Prevalensi Trauma Gigi Permanen Kesimpulan

Tabel 9. Distribusi Trauma Gigi Berdasarkan Usia Anak yang Mengalami Trauma Usia Rerata Pasien yang Sering Terkena Trauma n • 6-7 tahun • 7-8 tahun • 8-9 tahun • 9-10 tahun • 10-11 tahun • 11-12 tahun 13 20 18 27,7 8 12,3 14 21,53 7 10,77 5 7,7 Jumlah 65 100 Tempat kejadian trauma gigi permanen yang paling sering ditemukan oleh dokter gigi adalah di sekolah yaitu sebanyak 23 dokter gigi 35,39, diikuti jalan raya dan rumah yaitu masing-masing sebanyak 15 dokter gigi 23,07, yang menemukan arena bermain yaitu sebanyak 12 dokter gigi 18,47 Tabel 10. Tabel 10. Persentase Tempat Kejadian Trauma Tempat Paling Sering Terjadinya Trauma n • Rumah • Sekolah • Jalan Raya • Arena Bermain • Lain-lain 15 23,07 23 35,39 15 23,07 12 18,47 0 0 Jumlah 65 100

4.3 Prevalensi Trauma Gigi Permanen

Pada penelitian ini, kasus trauma yang paling banyak ditemukan selama satu tahun oleh dokter gigi adalah enamel fracture dan enamel-dentin fracture masing- masing sebanyak 148 kasus 21,61 oleh 49 dokter gigi dan 129 kasus 18,83 oleh 48 dokter gigi, kasus enamel infraction ditemukan oleh 33 dokter gigi sebanyak 103 kasus 15, complicated crown fractured dengan akar tertutup sempurna ditemukan oleh 16 dokter gigi sebanyak 54 kasus 7,9, complicated crown fractured dengan akar belum tertutup sempurna ditemukan oleh 14 dokter gigi sebanyak 45 kasus 6,57, concussion ditemukan oleh 17 dokter gigi sebanyak 38 Universitas Sumatera Utara kasus 5,55, kasus subluxation ditemukan oleh 18 dokter gigi sebanyak 18 dokter gigi sebanyak 35 kasus 5,11, kasus extrusive luxation ditemukan oleh 17 dokter gigi sebanyak 54 kasus 7,89 dan intrusive luxation ditemukan 17 dokter gigi sebanyak 32 kasus 4,67 sebanyak. Kasus trauma yang paling jarang ditemukan ada dua kasus yaitu fracture alveolar sebanyak 18 kasus 2,63 oleh 12 dokter gigi dan avulsi 29 kasus 4,24 oleh 17 dokter gigi Tabel 11. Tabel 11. Persentase Distribusi Kasus Trauma Gigi Permanen No Jenis Trauma Jumlah Dokter Gigi yang Menemukan Kasus Jumlah Kasus n 1 Enamel Infraction 33 103 15 2 Enamel Fracture 49 148 21,61 3 Enamel Dentin Fracture 48 129 18,83 4 Complicate Crown Fracture dengan Akar Belum Tertutup Sempurna 16 54 7,9 5 Complicate Crown Fracture dengan Akar Tertutup Sempurna 14 45 6,57 6 Fracture Alveolar 12 18 2,63 7 Concussion 17 38 5,55 8 Subluxation 18 35 5,11 9 Extrusive LuxationPartial Displacement 17 54 7,89 10 Intrusive Luxation 17 32 4,67 11 Avulsi 17 29 4,24 Jumlah 685 100

4.4 Penanganan dan Perawatan Trauma Gigi permanen yang Dilakukan oleh Dokter Gigi

Perawatan trauma gigi permanen yang dapat dilakukan oleh dokter gigi terdiri atas dibiarkanobservasi, dihaluskan mahkota gigi yang tajam, penambalan dengan bahan sementara dan bahan tetap, restorasi, perawatan pulpa, ekstraksi, mereposisi dan splinting serta pembuatan gigi tiruan. Universitas Sumatera Utara

