Macam – Macam Alat Bukti

Jadi alat-alat bukti dalam hukum acara perdata menurut ketentuan pasal 164 HIR terdiri atas : a Bukti surat diatur dalam pasal 165-167 HIR; b Bukti saksi diatur dalam pasal 168-172 HIR; c Persangkaan diatur dalam pasal 173-174 HIR; d Pengakuan diatur dalam pasal 175-176 HIR; e Sumpah diatur dalam pasal 177 jo 155, 156 HIR. Alat – alat bukti tersebut akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut. a. Bukti Surat Menurut Sudikno Mertokusumo, alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda- tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. 14 Alat pembuktian tertulis dapat dibedakan dalam akta dan tulisan bukan akta, yang kemudian akta masih dibedakan lagi dalam akta otentik dan akta di bawah tangan. 1. Akta Yang dimaksud dengan akta adalah suatu tulisan yang dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti tentang sesuatu peristiwa dan ditandatangani oleh pembuatnya. Dengan demikian, unsur-unsur yang penting untuk digolongkan dalam pengertian akta adalah kesengajaan untuk membuatnya sebagai suatu bukti tulisan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat, dan harus ditandatangani.Akta dapat dibedakan menjadi: a. Akta Otentik Pasal 165 HIR menyebutkan bahwa : akta otentik, yaitu suatu surat yang dibuat menurut ketentuan undang- undang oleh atau di hadapan pejabat umum, yang berkuasa untuk membuat surat itu, memberikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak dari padanya, tentang segala hal yang tersebut di dalam surat itu, dan juga tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja ; tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar diberitahukan itu langsung berhubung dengan pokok yang disebutkan dalam akta tersebut. Pejabat yang berwenang membuat akta otentik adalah notaris, camat, panitera, pegawai pencatat perkawinan, dan lain sebagainya. 14 Teguh Samudera, Hukum Pembuktian dalam Acara Perdata, Penerbit Alumni, Bandung, 1992, hlm. 36. Berita acara pemeriksaan suatu perkara di persidangan pengadilan yang dibuat panitera, berita acara penyitaan dan pelelangan barang-barang tergugat yang dibuat oleh juru sita, dan berita acara pelanggaran lalu lintas yang dibuat oleh polisi juga merupakan akta-akta otentik yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang,. Sedangkan akta di buat di hadapan di hadapan pejabat umum yang berwenang selaku misalnya akta jual beli tanah dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT , yaitu camat dan notaris. b. Akta di Bawah Tangan Dalam penjelasan pasal 165 HIR dijelaskan bahwa akta di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani para pihak dan tidak dibuat dengan perantaraan pejabat umum.Hal ini sesuai dengan yang disebutkan dalam Pasal 286 ayat 1 RBg dan pasal 1874 KUHPerdata.Contohnya akta jual beli, sewa menyewa maupun hutang piutang. Akta ini memiliki kekuatan yang sama dengan akta otentik apabila akta tersebut diakui oleh kedua pihak. 2.Surat Bukan Akta Surat bukan akta merupakan surat biasa yang dibuat tidak dengan maksud dijadikan alat bukti. b. Bukti Saksi Dalam hukum acara perdata alat bukti saksi diatur dalam Pasal 165 RBg139 HIR sampai dengan Pasal 179 RBg152 HIR tentang pemeriksaan saksi, Pasal 306 RBg169 HIR sampai dengan Pasal 309 RBg172 HIR tentang keterangan saksi, serta dalam Pasal 1895, Pasal 1902 sampai dengan Pasal 1912 KUHPerdata.Berdasarkan pasal 171 HIR, Kesaksian harus terbatas pada peristiwa-peristiwa yg dilhat, didengar, dan dialaminya sendiri, sedangkan pendapat- pendapat atau persangkaan yg didapat secara berfikir bukan merupakan kesaksian.Selain itu saksi haruslah orang yang sudah dewasa dan