besar dari DU pada nilai tabel distribusi DW
0,05; 6; 65
sebesar 1,77 menunjukkan bahwa tidak terdapat autokorelasi positif.
Tabel 17 Hasil Uji Variabel dan Multikolinieritas untuk Model Dugaan Regresi Berganda di Yogyakarta
Variabel Independen
Koefisien Uji t
Uji P VIF 10
X1 -0 ,0419
Terima Ho Terima Ho
Terpenuhi X2
0,4849 Tolak Ho
Tolak Ho Terpenuhi
X3 -0,0002
Terima Ho Terima Ho
Terpenuhi X4
-0,0003 Tolak Ho
Tolak Ho Terpenuhi
X5 -0,0005
Terima Ho Terima Ho
Terpenuhi X6
0,5044 Tolak Ho
Tolak Ho Terpenuhi
Keterangan : Terima Ho = Tidak Signifikan Tolak Ho = Signifikan
Harga beras IR II tingkat grosir dan lag harga memiliki hubungan positif dengan harga beras IR II tingkat konsumen di Yogyakarta. Sebaliknya hubungan
antara harga beras IR II tingkat konsumen di Yogyakarta dengan stok Bulog memiliki hubungan yang negative. Setiap kenaikkan harga beras IR II tingkat
grosir sebesar Rp 1,00 per kg akan mempengaruhi kenaikkan terhadap harga beras IR II tingkat konsumen di Yogyakarta sebesar Rp 0,485 per kg atau 0,485 persen.
Begitu juga dengan lag harga, bila naik sebesar Rp 1,00 per kg akan mempengaruhi kenaikkan terhadap harga beras IR II tingkat konsumen di
Yogyakarta sebesar Rp 0,504 per kg atau 0,504 persen. Jika jumlah stok Bulog meningkat sebesar satu persen maka harga beras tingkat konsumen di Yogyakarta
akan turun sebesar 0,0003 persen.
5.4.4 Regresi Berganda Kota Surabaya
Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan terhadap harga beras di Kota Surabaya menggunakan enam variabel independen yang terdiri dari
harga tingkat produsen X
1
, harga beras IR II tingkat grosir X
2
, pasokan beras di Pasar Induk Beras Cipinang X
3
, stok bulog X
4
, impor beras X
5
dan lag harga II tingkat konsumen di Surabaya sebelumnya X6. Persamaan regresi
berganda untuk Kota Surabaya dapat dilihat pada output komputer dibawah ini:
Ysby = 73.0 – 0,013 X
1
+ 0,292 X
2
+ 0,00053 X
3
– 0,000267 X
4
– 0,000159 X
5
+ 0,715 X
6
Koefisien determinasi model regresi berganda adalah 96,2 persen. Artinya, 96,2 persen variasi harga beras IR II tingkat konsumen di Kota Surabaya
dijelaskan oleh harga tingkat produsen, harga beras IR II tingkat grosir, pasokan beras di PIBC, stok Bulog, impor beras dan lag harga, serta sisanya 3,8 persen
dijelaskan oleh variabel lain. Statistik F sebesar 238,33 lebih besar dari pada F
0,05; 6; 58
= 2,34 dan nilai P sebesar 0,000. Hal ini berarti semua variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi besaran harga beras IR II tingkat
konsumen di Surabaya. Nilai t hitung sebesar 3,53 pada variabel X
2
lebih besar dari pada t
0,025; 6; 58
= 2,02 dan lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa koefisien harga beras IR II tingkat grosir berbeda dari nol tolak Ho :
β
2
=0. Nilai t hitung pada variabel X
4
sebesar 3,53 lebih besar dari pada t
0,025; 6; 58
= 2,02 dan nilai P lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa koefisien stok bulog berbeda dari nol tolak Ho :
β
4
=0. Begitu juga dengan variabel X
6
, nilai t hitungnya sebesar 9,53 lebih besar dari t tabel dan nilai P lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa koefisien lag harga
berbeda signifikan dari nol tolak Ho: β
6
=0. Artinya, Ketiga variabel tersebut, secara signifikan berpengaruh terhadap perubahan harga beras IR II tingkat
konsumen di Surabaya. Hasil uji t dan uji P untuk variabel X
1
, X
3
, X
5
menunjukkan bahwa nilai t hitung lebih kecil dari t tabel dan nilai P lebih besar dari 0,05, sehingga Ho:
β
1
= β
3
= β
5
=0 di terima.
Tabel 18 Hasil Uji Variabel dan Multikolinieritas untuk Model Dugaan Regresi Berganda di Surabaya
Variabel Independen
Koefisien Uji t
Uji P VIF 10
X1 -0,0134
Terima Ho Terima Ho
Terpenuhi X2
0,2920 Tolak Ho
Tolak Ho Terpenuhi
X3 0,0005
Terima Ho Terima Ho
Terpenuhi X4
-0,0003 Tolak Ho
Tolak Ho Terpenuhi
X5 -0,0002
Terima Ho Terima Ho
Terpenuhi X6
0,7148 Tolak Ho
Tolak Ho Terpenuhi
Keterangan : Terima Ho = Tidak Signifikan Tolak Ho = Signifikan
Nilai VIF 10 pada setiap variabel independent menunjukkan bahwa model dugaan untuk regresi berganda di Surabaya tidak ada masalah
multikolinier. Nilai Durbin-Watson sebesar 1.85 yang lebih besar dari pada nilai DU pada tabel distribusi DW
0,05; 6; 65
sebesar 1,77, maka dapat disimpulkan tidak
terjadi autokorelasi positif. Jika terjadi kenaikkan harga beras IR II tingkat grosir Rp. 1,00 per kg
maka akan mempengaruhi kenaikkan terhadap harga beras IR II tingkat konsumen di Surabaya sebesar Rp. 0,292 per kg. Sama halnya dengan lag harga, jika terjadi
kenaikkan sebesar Rp. 1,00 per kg maka harga beras IR II tingkat konsumen di Kota Surabaya naik sebesar 0,714 persen. Sebaliknya jika jumlah stok bulog
meningkat sebesar satu persen maka harga beras tingkat konsumen di Surabaya akan turun sebesar 0,0003 persen. Kedua variabel yaitu harga beras IR II tingkat
grosir dan lag harga memiliki hubungan positif dengan variabel harga beras IR II
tingkat konsumen di Surabaya, sedangkan stok Bulog memiliki hubungan negatif dengan variabel harga beras IR II tingkat konsumen di Surabaya.
5.4.5 Regresi Berganda Kota Denpasar