4.4.1 Enamel Infraction

Dokter gigi yang pernah menemui kasus enamel infraction dari 65 dokter gigi sebanyak 33 dokter gigi 50,8 dan 32 dokter gigi 49,2 tidak pernah menemukan kasus ini Tabel 12. Perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi untuk kasus enamel infraction melakukan observasi sebanyak 15 dokter gigi 45,46, penambalan dengan bahan tetap sebanyak 10 dokter gigi 30,3, dan pengahalusan mahkota gigi yang tajam sebanyak 8 dokter gigi 24,24. Tabel 12. Persentase Penanganan Kasus Enamel Infraction Kasus Enamel Infraction n Jumlah Kasus • Ada • Tidak Ada 33 50,8 32 49,2 103 Jumlah 65 100 Tabel 13. Persentase Perawatan Enamel Infraction Perawatan yang Dilakukan pada Kasus Enamel Infraksi n • DibiarkanObservasi • Dihaluskan Mahkota Gigi yang Tajam • Ditambal dengan Bahan Tambalan Sementara • Ditambal dengan Bahan Tambalan Tetap • Perawatan lain • Dirujuk ke Sp.KGA 15 45,46 8 24,24 0 0 10 30,3 0 0 0 0 Jumlah 33100

4.4.2 Enamel Fracture

Kasus fraktur enamel dijumpai oleh 49 dokter gigi 75,85 dari 65 dokter gigi yang pernah mendapatkan kasus trauma gigi permanen sedangkan 16 dokter gigi 24,61 tidak pernah menjumpai kasus ini Tabel 14. Secara keseluruhan, perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi adalah penambalan dengan bahan tambalan tetap sebanyak 26 dokter gigi 53,06, penghalusan mahkota gigi yang tajam sebanyak 16 dokter gigi 32,65, 4 dokter gigi 8,17 hanya melakukan observasi, 2 dokter gigi 4,08, penambalan dengan bahan tambalan Universitas Sumatera Utara sementara dan dokter gigi yang melakukan perawatan lain masing-masing sebanyak 1 dokter gigi 2,04 Tabel 15. Table 14. Persentase Penanganan Kasus Enamel Fracture Kasus Enamel Frcature n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 49 73,85 16 24,61 148 Jumlah 65 100 Tabel 15. Persentase Perawatan Kasus Enamel Fracture Perawatan yang Dilakukan pada Kasus Enamel Fracture n • Dibiarkanobservasi • Dihaluskan Mahkota Gigi yang Tajam • Ditambal dengan Bahan Tambalan Sementara • Ditambal dengan Bahan Tambalan Tetap • Perawatan Lain • Dirujuk ke Sp.KGA 4 8,17 16 32.65 2 4.08 26 53.06 1 2.04 0 0 Jumlah 49100

4.4.3 Enamel-Dentin Fracture

Sebanyak 48 dokter gigi 75,85 dari 65 dokter gigi pernah mendapat kasus enamel-dentin fracture sedangkan 17 dokter gigi 26,15 tidak pernah menemukan kasus enamel-dentin fracture Tabel 16. Secara keseluruhan, dokter gigi lebih banyak melakukan perawatan penambalan dengan bahan tambalan tetap yaitu 25 dokter gigi 52,08, 12 dokter gigi 25 melakukan perawatan lain yaitu pemasangan crown, 8 dokter gigi 16,67 melakukan penghalusan pada mahkota gigi yang tajam dan 2 dokter gigi 4,17 yang melakukan observasi serta penambalan sementara sebanya 1 dokter gigi 2,08 Tabel 17. Universitas Sumatera Utara Tabel 16. Persentase Penanganan Kasus Enamel-Dentin Fracture Jumlah Kasus Enamel Dentin Fracture n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 48 75,85 17 26,15 129 Jumlah 65 100 Tabel 17. Persentase Perawatan Kasus Enamel Dentin Fracture Perawatan yang Dilakukan pada Kasus Enamel Dentin Fracture n • Dibiarkanobservasi • Dihaluskan Mahkota Gigi yang Tajam • Ditambal dengan Bahan Tambalan Sementara • Ditambal dengan Bahan Tambalan Tetap • Perawatan lain pemasangan crown • Dirujuk ke Sp.KGA 2 4,17 8 16,67 1 2,08 25 52,08 12 25 0 0 Jumlah 48 100 4.4.4 Complicated Crown Fracture dengan Akar Belum Tertutup Sempurna Sebanyak 16 dokter gigi 24,61 dari 65 dokter gigi pernah mendapat 54 kasus complicated crown fracture dengan akar belum tertutup sempurna dan 49 dokter gigi 75,39 tidak pernah mendapatkan kasus ini Tabel 18. Kebanyakan perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi pada kasus ini adalah pulp capping dan restorasi sebanyak 6 dokter gigi 37,5, 3 dokter gigi 18,75 melakukan apeksifikasi, pulpektomi dan restorasi serta apeksogenesis dilakukan oleh masing- masing 2 dokter gigi 12,5, 2 dokter gigi 12,5 merujuk ke Sp.KGA dan 1 dokter gigi 6,25 melakukan pulpotomi Tabel 19. Universitas Sumatera Utara Tabel 18. Persentase Penanganan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Belum Tertutup Sempurna Penanganan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Belum Tertutup Sempurna n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 16 24,61 49 75,39 54 Jumlah 65 100 Tabel 19. Persentase Perawatan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Belum Tertutup Sempurna Perawatan yang Dilakukan pada Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar belum Tertutup Sempurna n • DibiarkanObservasi • Pulpotomi + Restorasi • Pulpektomi + Restorasi • Pulp capping + Restorasi • Apeksifikasi • Apeksogenesis • Perawatan lain • Dirujuk ke Sp.KGA 0 0 1 6,25 2 12,5 6 37,5 3 18,75 2 12,5 0 0 2 12,5 Jumlah 16 100