tidak berada dibawah pengampuan.Dalam hukum acara perdata juga berlaku prinsip unnus testis nullus testis, yaitu satu saksi bukanlah saksi.Berdasarkan pasal 169 HIR, perlu adanya bukti lain disamping bukti saksi untuk dapat membuktikan suatu dalil. Hakim karena jabatannya dapat memanggil saksi-saksi yang tidak diajukan oleh pihak- pihak yang berperkara. Namun demikian, ada beberapa orang yang tidak dapat didengar sebagai saksi dan yang dapat mengundurkan diri sebagai saksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 172 RBg145 HIR, Pasal 174 RBg146 HIR, serta Pasal 1909 dan Pasal 1910 KUHPerdata. Orang-orang yang tidak dapat didengar sebagai saksi adalah : 1. Keluarga sedarah atau keluarga karena perkawinan menurut keturunan lurus dari salah satu pihak; 2. Suami atau istri dari salah satu pihak meskipun sudah bercerai; 3. Anak-anak yang belum berusia 15 lima belas tahun; 4. Orang-orang gila meskipun kadang-kadang ingatannya terang atau sehat. Saksi juga tidak boleh menyimpulkan, membuat dugaan ataupun memberikan pendapat tentang kesaksiannya, karena hal ini bukan dianggap sebagai kesaksian Pasal 308 RBg171 ayat 2 HIR dan Pasal 1907 KUHPerdata . Kesaksian juga harus dikemukakan dengan lisan dan secara pribadi di muka persidangan. Dengan demikian, saksi harus memberitahukan sendiri apa yang diketahuinya, tidak boleh secara tertulis dan diwakilkan oleh orang lain. Ketentuan ini ditafsirkan dari Pasal 166 ayat 1 RBg140 ayat 1 HIR dan Pasal 176 RBg148 HIR yang menentukan bahwa terhadap saksi yang telah dipanggil dengan patut dan tidak datang diberi sanksi dan terhadap saksi yang telah datang di persidangan tetapi enggan memberikan keterangan juga dapat diberi sanksi. Bukti saksi juga dapat berupa keterangan ahli, sebagaimana dimaksud dalam pasal 154 HIR.Mengenai syarat orang – orang yang tidak boleh didengar sebagai saksi berlaku juga untuk keterangan ahli.Pengadilan Negeri juga tidak memiliki kewajiban mengikuti pendapat ahli apabila bertentangan dengan keyakinannya. c. Persangkaan Persangkaan berdasarkan pasal 1915 KUHPerdata adalah Kesimpulan yg oleh UU atau oleh hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang dan nyata kearah peristiwa lain yg belum terang dan nyata.Terdapat dua macam persangkaan, yaitu: 1. Persangkaan Hakim Dalam hal ini hakimlah yang memutuskan berdasarkan kenyataan, bahwa persangkaan tersebut terkait erat dengan peristiwa lain sehingga dapat melahirkan pembuktian. Misalnya, persangkaan hakim dalam perkara perceraian yang didasarkan alasan perzinahan. Apabila seorang pria dengan seorang wanita dewasa yang bukan suami isteri, tidur bersama dalam satu kamar yang hanya punya satu tempat tidur, maka perbuatan perzinahan tersebut telah terjadi menurut persangkaan hakim. 15 2. Persangkaan atas dasar hukumundang-undang Dalam hal ini undang-undanglah yang menetapkan hubungan antara peristiwa yang diajukan dengan peristiwa yang tidak diajukan.Misalnya : ersangkaan berdasarkan hukum ini dapat dibagi lagi menjadi dua jenis yaitu :praesumptiones juris tantum, yaitu persangkaan berdasarkan hukum yang memungkinkan adanya pembuktian lawan; dan praesumtiones juris et de jure, yaitu persangkaan berdasarkan hukum yang tidak memungkinkan pembuktian lawan.Contoh persangkaan hukum ini misalnya, Terhadap benda bergerak yang tidak berupa bunga maupun piutang yang harus dibayar kepada si pembawa, maka barangsiapa yang menguasainya dianggap sebagai pemiliknya Pasal 1977 ayat 1 KUHPerdata . Misalnya lagi, Tiap tembok yang dipakai sebagai tembok batas antara 2 dua pekarangan dianggap sebagai milik bersama pemilik pekarangan yang berbatasan, kecuali ada suatu alas