Pengertian Sita Jaminan Resume Hukum Acara Perdata

Dalam prakteknya, permohonan sita jaminan selalu disertakan dalam gugatan, dengan kata lain dimohonkan sebelum adanya putusan.Apabila dimohonkan setelah adanya putusan, namun putusan tersebut belum dijalankan atau sedang dilaksanakan, maka permohonan sitanya adalah sita eksekutorial.Apabila sita jaminan diajukan pada tahap banding, permohonan sita jaminan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang akan meneruskan permohonan tersebut kepada Hakim atau Majelis Pengadilan Tinggi yang sedang memeriksa perkara tersebut.Kemudian Pengadilan Tinggi akan mengeluarkan penetapan yang memerintahkan Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk melaksanakan sita tersebut.Hal ini tidak diatur dalam HIR, namun dalam prakteknya berjalan demikian. Mengenai “Permintaan tentang pencabutan penyitaan selalu boleh diajukan, jika diadakan jaminan atau tanggungan lain yang cukup” hal ini dapat dijelaskan dengan contoh yang ada dalam buku Ny Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek.Misalnya dalam hal yang disita jaminan adalah sebuah mobil, lalu kemudian mobil tersebut hendak dibeli oleh orang lain.Dalam hal ini, tergugat yang barangnya disita tersebut dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar Hakim atau Majelis Hakim yang memeriksa perkaranya tersebut menggati mobil tersebut dengan barang lain.Atau dapat pula dimohonkan agar sita tersebut diangkat dan tergugat menyerahkan sejumlah uang kepada Pengadilan Negeri apabila dalam hal sita tersebut sebagai jaminan pembayaran hutang. Terkait tata cara penyitaan seta akibat hukumnya diatur dalam pasal 197, 198 dan 199 HIR yang pada pokoknya sebagai berikut: a Penyitaan dijalankan oleh Panitera Pengadilan Negeri.Apabila berhalangan digantikan oleh orang lain yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri.Cara Penunjukannya cukup dilakukan dengan penyebutan dalam surat perintah. b Panitera atau penggantinya dalam melakukan penyitaan harus disertai dua orang saksi, yang nama, pekerjaan, dan tempat tinggalnya disebutkan dalam berita acara dan ikut menandatangani berita acara.Saksi – saksi tersebut biasanya pegawai pengadilan, setidak – tidaknya harus sudah dewasa dan dapat dipercaya. c Pelaksanannya dimulai dari benda bergerak terlebih dahulu, kecuali dalam hal sengketa kepemilikan benda tetap. d Terhadap benda bergerak,Penyitaan tidak boleh dilakukan atas barang – barang atau hewan yang sungguh berguna bagi yang disita dalam melakukan pekerjaannya. e Benda tidak bergerak yang disita atau sebagian disita itu harus dibiarkan berada ditangan orang yang disita atau dibawa untuk disimpan di tempat yang patut.Dalam hal barang tersebut dibiarkan ditangan orang yang disita, maka harus diberitahukan kepada aparat di lingkungan yang disita agar melakukan pengawasan jangan sampai barang tersebut dialihkannya. f Terhadap benda tidak bergerak, maka berita acaranya harus diumumkan, dicatat dalam buku letter C di Desa, dicatat di dalam buku tanah di kantor pertanahan, dan salinan berita acara dimuat dalam buku yang khusus disediakan untuk itu di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri dengan menyebutkan hari, tanggal, dan waktu penyitaannya.Penyitaan benda tidak bergerak itu harus diumumkan agar diketahui masyarakat.Pihak yang tidak sita sejak berita acara diumumkan tidak dapat lagi mengalihkan maupun membebankan barang tidak bergerak yang disitanya tersebut.Apabila dilakukan maka tindakan tersebut batal demi hukum

3. Jenis – Jenis Sita Jaminan

Jenis – jenis sita jaminan antara lain sita conservatoir, sita revindicatoir, sita marital, dan pandbeslag.Mengenai jenis jenis sita tersebut akan dijelaskan berikut dibawah ini. a.Sita Conservatoir Sita conservatoir bertujuan untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan di kemudian hari, dengan cara menyita benda milik tergugat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak selama proses perkara berlangsung terlebih dahulu.Hal ini dilakukan agar benda yang disita tersebut tidak dapat dialihkan atau diperjualbelikan ataupun dipindahtangankan oleh si tergugat. Mengenai sita conservatoir ini diatur dalam pasal 227 ayat 1 HIR yang berbunyi sebagai berikut: 9 1 Jika ada dugaan yang beralasan, bahwa seorang debitur, sebelum keputusan hakim yang mengalahkannya dijatuhkan atau boleh dijalankan, mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya, baik yang tak bergerak maupun yang bergerak; dengan maksud untuk menjauhkan barang itu dari kreditur atas surat permintaan orang yang berkepentingan, ketua pengadilan boleh memberi perintah, supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memerlukan permintaan itu; kepada si peminta harus 9 R. Soesilo, HIRRBG Dengan Penjelasan, Bogor: Politeia, 1995, hlm 164. diberitahukan bahwa ia harus menghadap persidangan pengadilan negeri berikutnya untuk mengajukan dan menguatkan gugatannya. Rv. 720 dst.; IR. 124 dst., 1 163 dst. Inti dari pasal 227 ayat 1 HIR ini yaitu: 10 a Harus ada sangka yang beralasan bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang – barangnya; b Barang yang disita itu barang orang yang terkena sita; c Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan; d Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis; e Sita conservatoir dapat diletakkan pada benda bergerak maupun tidak bergerak. Pasal 227 ayat 1 ini merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam hal permintaan sita conservatoir.Hal ini dinyatakan dalam salah satu putusan Mahkamah Agung, yaitu putusan Mahkamah Agung tanggal 8 Mei 1984 No. 597 KSip2009. b.Sita Revindicatoir Diatur dalam pasal 226 HIR yang berbunyi sebagai berikut: 11 1 Pemilik barang bergerak, boleh meminta dengan surat atau dengan ban kepada ketua pengadilan negeri yang berkuasa di tempat diam atau tempat tinggal orang yang memegang barang itu supaya barang itu disita. 2 Barang yang hendak disita itu harus diterangkan dengan jelas dalam permintaan itu. 3 Jika permintaan itu diluluskan, maka penyitaan akan dilakukan menurut surat perintah ketua. Tentang orang yang harus melakukan penyitaan itu dan tentarkg persyaratan yang harus dipenuhi, berlaku juga pasal 197. 4 Panitera pengadilan harus segera memberitahukan penyitaan itu kepada orang yang mengajukan permintaan, dan menerangkan kepadanya, bahwa ia harus menghadap persidangan pengadilan negeri berikutnya untuk mengajukan dan meneguhkan gugatannya. 5 Orang yang memegang barang yang disita itu harus dipanggil atas perintah ketua untuk menghadap persidangan itu. 6 Pada hari yang ditentukan, pemeriksaan perkara dan pengambilan keputusan dijalankan dengan cara biasa. TR. 130 dst., 139 dst., 155 dst., 163 dst., 178 dst. 10 Retnowulan Sutantio Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju, 2009, hlm 100. 11 R. Soesilo, HIRRBG Dengan Penjelasan, Bogor: Politeia, 1995, hlm 163.