4.4.5 Complicated Crown Fracture dengan Akar Tertutup Sempurna

Sebanyak 14 dokter gigi 21,53 dari 65 dokter gigi pernah mendapat 45 kasus complicated crown fracture dengan akar tertutup sempurna dan 51 dokter gigi 78,46 tidak pernah menemukan kasus ini Tabel 20 dan perawatan yang paling banyak dilakukan pada kasus ini oleh dokter gigi adalah pulpektomi dan restorasi yaitu sebanyak 7 dokter gigi 50, 3 dokter gigi 21,43 melakukan apeksogenesis, 2 dokter gigi 14,29 melakukan apeksifikasi, yang melakukan observasi dan merujuk masing-masing sebanyak 1 dokter gigi 7,14 Tabel 21. Tabel 20. Persentase Penanganan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Tertutup Sempurna Jumlah Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar yang Tertutup Sempurna n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 14 21,54 51 78,46 45 Jumlah 65 100 Universitas Sumatera Utara Tabel 21. Persentase Perawatan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Tertutup Sempurna Perawatan Kasus Complicated Crown Fracture dengan Akar Tertutup Sempurna n • DibiarkanObservasi • Pulpotomi + Restorasi • Pulpektomi + Restorasi • Pulp capping + Restorasi • Apeksifikasi • Apeksogenesis • Perawatan Lain Splinting • Dirujuk ke Sp.KGA 1 7,14 0 0 7 50 0 0 2 14,29 3 21,43 0 0 1 7,14 Jumlah 14 100

4.4.6 Fraktur Alveolar

Sebanyak 12 dokter gigi 18,46 dari 65 dokter gigi pernah mendapat 18 kasus trauma fraktur alveolar dan 53 dokter gigi 81,54 tidak pernah menemukan kasus ini Tabel 22. Perawatan yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi pada kasus trauma fraktur alveolar adalah reposisi dan splinting sebanyak 5 dokter gigi 41,67, 4 dokter gigi 33,33 melakukan perawatan lain yaitu hanya melakukan splinting, 2 dokter gigi 16,67 melakukan perawatan observasi dan hanya 1 dokter gigi 8,33 Tabel 23. Tabel 22. Persentase Penanganan Kasus Fraktur Alveolar Jumlah Kasus Fraktur Alveolar n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 12 18,46 53 81,54 18 Jumlah 65 100 Universitas Sumatera Utara Tabel 23. Persentase Perawatan Kasus Fraktur Alveolar Perawatan yang Diberikan pada Kasus Fraktur Alveolar n • DibiarkanObservasi • Reposisi dan Splinting • Perawatan Pulpektomi • Perawatan Pulpotomi • Ortodonti : Ekstrusikan Gigi • Pencabutan dan Gigi di Ekstrusikan dan Splinting • Perawatan Lain • Dirujuk ke Sp.KGA 2 16.67 5 41.67 0 0 0 0 0 0 0 0 4 33.33 1 8.33 Jumlah 12100

