Teknik Box-Jenkins ARIMA-SARIMA METODE PENELITIAN

Y t = S t + Tt + C t + R t Dimana : Y t = Nilai aktual pada periode t S t = Komponen musiman pada waktu t T t = Komponen trend pada waktu t C t = Komponen siklus pada waktu t R t = Komponen acak pada waktu t

h. Teknik Box-Jenkins ARIMA-SARIMA

Menurut Sugiarto dan Harijono 2000, dalam ARIMA terbagi atas mode MA moving average, AR auto regressive, ARMA auto regressive moving average, dan ARIMA auto regressive integrated moving average. Persamaan model-model tersebut adalah : 1. Model AR Y t = b o + b 1 Y t-1 + b 2 Y t-2 + … + b p Y t-p + e t Dimana : Y t = Nilai series yang stasioner Y t-1.. Y t-p = Nilai sebelumnya b t-1 ..b t-p = Konstanta dan koefisien model e t = Kesalahan peramalan p = Merupakan bilangan asli tak terhingga 1,2,3, …dst 2. Model MA Y t = a + e t – a 1 e t-1 - a 2 e t-2 - … - a q Y t-q Dimana : Y t = Nilai series yang stasioner e t = Kesalahan peramalan e t-1.... e t-q = Kesalahan masa lalu a 0, a 1… a q = Konstanta dan koefisien model q = Merupakan bilangan asli tak terhingga 1, 2, 3, …dst 3. Model ARMA Y t = b + b 1 Y t-1 … + b p Y t-p + e t - a 1 e t-1 - … - a q e t-q Dimana : Y t = Nilai series yang stasioner Y t-1 … Y t-p = Nilai sebelumnya e t-1 … e t-q = Kesalahan masa lalu b , b 1 , b p , a 1, a q = Konstanta dan koefisien model e t = Kesalahan peramalan b t-1 … b t-p = Konstanta dan koefisien model p dan q = Merupakan bilangan asli tak terhingga 1, 2, 3, …dst 4. Model ARIMA Deret data tersebut dapat dijadikan stasioner dengan melakukan proses defferencing. Jumlah berapa kali dilakukan proses differencing d menunjukkan tingkat diferensiasi model. Proses diferensiasi ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan Y t tidak stasioner, kemudian dibuat differensiasi tingkat satu Y t = Y t - Y t-1 , ternyata diperoleh nilai Z t stasioner. Dalam model ini dapat digunakan suatu simbol alternatif yang dinamakan backward shif operator B. Operator B yang diletakkan pada suatu variabel berarti menggeser nilai variabel tersebut satu periode ke belakang Mulyono, 2000. Y t-1 = BY t ……………………………… persamaan 1 Y t-2 = BY t-1 = BBY t = B 2 Y t ……………………………... persamaan 2 Dengan demikian proses differensiasi dapat ditulis sebagai berikut : Z t = Y t - Y t-1 = Y t - BY t = 1 – B Y t ………………………... persamaan 3 1 – B dapat disebut sebagai first order difference Wt = Z t - Z t-1 Z t = Y t - Y t-1 - Y t - 1 - Y t-2 Z t = Y t - 2Y t-1 + Y t-2 Memasukkan persamaan 1 dan 2, maka diperoleh : = 1 – 2B + B2 Y t = 1 – B2 Y t ………………………. persamaan 4 1 – B 2 disebut sebagai second order difference Dimana : Y t = Nilai series yang tidak stasioner Y t-1 dan Y t-2 = Nilai series yang tidak stasioner pada periode sebelumnya Z t = Nilai differensiasi tingkat satu W t = Nilai differensiasi tingkat dua e t = Simbol alternatif untuk perkalian backward shift operator Menggunakan operator B, secara umum model ARIMA p, d, q dapat ditulis sebagai berikut : ARIMA p, d, q = bB 1 – B d Y t = b + aB e t Dimana : p = Menunjukkan ordoderajat autoregressive AR d = Menunjukkan ordoderajat differencing pembeda q = Menunjukkan ordoderajat moving average MA bB = 1 – b 1 B – b 2 B 2 - … - b p B p aB = 1 – a 1 B – a 2 B 2 - … - a q B q Simbol-simbol yang digunakan dalam model dapat juga dinyatakan dalam bentuk lain seperti MA 2 sama artinya dengan ARIMA 0,0,2, AR 1 sama artinya dengan ARIMA 1,0,0 dan ARMA 1,2 sama artinya dengan ARIMA 1,0,2. Model AR menggambarkan bahwa variabel terikat itu sendiri pada periode-periode sebelumnya. Perbedaan dengan model MA adalah pada jenis variabel tidak terikat. Variabel tidak terikat pada model AR adalah nilai sebelumnya lag dari variabel terikat Yt itu sendiri sedangkan pada model MA adalah nilai residual pada periode sebelumnya sugiarto dan Harijadi, 2000. Untuk pola data yang unsur musiman, secara khusus dapat digunakan model seasonal ARIMA. Apabila data harga beras IR II yang diperoleh mempunyai unsur musiman, maka model seasonal ARIMA dapat digunakan. Unsur musiman dapat dihilangkan dengan seasonal differencing. Jika datanya merupakan data bulanan maka bentuk seasonal differencing adalah : Z t = Y t - Y t-12 = 1 – B 12 Y t Dengan demikian, secara umum