Jenis – Jenis Sita Jaminan
diberitahukan bahwa ia harus menghadap persidangan pengadilan negeri berikutnya untuk mengajukan dan menguatkan gugatannya. Rv. 720 dst.; IR. 124 dst., 1 163 dst.
Inti dari pasal 227 ayat 1 HIR ini yaitu:
10
a Harus ada sangka yang beralasan bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang – barangnya;
b Barang yang disita itu barang orang yang terkena sita; c Permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang
bersangkutan; d Permohonan harus diajukan dengan surat tertulis;
e Sita conservatoir dapat diletakkan pada benda bergerak maupun tidak bergerak. Pasal 227 ayat 1 ini merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam hal permintaan sita
conservatoir.Hal ini dinyatakan dalam salah satu putusan Mahkamah Agung, yaitu putusan Mahkamah Agung tanggal 8 Mei 1984 No. 597 KSip2009.
b.Sita Revindicatoir Diatur dalam pasal 226 HIR yang berbunyi sebagai berikut:
11
1 Pemilik barang bergerak, boleh meminta dengan surat atau dengan ban kepada ketua pengadilan negeri yang berkuasa di tempat diam atau tempat tinggal orang yang memegang
barang itu supaya barang itu disita. 2 Barang yang hendak disita itu harus diterangkan dengan jelas dalam permintaan itu.
3 Jika permintaan itu diluluskan, maka penyitaan akan dilakukan menurut surat perintah ketua.
Tentang orang yang harus melakukan penyitaan itu dan tentarkg persyaratan yang harus dipenuhi, berlaku juga pasal 197.
4 Panitera pengadilan harus segera memberitahukan penyitaan itu kepada orang yang mengajukan permintaan, dan menerangkan kepadanya, bahwa ia harus menghadap
persidangan pengadilan negeri berikutnya untuk mengajukan dan meneguhkan gugatannya. 5 Orang yang memegang barang yang disita itu harus dipanggil atas perintah ketua untuk
menghadap persidangan itu. 6 Pada hari yang ditentukan, pemeriksaan perkara dan pengambilan keputusan dijalankan
dengan cara biasa. TR. 130 dst., 139 dst., 155 dst., 163 dst., 178 dst.
10 Retnowulan Sutantio Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan
Praktek, Bandung: Mandar Maju, 2009, hlm 100. 11 R. Soesilo,
HIRRBG Dengan Penjelasan, Bogor: Politeia, 1995, hlm 163.
7 Jika gugatan itu diterima, maka penyitaan itu disahkan, lalu diperintahkan supaya barang yang
disita itu diserahkan kepada si penggugat; sedang kalau gugatan itu ditolak, harus diperintahkan supaya dicabut penyitaan itu.
Berdasarkan ketetentuan pasal 226 HIR tersebut dapat diketahui syarat – syarat agar dapat diletakkan sita revindicatoir yaitu:
a Harus berupa barang bergerak b Barang bergerak tersebut merupakan brang bergerak milik penggugat yang berada
ditangan tergugat. c Permintaannya harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri
d Permintaan dapat diajukan secara lisan dan tertulis e Barang harus disebut dengan terperinci.Misalnya sebuah Motor bebek merek Jupiter
MX berwarna hitam tahun 2008 dengan nomor polisi DK 2374 IL. c.Sita Gadai Pandbeslag
Diatur dalam pasal 751 Rv yaitu sita yang dimohonkan oleh seseorang yang menyewakan rumah agar perabot – perabot milik penyewa disita untuk menjamin agar ia membayar uang
sewa rumah.Pada pakteknya sekarang dapat pula berbentuk uang jaminan. d. Sita Marital
Diatur dalam pasal 823a Rv, yaitu sita jaminan yang dimohonkan istri terhadap benda – benda suami, agar selama proses perceraian suami tidak mengalihkan barang baranya yang
kemudian hari akan dihitung sebagai harta bersama atau harta dalam perkawinan.Sita ini hanya dapat dimohonkan oleh pihak istri, namun pada prakteknya suami juga dapat
mengajukan sita ini.
BAB VIII PEMBUKTIAN
1.Definisi
Hukum pembuktian dalam hukum acara perdata menduduki tempat yang sangat penting. Kita ketahui bahwa hukum acara atau hukum formal bertujuan hendak memelihara dan
mempertahankan hukum material. Jadi secara formal hukum pembuktian itu mengatur cara bagaimana mengadakan pembuktian seperti terdapat di dalam RBg dan HIR. Sedangkan secara
materil, hukum pembuktian itu mengatur dapat tidaknya diterima pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu di persidangan serta kekuatan pembuktian dari alat-alat bukti tersebut. Dengan
demikian, yang dimaksud dengan pembuktian adalah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang
kebenaran peristiwa yang dikemukakan
12
.Dalam melakukan pembuktian, para pihak yang berperkara dan hakim yang memimpin pemeriksaan perkara di persidangan harus mengindahkan
ketentuan-ketentuan dalam hukum pembuktian yang mengatur tentang cara pembuktian, beban pembuktian, macam-macam alat bukti serta kekuatan alat-alat bukti tersebut, dan sebagainya.
Hukum pembuktian ini termuat dalam HIR Herziene Indonesische Reglement yang berlaku di wilayah Jawa dan Madura, Pasal 162 sampai dengan Pasal 177; RBg Rechtsreglement voor de
Buitengewesten berlaku diluar wilayah Jawa dan Madura, Pasal 282 sampai dengan Pasal 314; Stb. 1867 No. 29 tentang kekuatan pembuktian akta di bawah tangan; dan BW Burgerlijk
Wetboek atau KUHPerdata Buku IV Pasal 1865 sampai dengan Pasal 1945.