4.4.7 Concussion

Sebanyak 17 dokter gigi 26,15 dari 65 dokter gigi pernah mendapat 38 kasus concussion dan 48 dokter gigi 73,85 tidak pernah menemukan kasus ini Tabel 24. Perawatan yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi pada kasus trauma concussion adalah observasi sebanyak 6 dokter gigi 35,29 dan dokter gigi yang melakukan perawatan splinting dan reposisi yang disertai splinting masing- masing sebanyak 4 dokter gigi 23,53, dokter gigi yang melakukan perawatan lain yaitu pemasangan ortodonti sebanyak 3 dokter gigi 17,65 Tabel 25. Tabel 24. Persentase Penanganan Kasus Concussion Jumlah Kasus Concussion n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 17 26,15 48 73,85 38 Jumlah 65 100 Universitas Sumatera Utara Tabel 25. Persentase Perawatan Kasus Concussion Perawatan yang Diberikan pada Kasus Concussion n • DibiarkanObservasi • Splinting • Reposisi dan Splinting • Pencabutan Gigi • Perawatan Lain • Dirujuk ke Sp.KGA 6 35,29 4 23,53 4 23,53 0 0 3 17,65 0 0 Jumlah 17 100 4.4.8 Subluxation Sebanyak 18 dokter gigi 27,7 dari 65 dokter gigi pernah mendapat 35 kasus trauma subluxation dan 47 dokter gigi tidak pernah mendapat kasus ini Tabel 26. Secara keseluruhan, perawatan kasus trauma subluxation yang paling banyak dilakukan oleh dokter gigi adalah splinting sebanyak 7 dokter gigi 36 dan yang melakukan reposisi disertai splinting sebanyak 4 dokter gigi 22,22 serta dokter gigi yang melakukan observasi, pencabutan gigi dan perawatan lain yaitu perawatan ortodonti masing-masing sebanyak 2 dokter gigi 11,11 Tabel 27. Tabel 26. Persentase Penanganan Kasus Subluxation Jumlah Kasus Subluxation n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 18 27,7 47 72,3 35 Jumlah 65 100 Tabel 27. Persentase Penanganan Kasus Subluxation Perawatan yang Diberikan pada Kasus Subluxation n • DibiarkanObservasi • Splinting • Reposisi dan Splinting • Pencabutan Gigi • Perawatan Lain pemasangan ortodonti • Dirujuk ke Sp.KGA 2 11,11 7 38,89 4 22,22 2 11,11 2 11,11 1 5,56 Jumlah 18100 Universitas Sumatera Utara

4.4.9 Extrusive Luxation

Sebanyak 17 dokter gigi 26,15 dari 65 responden yang pernah mendapat kasus trauma extrusive luxation dan 48 dokter gigi 73,85 tidak pernah menemukan kasus ini Tabel 28. Perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi pada kasus extrusive luxation adalah reposisi disertai splinting sebanyak 11 dokter gigi 64,7, diikuti dengan 3 dokter gigi 17,65 melakukan pencabutan gigi, 2 dokter gigi 11,75 melakukan observasi, dan 1 dokter gigi 5,56 melakukan splinting serta 1 dokter gigi 5,56 merujuk ke dokter gigi spesialis anak Sp.KGA Tabel 29. Tabel 28. Persentase Penanganan Kasus Extrusive Luxation Jumlah Kasus Extrusive Luxation n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 17 26,15 48 73,85 54 Jumlah 65 100 Tabel 29. Persentase Penanganan Kasus Extrusive Luxation Perawatan yang Diberikan pada Kasus Extrusive Luxation n • DibiarkanObservasi • Splinting • Reposisi + Splinting • Pencabutan Gigi • Perawatan Lain • Dirujuk ke Sp.KGA 2 11,11 1 5,56 11 61,11 3 16,66 0 0 15,56 Jumlah 17 100 4.4.10 Intrusive Luxation Sebanyak 17 dokter gigi 26,15 dari 65 dokter gigi pernah mendapat kasus intrusive luxation dan 48 dokter gigi 73,85 tidak pernah menemukan kasus ini Tabel 30. Perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi pada kasus ini lebih banyak melakukan pencabutan gigi yaitu sebanyak 7 dokter gigi 41,18, 4 dokter gigi 23,53 masing-masing melakukan observasi dan perawatan lain, 1 dokter gigi 5,88 masing-masing melakukan reposisi dan splinting Tabel 31. Universitas Sumatera Utara Tabel 30. Persentase Penanganan Kasus Intrusive Luxation Jumlah Kasus Intrusive Luxation n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 17 26,15 48 73,85 32 Jumlah 65 100 Tabel 31. Persentase Perawatan Kasus Intrusive Luxation Perawatan yang Diberikan pada Kasus Intrusive Luxation n • DibiarkanObservasi • Splinting • Reposisi + Splinting • Pencabutan Gigi • Perawatan Lain • Dirujuk ke Sp.KGA 4 23,53 1 5,88 1 5,88 7 41,18 4 23,53 0 0 Jumlah 17 100

