32
2.4.2 Perilaku Menyimpang sebagai Masalah Sosial
Perilaku menyimpang dapat juga disebut sebagai salah satu penyakit masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial atau penyakit masyarakat adalah
segala bentuk tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola
tingkahlaku umum. Disebut sebagai penyakit masyarakat karena gejala sosialnya yang terjadi di tengah masyarakat itu meletus menjadi
“penyakit”. Dapat disebut pula sebagai struktur sosial yang terganggu fungsinya, disebabkan oleh faktor-
faktor sosial. Penyakit sosial disebut pula sebagai disorganisasi sosial, karena gejalanya berkembang menjadi akses sosial yang mengganggu keutuhan dan
kelancaran berfungsinya organisasi sosial. Selanjutnya dinamakan pula sebagai disentegrasi sosial, karena bagian satu struktur sosial tersebut berkembang tidak
seimbang dengan bagian-bagian lain, sehingga prosesnya bisa menggangu, menghambat, atau bahkan merugikan bagian-bagian lain, karena tidak dapat
diintegrasikan menjadi satu totalitas yang utuh. Semua tingkah-laku yang sakit secara sosial tadi merupakan
penyimpangan sosial yang sukar diorganisir, sulit diatur dan ditertibkan sebab para pelakunya memakai cara pemecahan sendiri yang tidak umum, luar biasa
atau abnormal sifatnya. Biasanya mereka mengikuti kemauan dan cara sendiri demi kepentingan pribadi. Karena itu deviasi tingkah-laku tersebut dapat
mengganggu dan merugikan subyek pelaku sendiri dan atau masyarakat luas. Deviasi tingkah-laku ini juga merupakan gejala yang menyimpang dari tendensi
sentral, atau menyimpang dari ciri-ciri umum rakyat kebanyakan Kartono, 1998:4.
Universitas Sumatera Utara
33
2.4.3 Penyebab Prilaku Menyimpang
Robeth K. Merton mengemukakan bahwa penyebab perilaku menyimpang dapat di lihat dari sudut struktur sosial dan budaya, dimana dinyatakan diantara
segenap unsur-unsur sosial dan budaya terdapat dua unsur yang terpenting, yaitu kerangka aspirasi-aspirasi dan unsur-unsur yang mengatur kegiatan-kegiatan
untuk mencpai aspirasi-aspirasi tersebut. Ada nilai sosial budaya yang merupakan rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup di dalam alam pikiran
sebagian besar warga masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk, serta norma-norma yang mengatur kegiatan manusia untuk mencapai cita-cita
tersebut. Nilai sosial budaya tersebut berfungsi sebagai pedoman dan pendorong perilaku manusia di dalam hidupnya. Apabila terjadi ketidakseimbangan antar
nilai-nilai sosial budaya dengan norma-norma atau apabila tidak ada keselarasan antara aspirasi-aspirasi dengan saluran-saluran yang tujuannya untuk mencapai
cita-cita tersebut, maka terjadilah perilaku yang menyimpang atau
deviant behavior
Soekanto, 1990:195. Memudarnya pegangan orang pada norma-norma menimbulkan suatu
keadaan yang tidak stabil dan keadaan tanpa norma-norma. Emile Durkheim menamakannya dengan
anomie
Soekanto, 1990:196. Kelakuan yang menyimpang tersebut akan terjadi apabila manusia mempunyai kecendrungan
untuk lebih mementingkan suatu nilai sosial daripada norma-norma yang ada untuk mencapai cita-cita tersebut. Sehingga manusia akan berusaha untuk
mencapai suatu cita-cita melalui jalan yang semudah-mudahnya tanpa ada suatu kesadaran akan tanggung jawab tertentu.
Universitas Sumatera Utara
34 Healy dan Broner mengemukakan bahwa perilaku yang menyimpang
penyebabnya bersifat sosiogonis. Misalnya oleh kekuatan kultural dan disorganisasi sosial di kota-kota besar dimana terjadi perkembangan yang sangat
pesat. Pertambahan penduduk yang sangat pesat menjadikan daerah perkotaan juga cepat berubah. Kondisi perkotaan yang memiliki ciri-ciri khas tertentu akan
memunculkan perilaku yang menyimpang Kartono, 1998:26, Jadi, sebab-sebab perilaku yang menyimpang tidak hanya terletak pada lingkungan famili, tetapi
juga disebabkan oleh konteks kulturalnya. Dengan demikian, karier perilaku menyimpang itu jelas dipupuk oleh lingkungan sekitar yang buruk. Cara
pembagian faktor penyebab prilaku menyimpang juga dikemukakan oleh Philip Graham dengan membagi ke dalam dua golongan yaitu :
1. Faktor Lingkungan.
a. Malnutrisi kekurangan gizi.
b. Kemiskinan di kota-kota besar.
c. Gangguan Lingkungan.
d. Migrasi urbanisasi.
e. Faktor sekolah.
f. Keluarga broken home.
g. Gangguan dalam pengasuh keluarga.
2. Faktor Pribadi.
Universitas Sumatera Utara
35 a.