hak atau tanda-tanda yang menunjukkan sebaliknya Pasal 633 KUHPerdata , Tiap anak yang dilahirkan selama perkawinan, maka suami dari perempuan yang melahirkan adalah ayahnya Pasal 250 KUHPerdata dan Mengenai pembayaran sewa rumah, sewa tanah, tunjangan nafkah, bunga pinjaman uang, dan pada umumnya segala apa yang harus dibayar tiap tahun atau tiap waktu tertentu yang lebih pendek, maka dengan adanya 3 tiga surat tanda pembayaran 3 tiga angsuran berturut- turut, terbitlah persangkaan bahwa angsuran-angsuran yang lebih dahulu telah dibayar lunas, kecuali dibuktikan sebaliknya Pasal 1394 KUHPerdata . d. Pengakuan pengakuan adalah suatu keterangan yang diberikan oleh salah satu pihak dalam perkara, baik secara lisan atau tertulis yang bersifat membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hukum yang dikemukakan atau didalilkan oleh pihak lain. Dengan demikian, pengakuan merupakan suatu pembenaran terhadap peristiwa, hak atau hubungan hukum yang didalilkan oleh lawan baik sebagian atau seluruhnya. Alat bukti pengakuan harus diterima seluruhnya, hakim tidak bebas untuk menerima sebagian saja dan menolak sebagian lainnya, sehingga merugikan orang yang mengakui hal itu. Artinya pengakuan tidak boleh dipecah-pecah. Pasal 313 RBg176 15 Hari Sasangka, Hukum Pembuktian dalam Perkara Perdata untuk Mahasiswa dan Praktisi, CV Mandar Maju, Bandung, 2005, hlm. 96 HIR, Pasal 1924 KUHPerdata .Pengakuan dapat dilakukan di muka siding maupun diluar persidangan. Pengakuan dimuka sidang merupakan pengakuan yang berisi keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yang tegas dan dinyatakan oleh salah satu pihak dimuka persidangan, yang membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dari suatu peristiwa, hak atau hubungan hukum yang diajukan oleh lawannya, yang mengakibatkan pemeriksaan lebih lanjut oleh hakim tidak diperlukan lagi. 16 Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pengakuan didepan persidangan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.Dalam hal ini pengakuan di depan siding menurut pasal 1916 KUHPerdata sama dengan persangkaan menurut undang – undang.Pengakuan ini tidak dapat ditarik kembali, kecuali dalam hal apa yang diakuinya tersebut ternyata merupakan suatu hal yang kelirupasal 1926 KUHPerdata.Pengakuan diluar siding merupakan keterangan yang diberikan oleh salah satu pihak dalam suatu perkara di luar persidangan untuk membenarkan pernyataan – pernyataan yang diberikan oleh lawannya.Pengakuan ini dapat dilakukan secara tertulis dan lisan.Dalam hal dilakukan secara lisan, harus dapat dilakukan terlebih dahulu dengan saksi atau dengan alat bukti lainnya sesuai dengan ketentuan pasal 1927 KUHPerdata.Berbeda dengan pengakuan di depan persidangan, pengakuan diluar persidangan ini dapat ditarik sewaktu – waktupasal 1927 KUHPerdata. Terdapat beberapa jenis pengakuan, yaitu : 1. Pengakuan murni adalah pengakuan yang sifatnya sederhana dan sesuai sepenuhnya dengan tuntutan pihak lawan. Pengakuan tersebut mutlak, tidak ada syarat apapun. Dengan demikian pengakuan tersebut harus dinyatakan terbukti oleh hukum. Misalnya, penggugat menyatakan bahwa tergugat meminjam uang sebesar Rp. 1.000.000,00 satu juta rupiah , tergugat mengakui bahwa ia memang meminjam uang kepada penggugat sebesar Rp. 1.000.000,00 satu juta rupiah . 2. Pengakuan dengan kualifikasi adalah pengakuan yang disertai dengan sangkalan terhadap sebagian tuntutan si penggugat. Dengan kata lain, pengakuan ini adalah jawaban tergugat yang memuat sebagian berupa pengakuan dan sebagian lagi berupa sangkalan atau bantahan. Misalnya, penggugat menyatakan tergugat telah meminjam uang kepadanya sebesar Rp. 2.000.000,00 dua juta rupiah , tergugat mengakui memang telah meminjam uang kepada 16 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, hlm 173 penggugat, tetapi bukan Rp. 2.000.000,00 dua juta rupiah melainkan Rp. 1.000.000,00 satu juta rupiah . 