4.4.11 Avulsi

Sebanyak 17 dokter gigi 26,15 dari 65 responden pernah mendapat 29 kasus avulsi, 48 dokter gigi 73,85 tidak pernah menemukan kasus avulsi Tabel 32. Perawatan yang paling banyak dilakukan dokter gigi pada kasus ini adalah melakukan reposisi dan splinting sebanyak 12 dokter gigi 68,18, dokter gigi yang melakukan perawatan lain yaitu pemasangan protesa dan merujuk ke Sp.KGA masing-masing sebanyak 2 dokter gigi 11,76 dan 1 dokter gigi 5,89 hanya melakukan observasi Tabel 33. Tabel 32. Persentase Penanganan Kasus Avulsi Jumlah Kasus Avulsi n Jumlah kasus • Ada • Tidak Ada 17 26,15 48 73,85 29 Jumlah 65 100 Universitas Sumatera Utara Tabel 33. Persentase Perawatan Kasus Avulsi Perawatan yang Diberikan pada Kasus Avulsi n • DibiarkanObservasi • Splinting • Reposisi dan Splinting • Pencabutan Gigi • Perawatan lain • Dirujuk ke Sp.KGA 1 5,89 0 0 12 70.59 0 0 2 11.76 2 11.76 Jumlah 17 100 Hasil pertanyaan mengenai tempat rujukan dokter gigi pada kasus trauma yang tidak dapat ditangani, diperoleh dokter gigi yang memilih merujuk ke dokter gigi spesialis anak sebanyak 77 dokter gigi 80,2, merujuk ke spesialis konservasi sebanyak 14 dokter gigi 14,6, merujuk ke rumah sakit sebanyak 5 dokter gigi 5,2 Tabel 34. Pertanyaan mengenai materi trauma gigi anak yang diterima selama menempuh pendidikan di FKG oleh 96 dokter gigi, sebanyak 68 dokter gigi 70,84 berpendapat bahwa materi pembelajaran tentang trauma yang didapat sudah mencukupi dan sebanyak 28 dokter gigi 29,16 merasa materi trauma yang didapat belum mencukupi Tabel 35. Tabel 34. Persentase Tempat Rujukan Tempat Rujukan jika Tidak Bisa Menangani Kasus Trauma Gigi Permanen n • Sp.KGA • Sp.KG • Rumah Sakit • Lain-lain 77 80,20 14 14,6 5 5,2 0 0 Jumlah 96 100 Tabel 35. Persentase Materi Trauma yang Diterima Responden Selama Belajar di FKG Materi Trauma yang Telah Diterima Telah Mencukupi atau Belum n • Ya • Tidak 68 70,84 28 29,16 Jumlah 96 100 Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 5 PEMBAHASAN

