25 dengan heterogenitas habitat karang. Tetapi Purwanto 1987 dan Aktani 1990 in
Emor 1993 menemukan hal yang lain di Kepulauan Seribu, bahwa kelimpahan dan keragaman spesies ikan karang tidak selalu tergantung dari baiknya kondisi
terumbu, melainkan juga tergantung dari ketersediaan sumber makanan dikaitkan dengan sifat makan dari ikan karang. Mereka membuktikan bahwa penurunan
kondisi karang akan diganti oleh komunitas algae sebagai niche dari ikan-ikan herbivor.
Menurut Hutomo et al. 1988, Chaetodontidae kepe-kepe bersama dengan suku Gobiidae glodok, Pomacentridae betok, dan Serranidae kerapu
merupakan contoh yang baik penghuni terumbu karang primer yang tipikal, karena hidupnya selalu berasosiasi dengan terumbu karang, baik sebagai habitat
maupun sebagai tempat mencari makanan dan mungkin sebagian besar sejarah hidupnya berlangsung disini. Selanjutnya Nybakken 1988 menyatakan bahwa,
ketertarikan Chaetodontidae terhadap terumbu karang kuat sekali. Chaetodontidae pada umumnya bersifat omnivora, makanan kegemarannya adalah polip-polip
karang. Kecuali itu juga yang memakan bagian-bagian dari polychaeta, anemon dan invertebrata kecil lainnya yang hidup di dasar serta krustasea kecil, sponge,
polip karang lunak, plankton, telur ikan, dan cairan lendir mucus yang dikeluarkan karang.
Jenis-jenis ikan hias yang tergolong dalam family Chaetodontidae merupakan komponen yang paling tampak di antara ichthiofauna karang. Jenis-
jenisnya mudah diidentifikasi dan taxonominya telah ditentukan. Mereka sering dijumpai berpasangan dan memiliki teritorial, sehingga mudah dihitung secara
individual. Selain itu, ikan tersebut dapat dipakai sebagai ukuran terbaik untuk biodiversity dari pada karang, karena mereka cenderung untuk mengintegrasikan
berbagai kondisi lingkungan. Boleh jadi hal inilah diantaranya yang menjadikan family Chaetodontidae sebagai spesies indikator.
2.4 Daya Dukung Terumbu Karang
Kapasitas daya dukung carrying capacity didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu
pertumbuhan yang sebanding dengan pemanfaatannya. Kenchington dan Hudson 1984 mendefinisikan daya dukung sebagai kuantitas maksimum ikan yang dapat
26 didukung oleh suatu badan air selama jangka waktu panjang. Sedangkan Turner
1988 menyebutkan bahwa daya dukung merupakan populasi organisme akuatik yang akan ditunjang oleh suatu kawasanareal atau volume perairan yang
ditentukan tanpa mengalami penurunan mutu deteriorasi. Definisi lain menyebutkan bahwa daya dukung adalah batasan untuk banyaknya organisme
hidup dalam jumlah atau massa yang dapat didukung oleh suatu habitat. Jadi daya dukung adalah pembatas akhir ultimate constraint yang diperhadapkan pada
biota oleh adanya keterbatasan lingkungan seperti ketersediaan makanan, ruang atau tempat berpijah, penyakit, siklus predator, temperatur, cahaya matahari, dan
salinitas. Selanjutnya dijelaskan oleh Dahuri 2002, daya dukung kawasan pada akhirnya akan menentukan kelangkaan sumberdaya alam vital dan jasa
lingkungan yang dibutuhkan oleh manusia dan organisme hidup yang mendiami kawasan tersebut. Jadi sistem daya dukung lingkungan dapat berkurang akibat
kerusakan yang ditimbulkan oleh manusia yang mengurangi ketersediaan suplai energi atau penggunaan energi Clark 1974. Daya dukung lingkungan sangat erat
kaitannya dengan kapasitas asimilasi dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang ke dalam lingkungan tanpa menyebabkan
polusi UNEP 1993. Menurut Dahuri et. al. 2001, pembangunan berkelanjutan dapat tercapai
apabila pemanfaatan sumberdaya alam tidak melebihi fungsi ekologis sumberdaya tersebut. Berdasarkan kemampuan daya dukung carrying capacity dan
kemampuan alamiah untuk memperbaharui assimilative capacity, serta kesesuaian penggunaannya, kawasan pantai dan terumbu karang menjadi sasaran
atas kegiatan eksploitasi sumberdaya alam dan pencemaran lingkungan akibat tuntutan pembangunan yang masih cenderung lebih menitikberatkan bidang
ekonomi. Semakin banyak manfaatkeuntungan ekonomis diperoleh, maka semakin berat pula beban kerusakan lingkunganekologis yang ditimbulkannya.
Begitu pula sebaliknya, bila semakin sedikit manfaatkeuntungan ekonomis, semakin ringan pula kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya.
Dalam pemanfaatan lingkungan perairan, ditemukan banyak sekali kesulitan dalam menentukan daya dukung lingkungan, terutama yang sangat berkaitan
dengan kapasitas asimilasinya. Terkadang, daya dukung baru dapat diketahui
27 setelah terlihat adanya tanda-tanda kerusakan lingkungan. Padahal kegiatan
perikanan sangat tergantung pada kualitas perairan di sekitarnya. Kegagalan kegiatan ini seringkali merupakan pertanda telah terlampauinya daya dukung
kawasan perairan tersebut. Oleh karena itu, sangat perlu dikembangkan suatu cara untuk mengetahui daya dukung lingkungan secara periodik dan prediktif. Metode
dan kebutuhan data harus terus dikembangkan untuk kebutuhan ini, sehingga kehancuran lingkungan dikemudian hari dapat dihindarkan.
2.5 Pendekatan Ekologi-Ekonomi