Extrusive Luxation Avulsi Penanganan dan Perawatan Trauma Gigi permanen yang Dilakukan oleh Dokter Gigi

4.4.9 Extrusive Luxation

Sebanyak 17 dokter gigi 26,15 dari 65 responden yang pernah mendapat kasus trauma extrusive luxation dan 48 dokter gigi 73,85 tidak pernah menemukan kasus ini Tabel 28. Perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi pada kasus extrusive luxation adalah reposisi disertai splinting sebanyak 11 dokter gigi 64,7, diikuti dengan 3 dokter gigi 17,65 melakukan pencabutan gigi, 2 dokter gigi 11,75 melakukan observasi, dan 1 dokter gigi 5,56 melakukan splinting serta 1 dokter gigi 5,56 merujuk ke dokter gigi spesialis anak Sp.KGA Tabel 29. Tabel 28. Persentase Penanganan Kasus Extrusive Luxation Jumlah Kasus Extrusive Luxation n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 17 26,15 48 73,85 54 Jumlah 65 100 Tabel 29. Persentase Penanganan Kasus Extrusive Luxation Perawatan yang Diberikan pada Kasus Extrusive Luxation n • DibiarkanObservasi • Splinting • Reposisi + Splinting • Pencabutan Gigi • Perawatan Lain • Dirujuk ke Sp.KGA 2 11,11 1 5,56 11 61,11 3 16,66 0 0 15,56 Jumlah 17 100 4.4.10 Intrusive Luxation Sebanyak 17 dokter gigi 26,15 dari 65 dokter gigi pernah mendapat kasus intrusive luxation dan 48 dokter gigi 73,85 tidak pernah menemukan kasus ini Tabel 30. Perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi pada kasus ini lebih banyak melakukan pencabutan gigi yaitu sebanyak 7 dokter gigi 41,18, 4 dokter gigi 23,53 masing-masing melakukan observasi dan perawatan lain, 1 dokter gigi 5,88 masing-masing melakukan reposisi dan splinting Tabel 31. Universitas Sumatera Utara Tabel 30. Persentase Penanganan Kasus Intrusive Luxation Jumlah Kasus Intrusive Luxation n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 17 26,15 48 73,85 32 Jumlah 65 100 Tabel 31. Persentase Perawatan Kasus Intrusive Luxation Perawatan yang Diberikan pada Kasus Intrusive Luxation n • DibiarkanObservasi • Splinting • Reposisi + Splinting • Pencabutan Gigi • Perawatan Lain • Dirujuk ke Sp.KGA 4 23,53 1 5,88 1 5,88 7 41,18 4 23,53 0 0 Jumlah 17 100

4.4.11 Avulsi

Sebanyak 17 dokter gigi 26,15 dari 65 responden pernah mendapat 29 kasus avulsi, 48 dokter gigi 73,85 tidak pernah menemukan kasus avulsi Tabel 32. Perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi pada kasus ini adalah melakukan reposisi dan splinting sebanyak 12 dokter gigi 68,18, dokter gigi yang melakukan perawatan lain yaitu pemasangan protesa dan merujuk ke Sp.KGA masing-masing sebanyak 2 dokter gigi 11,76 dan 1 dokter gigi 5,89 hanya melakukan observasi Tabel 33. Tabel 32. Persentase Penanganan Kasus Avulsi Jumlah Kasus Avulsi n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 17 26,15 48 73,85 29 Jumlah 65 100 Universitas Sumatera Utara Tabel 33. Persentase Perawatan Kasus Avulsi Perawatan yang Diberikan pada Kasus Avulsi n • DibiarkanObservasi • Splinting • Reposisi dan Splinting • Pencabutan Gigi • Perawatan lain • Dirujuk ke Sp.KGA 1 5,89 0 0 12 70.59 0 0 2 11.76 2 11.76 Jumlah 17 100 Hasil pertanyaan mengenai tempat rujukan dokter gigi pada kasus trauma yang tidak dapat ditangani, diperoleh dokter gigi yang memilih merujuk ke dokter gigi spesialis anak sebanyak 77 dokter gigi 80,2, merujuk ke spesialis konservasi sebanyak 14 dokter gigi 14,6, merujuk ke rumah sakit sebanyak 5 dokter gigi 5,2 Tabel 34. Pertanyaan mengenai materi trauma gigi anak yang diterima selama menempuh pendidikan di FKG oleh 96 dokter gigi, sebanyak 68 dokter gigi 70,84 berpendapat bahwa materi pembelajaran tentang trauma yang didapat sudah mencukupi dan sebanyak 28 dokter gigi 29,16 merasa materi trauma yang didapat belum mencukupi Tabel 35. Tabel 34. Persentase Tempat Rujukan Tempat Rujukan jika Tidak Bisa Menangani Kasus Trauma Gigi Permanen n • Sp.KGA • Sp.KG • Rumah Sakit • Lain-lain 77 80,20 14 14,6 5 5,2 0 0 Jumlah 96 100 Tabel 35. Persentase Materi Trauma yang Diterima Responden Selama Belajar di FKG Materi Trauma yang Telah Diterima Telah Mencukupi atau Belum n • Ya • Tidak 68 70,84 28 29,16 Jumlah 96 100 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 5 PEMBAHASAN