3. Pengakuan dengan klausula adalah pengakuan yang disertai dengan keterangan tambahan yang bersifat membebaskan. Keterangan tambahan atau klausula semacam itu dapat berupa pembayaran, pembebasan atau kompensasi. Pengakuan ini sebenarnya adalah jawaban tergugat tentang hal pokok yang diajukan oleh penggugat, tetapi disertai dengan penjelasan tambahan yang menjadi dasar penolakan gugatan. Misalnya, penggugat menyatakan tergugat telah meminjam uang kepadanya sebesar Rp. 3.000.000,00 tiga juta rupiah , tergugat mengakui memang meminjam uang kepada penggugat sebesar Rp. 3.000.000,00 tiga juta rupiah , tetapi hutang tersebut sudah dibayar lunas. e. Bukti Sumpah Alat bukti sumpah diatur dalam Pasal 182 sampai dengan Pasal 185 RBgPasal 155 sampai dengan Pasal 158 HIR, Pasal 314 RBgPasal 177 HIR, Pasal 1929 sampai dengan Pasal 1945 KUHPerdata. Terdapat dua macam sumpah yaitu, Sumpah oleh salah satu pihak memerintahkan kepada pihak lawan untuk menggantungkan putusan perkara kepadanya, yakni sumpah pemutus sumpah decissoir ; dan Sumpah yang oleh hakim karena jabatannya, diperintahkan kepada salah satu pihak, yaitu sumpah penambahpelengkap sumpah suppletoir dan sumpah penaksir sumpah taxatoir . 1. Sumpah Pemutus sumpah decissoir, Sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak terhadap lawannya.Jadi inisiatifnya ada pada salah satu pihak.Ketentuannya diatur dalam pasal 156 HIR.Berdasarkan pasal 156 ayat 2 HIR, sumpah yang dibebankan pada salah satu pihak dapat dikembalikan pada pihak satunya.Kemudian pada ayat 3 diatur seseorang yang enggan untuk melakukan sumpah adalah pihak yang kalah.Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung No 39 KSip1951 tertanggal 31 Juli 1952 yang menyatakan siapa yang mengucapkan sumpah pemutus dialah yang memenangkan perkara itu. 2. Sumpah Pelengkap sumpah deccisoir, merupakan sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktian yang sudah ada.Sumpah pelengkap ini diatur dalam pasal 155 HIR.Berdasarkan ayat 1 dapat diketahui syarat utamanya yaitu harus ada bukti permulaan, namun bukti tersebut belum cukup dan tidak ada bukti lain lagi.Dengan ditambahnya sumpah penambah ini bersama dengan alat bukti tersebut maka akan memiliki kekuata pembuktian sempurna. 3. Sumpah penaksir, yaitu sumpah yang diperintahkan oleh hakimkarena jabatannya hanya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti kerugian.Dasar hukumnya adalah pasal 155 ayat 2 HIR. BAB IX PUTUSAN HAKIM

1. Pengertian Putusan dan Jenis-Jenisnya

Setelah melalui proses pembuktian, maka hakim terhadap berkas – berkas alat bukti yang sudah diperiksanya pada saat tahap pembuktian, akan mengambil suatu putusan.Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo putusan merupakan sutu pernyataan oleh hakim, sebagai pejabat yang memiliki wewenang untuk itu, yang diucapkan di depan sidang untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.Putusan dibedakan menjadi dua, yaitu putusan sela dan putusan akhir.Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Semua putusan sela diucapakan dalam sidang dan merupakan bagian dari berita acara persidangan.Sedangkan putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri suatu perkara dalam suatu pengadilan.Contoh putusan sela misalnya putusan provisional yaitu putusan yang menjawab permintaan pihak yang berperkara supaya diadakan tindakan pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan, misalnya dalam hal sita jaminan.Contoh lainnya misalnya putusan insidentiil, yang dipergunakan apabila ada insiden yang timbul, misalnya dalam hal penggabungan, intervensi dan adanya pemanggilan pihak ketiga sebagai penjamin. 