Faktor bakat yang mempengaruhi temperamen menjadi pemarah, hiper aktif, dan lain-lain. Proses penyaluran bakat yang benar dapat
mempengaruhi perkembangan perilaku seseorang. Proses penyaluran bakat tersebut tergantung dari faktor kesenangan pribadi yang bersangkutan.
Seseorang senang piknik, berolahraga, mendengarkan musik, membaca, melihat film, dan lain sebagainya. Dalam hal ini ada baiknya orang tua
memberikan bimbingan kepada mereka dalam pencapaian cita-cita atau memenuhi harapan. Bimbingan yang benar dan penyaluran bakat yang
baik dapat menjadikan anak berprestasi, sebaliknya bimbingan yang tidak benar dan penyaluran bakat yang tidak tersalurkan dengan baik dapat
mengakibatkan si anak frustasi dan tekanan batin. Hal-hal tersebut di atas yang mungkin mengakibatkan terjadinya perilaku menyimpang.
b. Cacat tubuh.
c. Ketidakmampuan menyesuaikan diri.
Menurut teori biologis, perilaku menyimpang terjadi karena faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah seseorang yang dibawa sejak lahir. Kejadian ini
dapat berlangsung dengan cara sebagai berikut : 1.
Melalui gen atau plasma pembawa sifat dalam keturunan, atau melalui kombinasi gen dan dapat juga disebabkan tidak adanya gen tertentu.
2. Melalui pewaris tipe-tipe kecenderungan yang luar biasa abnormal.
3. Melalui pewaris kelemahan konstitusional jasmaniah tertentu yang
menimbulkan prilaku sosiopatik. Misalnya cacat jasmaniah berjari-jari pendek
brancycctylisme
, sejenis penyakit gula
diabetes insipidius
.
Universitas Sumatera Utara
36 Cacat bawaan ini berhubungan dengan erat dengan sifat-sifat kriminal dan
penyakit mental Kartono, 1998 : 25-26. Menurut Sigmund Freud, perilaku menyimpang terjadi karena benturan
atau konflik antar
id
dan
superego,
sehingga terjadi situasi pribadi yang tidak seimbang dan harmonis. Benturan-benturan itu disebabkan dorongan-dorongan
yang tidak terkendali dari
id
yang betentangan dengan larangan-larangan moral yang bersumber dari
superego
. Hal tersebut akan menimbulkan benturan batin dan menimbulkan rasa malu dan berdosa. Bila
ego
bersifat lemah terhadap benturan internal ini, maka akan menimbulkan perilaku yang patologis dan abnormal
Mulyono, 2005:40. Pembagian unsur kepribadian ini dapat dilihat sebagai berikut :
1.
Id
adalah system kepribadian bawaan paling asli dari manusia. Pada saat dilahirkan, seseorang hanya memiliki
id
saja. Unsur kepribadian ini merupakan tempat bersemayamnya naluri-naluri yang sifatnya buta dan
tidak terkendali. Ia hanya menuntut dan mendesak dipuaskannya nalurinaluri tersebut.
Id
dapat diumpamakan sebagai kawah gunung berapi yang terus-menerus mendidih dan bergolak. Ia tidak dapat mentoleransi
ketegangan dan ketidaknyamanan itu secepat mungkin. 2.
Ego
adalah unsur kepribadian yang timbul setelah ada kontak dengan dunia nyata yang realistis. Ia berfungsi untuk mengendalikan dan mengatur
tindakan yang berlandaskan kenyataan.
Ego
merupakan tempat bersemayamnya intelijensia atau pola pikir rasional yang mengendalikan
dan mengawasi dorongan-dorongan keinginan buta dari
id.
Universitas Sumatera Utara
37 3.
Superego
adalah unsur moral atau hukum dari kepribadian manusia. Ia merupakan aspek moral yang menentukan benar dan salahnya suatu
perbuatan.
Superego
digerakkan oleh asas kemampuan yang terdiri dari nilai-nilai tradisional dan norma-norma ideal dalam masyarakat. Ia
berfungsi menghambat dorongan-dorongan pemuasan yang berasal dari
id
Taniputra, 2005 : 44-46. Seseorang yang dominan
superego
nya bersifat moralitas, tetapi kurang mampu
menanggapi dorongan
seksual dan
agresivitasnya, sehingga
mengembangkan pola rasa bersalah dan penyesalan. Pada orang yang dominan
id
nya akan menjadi individualistis dan egosentris tanpa memikirkan nasib orang lain, serta mengembangkan perilaku yang asosial. Demikian pula orang
realitasnya tidak pernah mendapat perhatian dan kasih sayang, selalu diperhatikan secara kejam, ditekan, dibenci, ditolak kehadirannya atau dimanjakan akan
mengembangkan sikap kurang matang, mau menang sendiri, berkuasa sendiri, mudah tersinggung, menaruh curiga tanpa alasan dan sering menjurus kepada
tindakan kriminal. Dapat disimpulkan bahwa, penyimpangan dan kejahatan terjadi karena pertentangan antara
id, ego,
dan
superego.
Pertentangan tersebut menimbulkan kegoncangan dan hilangnya keseimbangan dalam pribadi
seseorang.
2.5. Kesejahteraan Sosial