Awalnya penelitian ini akan dilakukan pada empat kecamatan namun karena terbatasnya jumlah dokter gigi pada kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia dan Medan Petisah, peneliti menambah dua kecamatan yaitu kecamatan Maimun dan kecamatan Medan Selayang. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara disertai dengan alat bantu kuesioner mengenai trauma gigi yang telah dirawat selama 1 tahun 01 Januari 2012 – 31 Desember 2012. Penelitian ini diperoleh data dari 96 dokter gigi, hanya 65 dokter gigi yang menemukan kasus trauma pada gigi permanen dan jumlah kasus yang ditemukan adalah 685 kasus trauma gigi permanen selama satu tahun pada usia berkisar 6-12 tahun. Pada penelitian ini diperoleh anak usia 7-8 tahun mempunyai pengalaman trauma gigi permanen anterior yang paling tinggi dan datang mencari pengobatan ke dokter gigi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dua kasus trauma gigi permanen yang paling sering ditemukan dokter gigi adalah enamel fracture sebanyak 148 kasus 21,61 dan enamel-dentin fracture sebanyak 129 kasus 18,83, sementara dua kasus yang paling jarang ditemukan adalah fraktur alveolar yaitu sebanyak 18 kasus 2,63 dan kasus avulsi sebanyak 29 kasus 4,24 sedangkan Natasa et al melaporkan bahwa kasus trauma gigi permanen yang sering ditemukan adalah enamel dentin fracture sebanyak 236 kasus 38,7 dan enamel fracture sebanyak 227 kasus 37,2 sedangkan kasus yang jarang ditemukan adalah uncomplicated crown root fracture sebanyak 0. Setiap perawatan kasus trauma yang dilakukan harus berdasarkan pada diagnosis yang tepat. Perawatan yang dilakukan pada kasus enamel infraction tidak memerlukan suatu perawatan khusus dan perawatan yang dilakukan adalah dibiarkanobservasi dan jika infraction yang ada cukup besar dan jelas maka dapat dilakukan perawatan dengan menggunakan flow composit untuk mencegah terjadinya Universitas Sumatera Utara perubahan warna dan tujuan perawatan ini hanya untuk menjaga keutuhan integritas dari struktur enamel dan vitalitas pulpa. 18, 20-22 Pada penelitian ini dokter gigi yang melakukan perawatan sesuai dengan standar perawatan yaitu penambalan dengan bahan tetap sebanyak 10 dokter gigi 30,3 sedangkan hasil penelitian ini diperloeh perawatan yang kurang sesuai dilakukan dokter gigi yaitu melakukan penghalusan pada mahkota gigi yang tajam sebanyak 8 dokter gigi 24,24. Perawatan enamel fracture adalah jika masih terdapatnya fragmen gigi, maka fragmen tersebut dilekatkan kembali pada gigi trauma tersebut, lakukan penghalusan atau merestorasi kembali dengan resin komposit tergantung pada lokasi dan luasnya fraktur. 18, 20-22 Pada penelitian ini, dokter gigi yang melakukan perawatan sesusai dengan standar perawatan yaitu penambalan dengan bahan tetap sebanyak 26 dokter gigi 53,06 dan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hecova et al bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus enamel fracture adalah melakukan restorasi. 5 Perawatan pada kasus enamel-dentin fracture adalah untuk mempertahankan vitalitas pulpa dan mengembalikan estetika serta mengembalikan fungsi secara normal. Ketika menemukan laserasi pada pada jaringan lunak, maka perlu dilakukan pemeriksaan radiografi untuk melihat apakah ada fragmen dari gigi yang terkena trauma pada daerah jaringan lunak seperti bibir. 9 Jika fragmen gigi masih ada, maka dapat dilekatkan kembali pada gigi yang fraktur tersebut dan pengkonturan atau merestorasi dengan resin komposit dapat dilakukan tergantung pada luas dan lokasi dari fraktur. 18, 20-22 Pada penelitian ini, sebagian dokter gigi melakukan perawatan sesuai dengan standar perawatan yaitu melakukan penambalan dengan bahan tambalan tetap yaitu sebanyak 25 dokter gigi 52,08. Sedangkan Hecova et al melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus ini adalah melakukan restorasi. 5 Perawatan complicated crown fracture adalah menjaga vitalitas pulpa dan mengembalikan estetika dan fungsi normal dari gigi. 9 Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping dan pulpotomi parsial. 