notasi model ARIMA yang diperluas dengan memperlihatkan unsur musiman adalah sebagai berikut : SARIMA p,d,qP,D,Q L Dimana : p,d,q = Merupakan bagian non seasonal P,D,Q = Merupakan bagian seasonal L = Banyaknya periode dalam setahun p = Menunjukkan orde AR q = Menunjukkan ordo MA d = Tingkat perbedaandifferencing untuk memperoleh data stasioner Pola fluktuasi harga beras diidentifikasi dengan analisa visual terhadap grafik plot data harga beras IR II dari waktu ke waktu. Untuk melihat ada unsur trend atau musiman dalam deret data harga beras IR II secara formal dilakukan dengan mempelajari plot auto korelasi ACF dan plot auto korelasi parsial PACF dari data tersebut. Plot auto korelasi dilakukan untuk menunjukkan keeratan hubungan antara nilai variabel yang sama pada periode waktu yang berbeda. Identifikasi pola data melalui koefisien korelasi berdasarkan : a. Apabila nilai auto korelasi pada time lag dua periode atau tiga periode tidak berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data stasioner. b. Apabila nilai auto korelasi pada beberapa time lag pertama secara berurutan berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data yang menunjukkan pola trend. c. Apabila nilai koefisien auto korelasi pada beberapa time lag yang mempunyai jarak yang sistematis berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data dengan komponen musiman. Koefisien auto korelasi perlu diuji untuk menentukan apakah secara statistik nilainya berbeda secara signifikan dari nol atau tidak Sugiarto dan Harijadi, 2000. Peramalan dengan menggunakan tiga tahapan yeng terpisah. Tahap– tahap tersebut adalah tahap identifikasi model, tahap pengestimasian dan pengujian model, serta tahap penerapan model peramalan. Tahap 1. Identifikasi Model Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pertama ini adalah sebagai berikut: a. Menentukan serial data yang digunakan bersifat stasioner atau tidak. Data yang stasioner dapat diketahui dengan melihat nilai-nilai koefisien auto korelasinya. Apabila nilainya turun dengan cepat atau mendekati nol sesudah auto korelasi kedua atau ketiga, maka data tersebut bersifat stasioner. Untuk menghitung nilai auto korelasi digunakan rumus di bawah ini : n-k ∑ Y t – Y Y t+k – Y i = 1 I k = n - ∑ Y t – Y 2 i = 1 Dimana : I k = Koefisien auto korelasi pada waktu lampau k Y t = Nilai pengamatan pada periode t Y t+k = Nilai pengamatan pada periode t+k Y = Rataan nilai dari data deret waktu Apabila data tidak bersifat stasioner yang ditunjukkan oleh nilai-nilai auto korelasi yang tidak turun ke nol dan bersifat positif, maka dilakukan pembedaan differencing data asli hingga data bersifat stasioner. Pembedaan dilakukan dengan jalan mengurangkan data periode t dengan data periode sebelumnya t-1. Dasar penyusunan asumsi ini karena umumnya data ekonomi memiliki derajat integrasi sama dengan satu. b. Setelah data bersifat stasioner, nilai-nilai auto korelasi dan auto korelasi parsial dibandingkan dengan distribusi untuk berbagai model ARIMA yang sesuai. Auto korelasi ialah istilah yang digunakan untuk menjelaskan asosiasi atau ketergantungan bersama mutual dependence antara nilai- nilai suatu deret berkala yang sama pada periode waktu yang berlainan. Auto korelasi sama dengan korelasi, tetapi pada auto korelasi berhubungan dengan deret untuk time lag yang berbeda. Pada umumnya jika auto korelasi secara ekponensial melemah menjadi nol berarti proses AR, dan jika auto korelasi parsial yang melemah secara eksponensial berarti terjadi proses MA. Sedangkan jika keduanya melemah, berarti terjadi proses ARMA. Untuk mengidentifikasi derajat proses atau ordo nilai p dan q dapat dilihat dengan menghitung jumlah koefisien auto korelasi untuk MA dan auto korelasi parsial untuk AR yang secara signifikan berbeda dari nol. Tahap 2. Estimasi dan Pengujian Model Tahap kedua adalah penafsiran dan pengujian model. Ada dua cara untuk mendapatkan parameter model ARIMA, yaitu : a. Secara trial and error mencoba-coba, yaitu menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih nilai-nilai tersebut yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa. b. Perbaikkan secara iteratif, yaitu memilih taksiran awal dan kemudian