29 sumberdaya, termasuk tetapi tidak hanya terbatas pada relasi-relasi properti.
Akses menurut definisinya lebih terkait dekat pada ’sekumpulan kekuasaan’ daripada sekedar gagasan dalam properti sebagai ’sekumpulan hak’.
Ribot dan Peluso 2003 menjelaskan bahwa sebuah kunci pembeda antara akses dan properti terletak pada perbedaan antara “kemampuan” dan “hak”.
Abilitas merupakan saudara kandung dengan “kekuasaan” yang diartikan dalam dua sense, yaitu: pertama, sebagai kapasitas beberapa aktor untuk mempengaruhi
praktik-praktik dan ide-ide dari pihak yang lainnya Weber 1978:53; Lukes 1986:3 dan yang kedua, kita melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang muncul dari
orang, meskipun tidak selalu mengikuti. Kekuasaan adalah melekat dalam berbagai jenis bentuk relasi tertentu dan dapat muncul dari, atau mengalir melalui
konsekuensi-konsekuensi yang diharapkan atau tidak diharapkan atau efek-efek dari bentuk-bentuk relasi sosial. Akses adalah tentang semua alat atau cara yang
memungkinkan seseorang dapat mengambil manfaat dari sesuatu atau dari barang. Properti umumnya menimbulkan beberapa macam klaim-klaim yang diketahui
secara sosial dan didukung secara sosial atau hak-hak —apakah yang diakui oleh
hukum, kebiasaan, atau konvensi.
Adapun kesamaannya terletak pada manfaat. Istilah “manfaat” adalah umum untuk definisi yang digunakan pada akses dan properti. Properti dan akses
konsen pada relasi-relasi antar orang atau masyarakat dalam kaitan perhatian pada manfaat atau nilai-nilai -- kecocokan, akumulasi, ransfer, distribusi, dan lain
sebagainya. Manfaat adalah penting karena orang, institusi, dan masyarakat hidup atasnya dan untuk manfaat-manfaat tersebut, dan berselisih serta bekerjasama
terkait manfaat-manfaat tersebut. Menggunakan kerangka definisi dari akses, Ribot dan Peluso 2003
menyajikan metode analisis akses untuk mengidentifikasi konstelasi arti, relasi, dan proses yang memasukkan berbagai aktor dalam memanfaatkan sumberdaya.
Metode analisis akses bertujuan untuk memfasilitasi analisis mendasar grounded analyses atau nalisis alasan-alasan yg mendasari tentang siapa yang secara aktual
mengambil manfaat dari barang dan melalui proses-proses apa mereka dapat melakukannya sedemikian. Analisis akses juga membantu kita untuk memahami
mengapa beberapa orang atau institusi mengambil manfaat dari sumberdaya,
30 apakah mereka punya hak atau tidak. Hal ini merupakan sebuah perbedaan utama
antara analisis akses dan properti. Analisis akses mencakup: 1 pengidentifikasian dan pemetaan aliran manfaat yang khusus dari interest; 2 pengidentifikasian
mekanisme melalui cara mana aktor-aktor yang berbeda bisa mendapatkan perolehan, kontrol, dan pemeliharaan dari aliran manfaat dan distribusinya; dan 3
analisis relasi-relasi kekuasaan menggarisbawahi mekanisme akses yang mencakup instansi-instansi dimana manfaat didapatkan.
31
IV. METODE
4.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilaksanakan pada kawasan perluasan TNGGP yang meliputi tiga wilayah administrasi kabupaten, yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten
Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi. Ketiga kabupaten tersenbut termasuk dalam wilayah provinsi Jawa barat. Penentuan lokasi sampel berada pada enam desa dan
atau enam wilayah Resort Pengelolaan TNGGP yang tersebar di tiga wilayah Bidang Pengelolaan TNGGP dua desa dan atau dua Resort berada pada wilayah
Bidang PTNGGP Cianjur, dua desa dan atau dua Resort berada pada wilayah Bidang PTNGGP Sukabumi, dan dua desa dan atau dua Resort berada di wilayah
Bidang PTNGGP Bogor. Peta lokasi penelitian ini disajikan pada Gambar 2.