17 Berdasarkan sifatnya putusan juga dibedakan menjadi tiga, yaitu putusan declaratoir, putusan constitutif, dan putusan condemnatoir.Putusan declaratoir yaitu putusan yang hanya semata-mata bersifat menerangkan suatu keadaan saja, contohnya putusan yang menyatakan seseorang bernama Amin adalah anak angkat yang sah dari Budi dan Nini.Sedangkan putusan constitutive adalah putusan yang meniadakan danatau menimbulkan suatu keadaan hukum.Misalnya putusan perceraian, putusan yang menyatakan seseorang pailit. 18 Lain halnya dengan putusan condemnatoir, yaitu putusan yang berisi suatu penghukuman.Misalnya suatu putusan dimana seseorang dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah miliknya.Putusan biasanya terdiri dari kombinasi dari sifat – sifat putusan sebagaimana dijelaskan sebelumnya tersebut. Terdapat pula jenis – jenis putusan lainnya, seperti putusan perdamaian, putusan gugur, putusan verstek, putusan contradictoir, putusan serta merta, dan putusan yang berkekuata hukum 17 Ny. Retnowulan Sutantio Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju,2009, hlm 109. 18 Ibid tetap.Putusan perdamaian dijatuhkan apabila perkara selesai ditahap perdamaian.Para pihak dihukum untuk memenuhi segala hal yang sudah diperjanjikan dalam perjanjian perdamaian sebelumnya.Putusan perdamaian memiliki kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. 19 Putusan gugur, verstek, dan putusan contradictoir adalah putusan yang berkaitan dengan kehadiran para pihak.Putusan gugur diatur dalam pasal 124 HIR, yaitu putusan yang dijatuhkan kepada penggugat yang tidak hadir pada siding hari pertama tanpa alasan yang sah padahal sudah dipanggil secara sah dan patut.Pada putusan verstek, putusan verstek dijatuhkan karena tergugat tidak hadir pada siding hari pertama walaupun telah dipanggil secara sah dan patut.Putusan verstek diatur dalam pasal 125 HIR.Sedangkan putusan contradictoir dijatuhkan dalam hal tergugat pernah datang di persidangan, namun tidak datang lagi di sidang-sidang berikutnya.Lain lagi halnya dengan putusan serta merta.Putusan serta merta adalah putusan yang dijatuhkan terlebih dahulu uit voorbar bij voorad walupun terhadap putusan tersebut terdapat suatu upaya hukum.Putusan serta merta diatur dalam pasal 180 ayat 1 HIR.Sedangkan putusan berkekuatan hukum tetap merupakan putusan yang sudah tidak lai diajukan upaya hukum biasa seperti perlawanan, banding, dan kasasi, namun terhadap putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya hukum luar biasa.

2. Asas-asas dalam Putusan

Beberapa asas – asas putusan baik yang diatur dalam HIR dan UU Kekuasaan Kehakiman akan dijelaskan sebagai berikut. 20 1. Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci Berdasarkan asas ini setiap putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup.Hal ini ditegaskan dalam pasal 25 ayat 1 UU Kekuasaan Kehakiman. 2. Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan Asas yang diatur dalam pasal 178 ayat 2 HIR dan pasal 50 RV ini, maksudnya adalah dalam setiap putusan hakim harus secara menyuluruh memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang diajukan. 3. Diucapkan di Muka Umum 19 Putusan MA no. 1038 KSip1973 tertanggal 1 Agustus 1973 20 Heikhal A.S. Pane, ”Penerapan Uitvoerbaar bij Voorraad Dalam Putusan Hakim Pada Pengadilan Tingkat Pertama, Skripsi Universitas Indonesia, 2009, Depok.