bervariasi bentuknya dari satu tempat dengan tempat lainnya. Secara umum terdapat beberapa bentuk partisipasi atau kerja kelompok sebagai berikut : 1 Partisipasi Individu individual participation adalah partisipasi individu