18, 20-22 Pada penelitian ini dengan kasus complicated crown fracture dengan akar belum tertutup sempurna, Universitas Sumatera Utara sebagian dokter gigi melakukan perawatan yang sesuai standar, yaitu melakukan perawatan pulp capping disertai restorasi sebanyak 6 dokter gigi 37,5, serta dokter gigi yang melakukan perawatan pada kasus complicated crown fracture dengan akar tertutup sempurna melakukan perawatan dengan pulpektomi disertai restorasi sebanyak 7 dokter gigi 50. Sedangkan Hecova et al melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus complicated crown fracture dengan akar belum tertutup sempurna adalah melakukan pulp capping dan pulpotomi serta perawatan pada kasus complicated crown fracture dengan akar tertutup sempurna adalah pulp capping, pulpotomi dan ekstirpasi pulpa, 5 dan dari hasil penelitian Yeng dan Parashes bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus complicated crown fracture pada gigi insisivus bahwa 38 dokter gigi memilih pulpotomi parsial, 48 dokter gigi memilih perawatan pulp capping direct. 26 Fraktur alveolar sering melibatkan tulang alveolar gigi yang terkena trauma beserta tulang alveolar gigi tetangga dan sering menyebabkan gangguan pada oklusal. Perawatan yang dilakukan adalah mereposisi segmen fraktur dan splinting pada gigi tetangga yang terdekat selama 2-4 minggu. Informasikan kepada orang tua agar anak melaksanakan program diet lunak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut setelah makan. Kontrol perawatan dilakukan dilakukan setelah 1 minggu dan setelah 3-4 minggu dilakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiografi disertai dengan pembukaan splinting, pemeriksaan klinis dan radiografi dilakukan kembali setelah 6-8 minggu, kemudian dilakukan kontrol setiap tahunnya sampai gigi tersebut eksfoliasi. 18, 20-22 Pada penelitian ini hanya 5 dokter gigi 41,67 melakukan perawatan sesuai dengan standar, yaitu melakukan reposisi dan splinting. Sedangkan Hecova et al melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus fraktur alveolar adalah restorasi dan splinting. 5 Pada kasus concussion tidak memerlukan perawatan yang spesifik tetapi hanya melakukan perawatan pada proses penyembuhan pada ligamen periodontal dan menjaga ke vitalan pulpa serta memantau kondisinya selama satu tahun. 18, 20-22 Pada penelitian ini sebagian besar dokter gigi hanya melakukan perawatan sesusai standar perawatan yaitu observasi sebanyak 6 dokter gigi 35,29 dan yang melakukan Universitas Sumatera Utara perawatan dengan splinting serta reposisi diertai splinting masing-masing sebanyak 4 dokter gigi 23,53. Sedangkan Hecova et al melaporkan tidak ada dilakukannya perawatan yang dilakukan pada kasus ini. 5 Perawatan yang dilakukan pada kasus subluxation tidak membutuhkan perawatan khusus, tetapi untuk mendapatkan kenyamanan pada gigi pasien, dilakukan perawatan selama dua minggu dengan menggunakan splinting yang fleksibel. 20-22, 26 Pada penelitian ini, sebagian besar dokter gigi melakukan perawatan sesuai dengan standar perawatan yaitu melakukan splinting sebanyak 7 dokter gigi 38,89. Sedangkan Hecova et al melaporkan tidak ada dilakukannya perawatan yang dilakukan pada kasus ini. 5 Perawatan pada kasus extrusive luxation adalah melakukan reposisi pada gigi yang terlibat secepat mungkin kemudian menstabilkan gigi pada posisi anatomi yang benar untuk mengoptimalkan proses penyembuhan pada daerah ligamen periodontal dan suplai neurovascular serta tetap menjaga integritas estetik dan fungsional gigi tersebut. Reposisi tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada daerah apikal dengan pelan namun pasti secara bertahap kemudian splinting dilakukan selama dua minggu. 18,20-22 Pada penelitian ini sebagian besar dokter gigi melakukan perawatan sesuai standar yaitu melakukan reposisi disertai splinting sebanyak 11 dokter gigi 64,7 dan sesuai dengan hasil dari penelitian Hecova et al bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus ini adalah mereposisi dan splinting, 5 sedangkan dari hasil penelitian Yeng dan Parashos pada kasus extrusive luxation dan lateral luxation, sebanyak 30 dokter gigi melakukan perawatan saluran akar berdasarkan pemeriksaan radiograpi dan sebanyak 47 dokter gigi melakukan test vitalitas pulpa terlebih dahulu untuk menentukan perawatan yang akan dilakukan. 