4.2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatisme
yang menggabungkan positivisme pengetahuan tentang bukan nilai dan normatisme
pengetahuan tentang nilai, meliputi: Konsep konservasi SDH untuk mengkaji dan menyelesaikan masalah
pemulihan kawasan konservasi melalui kegiatan restorasi biodiversitas, Konsep ekonomi kelembagaaan untuk mengkaji kelembagaan praktik
restorasi dengan pola pelibatan masyarakat dan kelembagaan kegiatan restorasi biodiversitas kawasan konservasi,
Konsep manajemen dan ekonomi SDH untuk mengkaji teknis pelaksanaan atau praktik restorasi dan konsep keberlanjutan pembangunan kawasan
konservasi dan peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan konservasi,
Konsep sosiologi lingkungan untuk mengkaji keserasian hubungan manusia dengan SDH dan atau alam lingkungannya yang dalam hal ini terkait dengan
akses masyarakat pada kawasan konservasi.
32
Gambar 2 Lokasi penelitian
4.3. Definisi Konsep 1. Aspek biofisik-ekologi mendeskripsikan karakteristik kondisi lahan tempat
kegiatan restorasi, biodiversitas TNGGP dengan permasalahannya, dan penutupan lahan atau vegetasi kawasan perluasan TNGGP. Dengan demikian
diperlukan ukuran-ukuran hasil analisis tentang: tipe penutupan lahan, Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian
33 keragaman jenis vegetasi, kesesuaian lahan dan alokasi penggunaannya,
kondisi dan potensi SDH, tingkat kebutuhan restorasi, dan sejarah lanskap kawasan historical lanscape.
2. Aspek sosial-ekonomi ditekankan pada masyarakat petani penggarap lahan,
mendeskripsikan karakteristik kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar TNGGP khususnya petani penggarap lahan hutan, sikap masyarakat terhadap
usaha pelestarian alam atau isu konservasi termasuk di dalamnya kegiatan restorasi, preferensi masyarakat terhadap jenis tanaman restorasi, tingkat
beban tanggungan keluarga petani penggarap lahan, dan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap lahan. Dengan demikian diperlukan
ukuran-ukuran hasil analisis tentang: kesejahteraan cq pendapatan keluarga petani penggarap, tingkat beban tanggungan keluarga, kebutuhan dan aspirasi
masyarakat, sikap masyarakat, dan preferensi komoditas atau jenis tanaman untuk aktivitas restorasi.
3. Aspek Relasional Pemanfaatan SDA mendeskripsikan kekuasaan powers
dalam akses sumberdaya lahan, konflik penggunaan SDL dan pemanfaatan SDH, bentuk hubungan relasional penggunaan SDL, tipologi masyarakat
petani penggarap lahan kawasan perluasan TNGGP, akses sebelum dan sesudah penetapan perluasan kawasan TNGGP, tipe akses masyarakat
terhadap lahan, dan pola akses masyarakat dalam pemanfaatan SDH dan penggunaan SDL. Dengan demikian diperlukan ukuran-ukuran hasil analisis
tentang: tingkat ketergantungan terhadap SDA khususnya SDL, akses, dan peraturan perundangan terkait restorasi.
4. Pengertian biodiversitas
secara umum mengacu pada konsep
keanekaragaman hayati sebagaimana tertuang dalam UU N0.5 Tahun 1994 pasal 2 yaitu keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber,
termasuk diantaranya, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari
keanekaragamannya; mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antar spesies dan ekosistem. Keanekaragaman hayati dapat juga diartikan sebagai
berbagai bentuk kehidupan, peranan ekologi yang dimilikinya dan keanekaragaman plasma nutfah yang terkandung Wilcox, 1984 dalam