sulfat dan semakin tingginya penambahan NaOH kedalam larutan pemasak proses delignifikasi tahap I maupun penambahan larutan NaOH
10 pada proses delignifikasi tahap II. Hal tersebut diduga disebabkan isolat lignin masih mengandung sisa asam dalam jumlah banyak karena
penggunaan pH pengendapan lignin yang rendah pH 2 dan penggunaan asam sulfat pada proses pengasaman lindi hitam. Menurut Kim, et. al.
1987, lignin hasil isolasi dengan menggunakan H
2
SO
4
dan HCl banyak mengandung asam asetat, asam laktat, asam format dan asam-asam
lainnya. Selain itu, seiring dengan penambahan NaOH pada larutan
pemasak, degradasi selain lignin semakin banyak selama delignifikasi tahap I, sehingga di dalam lindi hitam hasil delignifikasi tersebut degradasi
komponen non lignin jumlahnya semakin banyak. Menurut Kim et al. 1987, adanya ikatan lignin-karbohidrat memungkinkan terjadinya
degradasi senyawa-senyawa karbohidrat selama isolasi berlangsung seperti pentosa dan asam-asam uronat menjadi furfural, heksosa menjadi hidroksi
metal furfural dan asam format sehingga pH isolat lignin semakin rendah.
4. Berat Ekuivalen Lignin
Salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi lignin adalah bobot molekul. Mengingat lignin merupakan senyawa organik yang sangat
kompleks yang terdiri dari sejumlah komponen zat penyusun yang amat beragam maka sulit untuk mendapatkan bobot molekul yang pasti.
Beckman dalam Santoso 1995 mengemukakan bahwa lignin merupakan senyawa kimia bivalen sehingga bobot molekul lignin adalah dua kali
berat ekuivalennya. Hasil pengukuran rata-rata berat ekuivalen isolat lignin pada proses
delignifikasi tahap I berkisar antara 2.398 – 4.467. Berdasarkan hasil analisa ragam ANOVA pada =0,05 diketahui bahwa faktor penambahan
katalis basa NaOH dan faktor konsentrasi asam sulfat berpengaruh nyata terhadap bobot molekul isolat lignin, sedangkan interaksi antara kedua
faktor tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap berat ekuivalen isolat lignin Lampiran 11.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa berat ekuivalen isolat lignin hasil delignifikasi tahap I akibat pengaruh faktor penambahan
katalis basa NaOH pada masing-masing lindi hitam cenderung berbeda nyata satu sama lainnya. Berat ekuivalen isolat lignin yang tidak berbeda
nyata diperoleh dari lindi hitam NaOH 15 dan lindi hitam NaOH 10. Faktor konsentrasi asam sulfat memberikan pengaruh yang nyata pada
masing-masing berat ekuivalen isolat ligninnya. Hasil pengukuran rata- rata analisa berat ekuivalen isolat lignin dari proses delignifikasi tahap I
dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Grafik pengaruh konsentrasi katalis NaOH dan H
2
SO
4
terhadap berat ekuivalen isolat lignin delignifikasi tahap I
Berdasarkan Gambar 18, terlihat bahwa semakin tingginya konsentrasi asam sulfat dan semakin banyaknya penambahan NaOH pada
larutan pemasak, menyebabkan berat ekuivalen lignin semakin tinggi pula. Semakin tinggi berat ekuivalen suatu lignin menunjukkan bahwa di dalam
isolasi lignin, polimerisasi berjalan sempurna. Selain itu, semakin asam konsentrasi yang digunakan pada saat isolasi menyebabkan lignin
cenderung melakukan kondensasi unit-unit penyusun lignin dan membentuk molekul yang lebih besar sehingga berat ekuivalen lignin
24 20
23 98
245 6
278 3
280 1
327 8
332 4
394 3
43 37
335 7
40 68
44 67
1000 2000
3000 4000
5000
5 20
35
Konsentrasi H
2
SO
4
B er
at E
k u
ival en
L ig
n in
NaOH 0 NaOH 5
NaOH 10 NaOH 15
semakin meningkat. Menurut Achmadi 1990, pada suasana asam lignin cenderung melakukan kondensasi. Unit-unit penyusun lignin yang
terkondensasi membentuk molekul yang lebih besar sehingga bobot molekulnya meningkat. Menurut Barsinai dan Wayman 1976 dalam
Damat 1989, penambahan asam kuat pada larutan sisa pemasak pulp dapat menyebabkan terjadinya degradasi polisakarida, dekomposisi
komplek lignin-karbohidrat dan meningkatnya bobot molekul lignin karena adanya reaksi polimerisasi.
Menurut Fengel dan Wegener 1995, bobot molekul rata-rata lignin tidak seragam karena beragamnya proses pembuatan pulp, proses
isolasi lignin, degradasi makromolekul selama isolasi, efek kondensasi terutama pada kondisi asam dan ketidakteraturan sifat fisis lignin terlarut.
Menurut Santoso 2003, berat ekuivalen Indulin AT berkisar antara 3.357-3.366. Jika dibandingkan dengan berat ekuivalen pada penelitian ini,
mengisyaratkan bahwa berat ekuivalen bervariasi mengingat lignin merupakan senyawa yang sangat kompleks yang terdiri dari sejumlah
komponen penyusun yang sangat beragam sehingga sulit didapatkan patokan berat ekuivalen lignin.
Tingginya berat ekuivalen isolat lignin TKKS disebabkan oleh struktur lignin serat TKKS lebih kompleks daripada struktur lignin yang
diekstraksi dari kayu. Hal tersebut disebabkan karena adanya susunan kompleks dari unit siringil dan guaiasil propana dengan unit para-koumaril
propana dalam serat TKKS. Bobot molekul yang baku tidak diketahui tetapi merupakan kelipatan 840, yaitu bobot molekul unit penyusun lignin
Casey, 1952. Pada proses delignifikasi pulp TKKS, hasil pengukuran rata-rata
berat ekuivalen isolat lignin yang diperoleh berkisar antara 1.710 – 3.260. Berdasarkan hasil analisa ragam ANOVA pada =0,05 diketahui bahwa
faktor penambahan katalis basa NaOH berpengaruh nyata terhadap berat ekuivalen isolat lignin hasil proses delignifikasi tahap II, sedangkan faktor
konsentrasi asam sulfat dan interaksi antara kedua faktor tersebut tidak
berpengaruh nyata terhadap berat ekuivalen isolat lignin hasil delignifikasi tahap II Lampiran 12.
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa berat ekuivalen isolat lignin hasil delignifikasi tahap II akibat pengaruh faktor penambahan
katalis basa NaOH pada masing-masing lindi hitam cenderung berbeda nyata satu sama lainnya. Berat ekuivalen isolat lignin yang didapat dari
proses delignifikasi pulp TKKS ini lebih kecil dibandingkan dengan bobot molekul isolat lignin hasil delignifikasi tahap I. Hal tersebut dapat
disebabkan karena pulp TKKS menyisakan kandungan lignin dalam jumlah sedikit karena delignifikasi yang sempurna pada proses
delignifikasi tahap I serpih TKKS sehingga lignin banyak terdegradasi dan menyebabkan degradasi lignin pada delignifikasi pulp TKKS lebih rendah
sehingga menghasilkan lignin dengan berat ekuivalen yang rendah.
5. Kadar Metoksil Lignin