Awalnya penelitian ini akan dilakukan pada empat kecamatan namun karena terbatasnya jumlah dokter gigi pada kecamatan Medan Baru, Medan Sunggal, Medan Helvetia dan Medan Petisah, peneliti menambah dua kecamatan yaitu kecamatan Maimun dan kecamatan Medan Selayang. Penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara disertai dengan alat bantu kuesioner mengenai trauma gigi yang telah dirawat selama 1 tahun 01 Januari 2012 – 31 Desember 2012. Penelitian ini diperoleh data dari 96 dokter gigi, hanya 65 dokter gigi yang menemukan kasus trauma pada gigi permanen dan jumlah kasus yang ditemukan adalah 685 kasus trauma gigi permanen selama satu tahun pada usia berkisar 6-12 tahun. Pada penelitian ini diperoleh anak usia 7-8 tahun mempunyai pengalaman trauma gigi permanen anterior yang paling tinggi dan datang mencari pengobatan ke dokter gigi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dua kasus trauma gigi permanen yang paling sering ditemukan dokter gigi adalah enamel fracture sebanyak 148 kasus 21,61 dan enamel-dentin fracture sebanyak 129 kasus 18,83, sementara dua kasus yang paling jarang ditemukan adalah fraktur alveolar yaitu sebanyak 18 kasus 2,63 dan kasus avulsi sebanyak 29 kasus 4,24 sedangkan Natasa et al melaporkan bahwa kasus trauma gigi permanen yang sering ditemukan adalah enamel dentin fracture sebanyak 236 kasus 38,7 dan enamel fracture sebanyak 227 kasus 37,2 sedangkan kasus yang jarang ditemukan adalah uncomplicated crown root fracture sebanyak 0. Setiap perawatan kasus trauma yang dilakukan harus berdasarkan pada diagnosis yang tepat. Perawatan yang dilakukan pada kasus enamel infraction tidak memerlukan suatu perawatan khusus dan perawatan yang dilakukan adalah dibiarkanobservasi dan jika infraction yang ada cukup besar dan jelas maka dapat dilakukan perawatan dengan menggunakan flow composit untuk mencegah terjadinya Universitas Sumatera Utara perubahan warna dan tujuan perawatan ini hanya untuk menjaga keutuhan integritas dari struktur enamel dan vitalitas pulpa. 18, 20-22 Pada penelitian ini dokter gigi yang melakukan perawatan sesuai dengan standar perawatan yaitu penambalan dengan bahan tetap sebanyak 10 dokter gigi 30,3 sedangkan hasil penelitian ini diperloeh perawatan yang kurang sesuai dilakukan dokter gigi yaitu melakukan penghalusan pada mahkota gigi yang tajam sebanyak 8 dokter gigi 24,24. Perawatan enamel fracture adalah jika masih terdapatnya fragmen gigi, maka fragmen tersebut dilekatkan kembali pada gigi trauma tersebut, lakukan penghalusan atau merestorasi kembali dengan resin komposit tergantung pada lokasi dan luasnya fraktur. 18, 20-22 Pada penelitian ini, dokter gigi yang melakukan perawatan sesusai dengan standar perawatan yaitu penambalan dengan bahan tetap sebanyak 26 dokter gigi 53,06 dan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hecova et al bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus enamel fracture adalah melakukan restorasi. 5 Perawatan pada kasus enamel-dentin fracture adalah untuk mempertahankan vitalitas pulpa dan mengembalikan estetika serta mengembalikan fungsi secara normal. Ketika menemukan laserasi pada pada jaringan lunak, maka perlu dilakukan pemeriksaan radiografi untuk melihat apakah ada fragmen dari gigi yang terkena trauma pada daerah jaringan lunak seperti bibir. 9 Jika fragmen gigi masih ada, maka dapat dilekatkan kembali pada gigi yang fraktur tersebut dan pengkonturan atau merestorasi dengan resin komposit dapat dilakukan tergantung pada luas dan lokasi dari fraktur. 18, 20-22 Pada penelitian ini, sebagian dokter gigi melakukan perawatan sesuai dengan standar perawatan yaitu melakukan penambalan dengan bahan tambalan tetap yaitu sebanyak 25 dokter gigi 52,08. Sedangkan Hecova et al melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus ini adalah melakukan restorasi. 5 Perawatan complicated crown fracture adalah menjaga vitalitas pulpa dan mengembalikan estetika dan fungsi normal dari gigi. 9 Jenis perawatan yang dapat dilakukan adalah direct pulp capping dan pulpotomi parsial. 18, 20-22 Pada penelitian ini dengan kasus complicated crown fracture dengan akar belum tertutup sempurna, Universitas Sumatera Utara sebagian dokter gigi melakukan perawatan yang sesuai standar, yaitu melakukan perawatan pulp capping disertai restorasi sebanyak 6 dokter gigi 37,5, serta dokter gigi yang melakukan perawatan pada kasus complicated crown fracture dengan akar tertutup sempurna melakukan perawatan dengan pulpektomi disertai restorasi sebanyak 7 dokter gigi 50. Sedangkan Hecova et al melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus complicated crown fracture dengan akar belum tertutup sempurna adalah melakukan pulp capping dan pulpotomi serta perawatan pada kasus complicated crown fracture dengan akar tertutup sempurna adalah pulp capping, pulpotomi dan ekstirpasi pulpa, 5 dan dari hasil penelitian Yeng dan Parashes bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus complicated crown fracture pada gigi insisivus bahwa 38 dokter gigi memilih pulpotomi parsial, 48 dokter gigi memilih perawatan pulp capping direct. 26 Fraktur alveolar sering melibatkan tulang alveolar gigi yang terkena trauma beserta tulang alveolar gigi tetangga dan sering menyebabkan gangguan pada oklusal. Perawatan yang dilakukan adalah mereposisi segmen fraktur dan splinting pada gigi tetangga yang terdekat selama 2-4 minggu. Informasikan kepada orang tua agar anak melaksanakan program diet lunak selama 10-14 hari dan menyikat gigi dengan bulu sikat yang lembut setelah makan. Kontrol perawatan dilakukan dilakukan setelah 1 minggu dan setelah 3-4 minggu dilakukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan radiografi disertai dengan pembukaan splinting, pemeriksaan klinis dan radiografi dilakukan kembali setelah 6-8 minggu, kemudian dilakukan kontrol setiap tahunnya sampai gigi tersebut eksfoliasi. 18, 20-22 Pada penelitian ini hanya 5 dokter gigi 41,67 melakukan perawatan sesuai dengan standar, yaitu melakukan reposisi dan splinting. Sedangkan Hecova et al melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus fraktur alveolar adalah restorasi dan splinting. 5 Pada kasus concussion tidak memerlukan perawatan yang spesifik tetapi hanya melakukan perawatan pada proses penyembuhan pada ligamen periodontal dan menjaga ke vitalan pulpa serta memantau kondisinya selama satu tahun. 18, 20-22 Pada penelitian ini sebagian besar dokter gigi hanya melakukan perawatan sesusai standar perawatan yaitu observasi sebanyak 6 dokter gigi 35,29 dan yang melakukan Universitas Sumatera Utara perawatan dengan splinting serta reposisi diertai splinting masing-masing sebanyak 4 dokter gigi 23,53. Sedangkan Hecova et al melaporkan tidak ada dilakukannya perawatan yang dilakukan pada kasus ini. 5 Perawatan yang dilakukan pada kasus subluxation tidak membutuhkan perawatan khusus, tetapi untuk mendapatkan kenyamanan pada gigi pasien, dilakukan perawatan selama dua minggu dengan menggunakan splinting yang fleksibel. 20-22, 26 Pada penelitian ini, sebagian besar dokter gigi melakukan perawatan sesuai dengan standar perawatan yaitu melakukan splinting sebanyak 7 dokter gigi 38,89. Sedangkan Hecova et al melaporkan tidak ada dilakukannya perawatan yang dilakukan pada kasus ini. 5 Perawatan pada kasus extrusive luxation adalah melakukan reposisi pada gigi yang terlibat secepat mungkin kemudian menstabilkan gigi pada posisi anatomi yang benar untuk mengoptimalkan proses penyembuhan pada daerah ligamen periodontal dan suplai neurovascular serta tetap menjaga integritas estetik dan fungsional gigi tersebut. Reposisi tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan pada daerah apikal dengan pelan namun pasti secara bertahap kemudian splinting dilakukan selama dua minggu. 18,20-22 Pada penelitian ini sebagian besar dokter gigi melakukan perawatan sesuai standar yaitu melakukan reposisi disertai splinting sebanyak 11 dokter gigi 64,7 dan sesuai dengan hasil dari penelitian Hecova et al bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus ini adalah mereposisi dan splinting, 5 sedangkan dari hasil penelitian Yeng dan Parashos pada kasus extrusive luxation dan lateral luxation, sebanyak 30 dokter gigi melakukan perawatan saluran akar berdasarkan pemeriksaan radiograpi dan sebanyak 47 dokter gigi melakukan test vitalitas pulpa terlebih dahulu untuk menentukan perawatan yang akan dilakukan. 27 Perawatan pada kasus intrusive luxation adalah mereposisi gigi secara pasif mengembalikan posisi gigi pada posisi sebelum kejadian, pengembalian posisi secara aktif reposisi dengan menggunakan daya tarik, atau pembedahan dan kemudian menstabilkan posisi gigi dengan menggunakan splinting selama 4 minggu pada posisi anatomi fisiologisnya untuk mengoptimalkan proses penyembuhan pada ligamen periodontal dan suplai neurovascular serta tetap menjaga integritas dan Universitas Sumatera Utara fungsinya. Pada gigi permanen yang berpotensi erupsi kembali ½ akar atau ⅔ akar, tujuannya adalah untuk terjadinya erupsi secara spontan. Pada gigi permanen tujuannya adalah mereposisikan gigi dengan perawatan ortodontik dan diawali dengan perawatan endodontik dalam tiga minggu pertama kejadian paska trauma. 