27 Perawatan pada kasus intrusive luxation adalah mereposisi gigi secara pasif mengembalikan posisi gigi pada posisi sebelum kejadian, pengembalian posisi secara aktif reposisi dengan menggunakan daya tarik, atau pembedahan dan kemudian menstabilkan posisi gigi dengan menggunakan splinting selama 4 minggu pada posisi anatomi fisiologisnya untuk mengoptimalkan proses penyembuhan pada ligamen periodontal dan suplai neurovascular serta tetap menjaga integritas dan Universitas Sumatera Utara fungsinya. Pada gigi permanen yang berpotensi erupsi kembali ½ akar atau ⅔ akar, tujuannya adalah untuk terjadinya erupsi secara spontan. Pada gigi permanen tujuannya adalah mereposisikan gigi dengan perawatan ortodontik dan diawali dengan perawatan endodontik dalam tiga minggu pertama kejadian paska trauma. 18, 20-22 Pada penelitian ini, sebagian besar dokter gigi tidak melakukan perawatan sesuai stanndar dimana langsung melakukan pencabutan terhadap gigi yang mengalami trauma yaitu sebanyak 7 dokter gigi 41,18 dan yang melakukan observasi sebanyak 4 dokter gigi 23,53, sedangkan Hecova et al melaporkan perawatan yang dilakukan pada kasus ini adalah mereposisi dan splinting, 5 serta Yeng dan Parashos cited in Zadik dalam penelitiannya mengatakan bahwa sebanyak 56 dokter gigi sepakat bahwa gigi yang telah intrusi tidak mungkin erupsi kembali secara spontan dan mereka mempertimbangkan untuk melakukan reposisi kembali secara aktif serta sebanyak 44 tidak setuju dengan pernyataan ini, mereka menyatakan lebih memilih untuk menunggu dan memantau untuk erupsi kembali. 27 Perawatan yang diberikan pada pasien dengan kasus avulsion complete luxation exarticulation pada gigi permanen sebaiknya dimasukkan kembali kedalam soket dan diposisikan kembali pada lokasi anatomi yang benar agar penyembuhan pada ligamen periodontal dapat optimal. Kemudian dilakukan perawatan saluran akar sesuai kondisi pertumbuhan dan perkembagan akar gigi yang terkena trauma. 20-22, 26 Pada penelitian ini sebagian besar dokter gigi melakukan perawatan sesuai dengan standar yaitu dengan melakukan reposisi kembali disertai splinting sebanyak 12 dokter gigi 70,59. Sedangkan Hecova et al melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus ini adalah mereposisi dan splinting, 5 serta laporan dari penelitian Yeng dan Parashos juga mengatakan bahwa seluruh dokter gigi dari penelitian mereka sepakat untuk melakukan replantasi. 27 Sebanyak 68 dokter gigi 70,84 dari 96 dokter gigi dari penelitian ini merasa materi mengenai trauma gigi yang didapat selama menempuh pedidikan di Fakultas Kedokteran Gigi FKG telah mencukupi tetapi sebanyak 28 dokter gigi 29,16 merasa materi mengenai trauma gigi yang didapat masih kurang. Hal ini tidak sejalan dengan hasil jawaban dari dokter gigi yang kurang memenuhi standar Universitas Sumatera Utara dan hanya perawatan pada kasus enamel fracture 26 dokter gigi 53,06 serta perawatan pada kasus avulsi sebanyak 12 dokter gigi 70,59 menjawab dengan benar terhadap perawatan yang telah dilakukan dan terdapatnya beberapa perbedaan terhadap standar perawatan pada kasus trauma gigi permanen yang dilakukan oleh dokter gigi di Medan dikarenakan beberapa faktor, salah satunya disebabkan karena Indonesia merupakan negara yang masih dalam tahap berkembang sedangkan di beberapa negara maju juga masih terdapatnya perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi tidak sesuai dengan standar perawatan sedangkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Zodik et al, bahwa jawaban yang benar diisi oleh responden dari 10 pertanyaan sebesar 71,7 dan yang menjawab benar dari empat pertanyaan mengenai avulsi sebanyak 60,2. 27 Berdasarkan keadaan ini dan untuk memenuhi jawaban dari 28 dokter gigi 29,16 yang tidak merasa cukup terhadap materi trauma gigi yang didapat selama menempuh pendidikan di FKG maka perlu diadakannya seminar mengenai trauma pada gigi permanen. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan