Interaksi Ikan Karang dan Terumbu karang

22 Menurut Gratwicke et al. 2006 berdasarkan cara makan maka terdapat 3 kelompok ikan karang yaitu : a. Herbivora Ikan herbivor di terumbu karang sebagian besar bertahan karena adanya alga serta diatom yang ada di permukaan karang. Sejauh ini Scaridae dan Acanthuridae adalah herbivor yang paling penting di daerah terumbu karang. Meskipun demikian Siganidae, beberapa spesies Pomacentridae dan Blennidae termasuk pula dalam golongan penting pada ikan kategori ini. b. Planktonovora Ikan ini terbagi atas kelompok primer dan sekunder. Kelompok primer terdiri atas beberapa spesies dari jenis ikan pelagis karang seperti Caesio cuning, yang beradaptasi dengan lingkungan karang. Adaptasinya berupa ukuran tubuh yang kecil dan bergerombol. Pada siang hari bersama dengan gerombolannya bersembunyi di daerah tubir, laguna atau dalam goa. Pada malam hari mereka berpencar dan mencari makan, yaitu zooplankton karang nokturnal di kolom air. c. Karnivora Tipe pemangsaan yang paling banyak terdapat di terumbu adalah karnivora, mungkin sekitar 50-70 dari spesies ikan. Banyak dari ikan karnivora ini tidak mengkhususkan makanannya pada suatu sumber makanan tertentu, tetapi sebaliknya merupakan oportunistik, mengambil apa saja yang berguna. Salah satu family ikan kelompok ini adalah Serranidae.

2.3.3 Interaksi Ikan Karang dan Terumbu karang

Keberadaan karang merupakan habitat penting bagi ikan karang, karena sebagian besar populasi ikan karang mengadakan rekruit secara langsung dalam terumbu karang. Stadia planktonik ikan karang selalu berada pada substrat karang, seperti ikan-ikan scarids, acanthurids, siganids, chaetodontids, pomacantids dan banyak jenis dari ikan labrids dan pomacentrids. Walaupun banyak yang tidak berasosiasi langsung dengan karang, tetapi pergerakannya kebanyakan berasosiasi dengan struktur khusus dan keadaan biotik dari karang. Perbedaan pendapat muncul mengenai hubungan keragaman spesies ikan dan keragaman habitat terumbu karang. Beberapa penelitian terus dilakukan dan akhirnya memunculkan dua teori tentang ikan karang di terumbu karang, seperti 23 yang dirangkum oleh Nybakken 1988; Pertama, hidup berdampingan merupakan hasil dari tingkat spesialisasi yang tinggi, sehingga setiap spesies mempunyai tempat beradaptasi khusus yang didapat dari persaingan pada suatu keadaan di karang. Jadi dapat dikatakan bahwa, ikan-ikan ini mempunyai relung ekologi yang lebih sempit dan berarti daerah itu dapat menampung lebih banyak spesies; Kedua, ikan karang tidak mempunyai sifat khusus, banyak spesies serupa yang mempunyai kebutuhan sama, dan terdapat persaingan aktif di antara spesies. Dari kedua teori ini ternyata belum bisa ditentukan pandangan mana yang benar. Walaupun ikan-ikan menunjukkan preferensi yang jelas pada biotop yang spesifik, kebanyakan ikan menggunakan banyak tipe biotop sebagai daerah pengasuhan secara bersamaan. Nagelkerken et al. 2000 menunjukan ketidakhadiran juvenil ikan pada zona terumbu karang yang dalam 15 –20 m menunjukkan bahwa jevenil ikan sangat bergantung pada biotop perairan dangkal. Kebanyakan spesies ikan secara spasial berdasarkan aspek ontogenik terlihat pada tingkat hidup spesifik menggunakan biotop perairan dangkal ke perairan yang dalam terumbu karang. Dorenbosch et al. 2006 mendapatkan juvenil Cheilinus undulatus sangat dominan di daerah lamun sedangkan fase dewasa hanya terbatas di daerah terumbu karang. Peneliti ini menunjukan kehadiaran lamun menyebabkan tingginya densitas ikan karang pada daerah terumbu karang yang terletaknya di depan daerah lamun. Hal ini menunjukkan bahwa kehadiran ekosistem lamun sangat penting sebagai habitat bagi ikan juvenil. Juvenil Scarus guacamaia secara eksklusif ditemukan di daerah mangrove sedangkan fase dewasa hanya ditemukan di terumbu karang. Fase dewasa S. guacamaia ditemukan pada semua karang dimana pelindung pantainya berupa mangrove, tetapi belum ditemukan korelasi antara jarak mangrove yang diamati dengan densitas S. guacamaia di daerah terumbu karang. Nakamura et al. 2007 di Pulau Iriomote Japan menguji hipotesis tentang apakah rekruitmen ikan karang pada lamun diakibatkan oleh preferensi dari peletakkan larva larval settlement. Tiga perlakuan yang dilakukan adalah patahan karang branching coral patch, patahan lamun seagrass patch, dan tanpa patahan sebagai kontrol control without patches. Hasil penelitian 24 menunjukan bahwa 4 spesies Pomacentridae, Amblyglyphidodon curacao, Dischistodus prosopotaenia , Cheiloprion labiatus dan Dascyllus aruanus mengalami rekruitmen secara ekslusif di patahan karang, mengindikasikan bahwa larva yang terdistribusi lebih menyukai karang daripada lamun sebagai tempat peletakkan settlement habitat. Pengaruh perbedaan bentuk fisik substrat sebagai tempat peletakkan yaitu bentuk kisi-kisi grid dari patahan karang dengan struktur vertikal daun lamun serta kekakuan antara karang dan lamun sebagai substrat pada pola rekruitmen diuji dengan menggunakan karang buatan dan unit lamun seagrass units. Hasil penelitian menunjukan bahwa densitas yang tinggi dari rekruitmen ikan A. curacao dan D. prosopotaenia terjadi pada substrat yang kaku karang daripada yang fleksibel seagrass, sedangkan perbedaan jumlah antar dua jenis tersebut belum jelas apakah sebagai akibat pengaruh bentuk unit yang berbeda. Meskipun larva ikan Pomacentridae terdistribusi pada lamun, larva ini tidak menetap di lamun tetapi lebih memilih substrat yang kaku sebagai preferensinya. Selanjutnya, keberadaan dari C. labiatus dan D. aruanus pada unit habitat buatan mengisyaratkan bahwa karang hidup sebagai persyaratan tempat larva sesudah peletakkan post settlement daripada bentuk fisikkekakuan unit substrat. Tingginya keragaman ikan karang, seperti yang dikatakan oleh Hutomo et al . 1988 disebabkan karena beberapa tingkah laku yang menarik dari kehidupan ikan karang, yaitu adanya spesies diurnal dan nokturnal, serta hubungan simbiosis inter-intra spesifik, misalnya antara spesies Amphiprion dengan sea anemon, kemudian kegiatan spesies Lambroides yang mendirikan stasiun pembersih di terumbu untuk membersihkan kotoran dan parasit pada ikan-ikan yang lebih besar, kemudian kegiatan grazing beberapa spesies ikan terhadap algae, dimana kegiatan ini sekaligus mengontrol persaingan algae dengan terumbu karang dalam memperebutkan ruang untuk pertumbuhan. Hutomo 1987 in Hutomo et al. 1988 dalam penelitiannya di Pulau Bali dan Batam, mendapatkan bahwa kondisi karang yang baik, ditandai dengan persentase tutupan yang tinggi yang berhubungan linier dengan kelimpahan dan keragaman spesies ikan karang. Hal ini ditunjang oleh pendapat Sutton 1983 in Emor 1993, dimana terdapat hubungan positif antara keragaman ikan karang 25 dengan heterogenitas habitat karang. Tetapi Purwanto 1987 dan Aktani 1990 in Emor 1993 menemukan hal yang lain di Kepulauan Seribu, bahwa kelimpahan dan keragaman spesies ikan karang tidak selalu tergantung dari baiknya kondisi terumbu, melainkan juga tergantung dari ketersediaan sumber makanan dikaitkan dengan sifat makan dari ikan karang. Mereka membuktikan bahwa penurunan kondisi karang akan diganti oleh komunitas algae sebagai niche dari ikan-ikan herbivor. Menurut Hutomo et al. 1988, Chaetodontidae kepe-kepe bersama dengan suku Gobiidae glodok, Pomacentridae betok, dan Serranidae kerapu merupakan contoh yang baik penghuni terumbu karang primer yang tipikal, karena hidupnya selalu berasosiasi dengan terumbu karang, baik sebagai habitat maupun sebagai tempat mencari makanan dan mungkin sebagian besar sejarah hidupnya berlangsung disini. Selanjutnya Nybakken 1988 menyatakan bahwa, ketertarikan Chaetodontidae terhadap terumbu karang kuat sekali. Chaetodontidae pada umumnya bersifat omnivora, makanan kegemarannya adalah polip-polip karang. Kecuali itu juga yang memakan bagian-bagian dari polychaeta, anemon dan invertebrata kecil lainnya yang hidup di dasar serta krustasea kecil, sponge, polip karang lunak, plankton, telur ikan, dan cairan lendir mucus yang dikeluarkan karang. Jenis-jenis ikan hias yang tergolong dalam family Chaetodontidae merupakan komponen yang paling tampak di antara ichthiofauna karang. Jenis- jenisnya mudah diidentifikasi dan taxonominya telah ditentukan. Mereka sering dijumpai berpasangan dan memiliki teritorial, sehingga mudah dihitung secara individual. Selain itu, ikan tersebut dapat dipakai sebagai ukuran terbaik untuk biodiversity dari pada karang, karena mereka cenderung untuk mengintegrasikan berbagai kondisi lingkungan. Boleh jadi hal inilah diantaranya yang menjadikan family Chaetodontidae sebagai spesies indikator.

2.4 Daya Dukung Terumbu Karang

Kapasitas daya dukung carrying capacity didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan yang sebanding dengan pemanfaatannya. Kenchington dan Hudson 1984 mendefinisikan daya dukung sebagai kuantitas maksimum ikan yang dapat