memperguanakan komputer untuk memperhalus penaksiran tersebut secara iteratif. Kemudian tahap ini dilanjutkan dengan menguji kelayakan model beserta parameter yang telah dipilih. Pengujian dapat dilakukan dengan menghitung koefisien auto korelasi dari nilai kesalahan. Model layak jika koefisien auto korelasi nilai kesalahan bersifat random dan secara signifikan tidak berbeda dari nol. Apabila pada nilai sisa masih terdapat pola-pola tertentu, maka diperlukan permodelan kembali pada tahap 1 sampai diperoleh nilai sisa yang random. Uji signifikasi koefisien auto korelasi dan auto korelasi parsial dilakukan dengan persamaan berikut: -Z α2 1 √ n r k Z α2 1 √ n Dimana : Z =Luas daerah di bawah kurva normal, untuk taraf nyata α = 5 derajat Z 2,5 = 1.96 r k = Koefisien auto korelasi dan auto korelasi parsial pada selang waktu k n = Jumlah observasi α = Derajat bebas Selain itu untuk memperkuat bahwa model yang ditentukan telah tepat, dapat dilihat dari kesalahan acak murni yang bebas sesamanya. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan uji statistik Khi-kuadrat , yakni dengan menggunakan uji Box-Pierce. Rumus yang digunakan adalah : 2 χ m Q = n ∑ r k 2 k=1 Dimana : n = Banyaknya data time series m = Jumlah selang maksimum yang diuji r k = Koefisien auto korelasi sampel dari residual ke-k Menurut Makridakis et al 1999, model dapat diterima apabila nilai X 2 lebih kecil dari nilai X 2 tabel pada peluang 95 persen α = 5 dengan derajat bebas df m-p-q. Apabila nilainya lebih besar maka harus diulang kembali mulai dari tahap 1. Jika menggunakan program minitab maka nilai X 2 sudah dihitung, jadi hanya membandingkan dengan nilai X 2 tabel. Tahap 3. Peramalan dengan Model a. Setelah model yang sesuai diperoleh, kita dapat membuat peramalan untuk satu atau beberapa periode yang akan datang. Dalam estimasi ini interval keyakinan dapat ditentukan. Pada umumnya semakin jauh peramalan, maka interval keyakinannya semakin besar. Peramalan dan interval dihitung dengan metode Box-Jenkins. b. Dengan semakin banyak data yang tersedia, model yang sama dapat digunakan untuk mengubah peramalan dengan cara memilih waktu awal yang lain. c. Jika suatu deret waktu kelihatannya berubah sepanjang waktu, maka parameter model tersebut mungkin membutuhkan perhitungan ulang atau keseluruhan model mungkin harus diperbaiki. Jika didapatkan perbedaan besar pada kesalahan peramalan error, maka parameter-parameter tersebut membutuhkan penghitungan ulang, sehingga harus mengulang lagi tahap 1 dan 2, hal ini menunjukkan bahwa keseluruhan model harus diperbaiki. Sebelum melakukan peramalan dengan penyamaan akhir, perlu untuk melaksanakan berbagai tes diagnostik dalam mencocokkan kebaikkan dari model. Jika model tidak sesuai, tes juga dapat dilakukan dengan mencari cara untuk mendapatkan model yang lebih baik. Untuk mendapatkan suatu model yang baik, dapat dilakukan dengan kondisi sebagai berikut : 1. Proses iterative harus memusat, ini berarti proses dapat berhenti ketika tidak ada perkiraan-perkiraan dalam parameter dengan perubahan relatif kurang dari 0,001. 2. Kondisi-kondisi data observasi stasioner harus terpenuhi. 3. Residual kesalahan dalam peramalan harus acak dan dibagikan secara normal. 4. Semua perkiraan parameter harus dengan mantap berbeda dari nol dengan t- rasio perbandingan yang signifikan. 5. Model harus ringkas dengan bentuk yang paling sederhana 6. Model mempunyai nilai MSE yang terkecil. 4.3 Pemilihan Model Peramalan Kuantitatif Terakurat Pemilihan model peramalan kuantitatif terakurat dilakukan dengan cara membandingkan beberapa teknik yang telah diterapkan untuk dapat menentukan salah satu teknik yang terbaik dalam meramalkan harga beras IR II . Rumus nilai kesalahan peramalan pada periode ke-t adalah : e t = X t - F t Dimana : e t = Nilai kesalahan peramalan error pada periode ke-t X t = Nilai aktual pada periode ke-t F t = Nilai ramalan periode ke-t Metode peramalan yang memiliki nilai MSE paling kecil mengandung pengertian bahwa semakin kecil nilai MSE suatu peramalan, maka hasil ramalan tersebut akan semakin mendekati nilai aktualnya forecasting power semakin kuat. Nilai MSE dirumuskan : n MSE = [ ∑ et 2 ] n i=1

4.4 Teknik Kausal