18, 20-22 Pada penelitian ini, sebagian besar dokter gigi tidak melakukan perawatan sesuai stanndar dimana langsung melakukan pencabutan terhadap gigi yang mengalami trauma yaitu sebanyak 7 dokter gigi 41,18 dan yang melakukan observasi sebanyak 4 dokter gigi 23,53, sedangkan Hecova et al melaporkan perawatan yang dilakukan pada kasus ini adalah mereposisi dan splinting, 5 serta Yeng dan Parashos cited in Zadik dalam penelitiannya mengatakan bahwa sebanyak 56 dokter gigi sepakat bahwa gigi yang telah intrusi tidak mungkin erupsi kembali secara spontan dan mereka mempertimbangkan untuk melakukan reposisi kembali secara aktif serta sebanyak 44 tidak setuju dengan pernyataan ini, mereka menyatakan lebih memilih untuk menunggu dan memantau untuk erupsi kembali. 27 Perawatan yang diberikan pada pasien dengan kasus avulsion complete luxation exarticulation pada gigi permanen sebaiknya dimasukkan kembali kedalam soket dan diposisikan kembali pada lokasi anatomi yang benar agar penyembuhan pada ligamen periodontal dapat optimal. Kemudian dilakukan perawatan saluran akar sesuai kondisi pertumbuhan dan perkembagan akar gigi yang terkena trauma. 20-22, 26 Pada penelitian ini sebagian besar dokter gigi melakukan perawatan sesuai dengan standar yaitu dengan melakukan reposisi kembali disertai splinting sebanyak 12 dokter gigi 70,59. Sedangkan Hecova et al melaporkan bahwa perawatan yang dilakukan pada kasus ini adalah mereposisi dan splinting, 5 serta laporan dari penelitian Yeng dan Parashos juga mengatakan bahwa seluruh dokter gigi dari penelitian mereka sepakat untuk melakukan replantasi. 27 Sebanyak 68 dokter gigi 70,84 dari 96 dokter gigi dari penelitian ini merasa materi mengenai trauma gigi yang didapat selama menempuh pedidikan di Fakultas Kedokteran Gigi FKG telah mencukupi tetapi sebanyak 28 dokter gigi 29,16 merasa materi mengenai trauma gigi yang didapat masih kurang. Hal ini tidak sejalan dengan hasil jawaban dari dokter gigi yang kurang memenuhi standar Universitas Sumatera Utara dan hanya perawatan pada kasus enamel fracture 26 dokter gigi 53,06 serta perawatan pada kasus avulsi sebanyak 12 dokter gigi 70,59 menjawab dengan benar terhadap perawatan yang telah dilakukan dan terdapatnya beberapa perbedaan terhadap standar perawatan pada kasus trauma gigi permanen yang dilakukan oleh dokter gigi di Medan dikarenakan beberapa faktor, salah satunya disebabkan karena Indonesia merupakan negara yang masih dalam tahap berkembang sedangkan di beberapa negara maju juga masih terdapatnya perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi tidak sesuai dengan standar perawatan sedangkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Zodik et al, bahwa jawaban yang benar diisi oleh responden dari 10 pertanyaan sebesar 71,7 dan yang menjawab benar dari empat pertanyaan mengenai avulsi sebanyak 60,2. 27 Berdasarkan keadaan ini dan untuk memenuhi jawaban dari 28 dokter gigi 29,16 yang tidak merasa cukup terhadap materi trauma gigi yang didapat selama menempuh pendidikan di FKG maka perlu diadakannya seminar mengenai trauma pada gigi permanen. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Trauma gigi adalah trauma yang terjadi pada mulut dan gigi, termasuk struktur mulut, seperti lidah, bibir dan pipi merupakan cedera aksidental yang terjadi pada masa bayi, anak, remaja serta dewasa. 12,13 Trauma gigi merupakan masalah yang cukup serius di kalangan masyarakat khususnya anak-anak dan remaja, sehingga menjadi pelajaran yang cukup penting dan menarik bagi dokter gigi serta pelayan kesehatan lainnya dalam menangani kasus ini. Pada penelitian ini perawatan kasus trauma gigi permanen oleh dokter gigi dibagi berdasarkan pernah atau tidaknya dokter gigi mendapatkan kasus trauma gigi permanen baik kasus trauma baru atau kasus trauma lama serta penanganan yang dilakukan dan diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Jumlah kasus trauma gigi permanen yang ditemukan oleh 65 dokter gigi di Kota Medan dalam 1 tahun sebanyak 685 kasus. 2. Usia anak-anak yang paling sering terjadi trauma adalah pada usia 7 – 8 tahun sebanyak 27,6 dengan tempat kejadian paling sering adalah sekolah sebanyak 28,6. 3. Jenis trauma gigi permanen yang paling sering ditemukan adalah trauma enamel fracture sebanyak 49 dokter gigi 18,99 dan enamel dentin fracture sebanyak 48 dokter gigi 18,60 . 4. Berdasarkan jawaban atas pertanyaan mengenai perawatan yang telah dilakukan oleh dokter gigi terhadap kasus-kasus trauma dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dokter gigi melakukan perawatan yang tidak sesuai dengan standar perawatan terhadap beberapa kasus-kasus trauma. Universitas Sumatera Utara

6.2 Saran