Deskripsi Dimensi Dan Atribut

100 2000 termasuk Indonesia, dimana banyak ekosistem terumbu karang terancam akibat kegiatan budidaya, pariwisata dan pembangunan infrastruktur. Dalam konteks pengelolaan, selama tingkat upaya penangkapan meningkat tanpa memperhatikan stok ikan yang ada akan menyebabkan produksi ikan target menurun, bahkan jika kawasan terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus- Putus sepenuhnya di lindungi. Selain itu setiap peningkatan produksi dan pendapatan dari kegiatan perikanan ikan target di terumbu karang cenderung tidak akan berlangsung lama karena hal tersebut akan menarik lebih banyak upaya penangkapan di kawasan terumbu karang tersebut. Pengelolaan yang baik dari kegiatan perikanan ikan target di terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus- Putus dalam jangka pendek adalah mengontrol eksploitasi berlebihan untuk membawa produksi ke level yang optimal serta perlunya melindungi terumbu karang untuk kebijakan ekonomi jangka panjang.

4.5.4 Status Keberlanjutan

Sesuai dengan tujuan penelitian, pemanfaatan ikan target di kawasan terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus ditelaah status keberlanjutannya dengan menggunakan RAPFISH Rapid Assessment Techniques for Fisheries . Berdasarkan survei, hasil penilaian cepat mengenai status keberlanjutan perikanan ikan target dikemukakan menurut dimensinya yang terdiri dari sejumlah atribut. Deskripsi penilaian tersebut sebagai suatu diagnosis status keberlanjutan perikanan ikan target di kawasan terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus, dikemukakan secara berurutan mencakup dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi kelembagaan dan dimensi teknologi.

4.5.4.1 Deskripsi Dimensi Dan Atribut

 Dimensi ekologi a. Persentase tutupan karang Persentase tutupan karang merupakan indikator dalam menentukan kondisi dari terumbu karang. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab 4.2.2 bahwa terumbu karang di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus sedang mengalami degradasi dengan penurunan tutupan karang hidup. Degradasi terumbu karang ini tentu berdampak pada keberadaan organisme lain yang hidup di habitat ini sehingga dalam pengelolaan berkelanjutan atribut ini sangat perlu untuk diperhatikan. 101 b. Keanekaragaman ikan target Salah satu indeks ekologi untuk melihat keberadaan komunitas ikan target adalah keanekaragaman. Semakin tinggi indeks keanekaragaman ikan target akan menunjukkan banyaknya tipe habitat di terumbu karang untuk tempat hidup ikan lihat bab 4.2.3, atau dengan kata lain ekosistem terumbu karang masih representatif untuk kehidupan banyak jenis ikan. c. Substrat Keberadaan jenis substrat di terumbu karang sangat penting untuk diketahui, karena larva karang batu planula sangat memerlukan subsrat yang keras CaCO 3 sebagai tempat untuk menempel. Semakin sedikitnya subsrat keras yang ada, akan semakin memperkecil peluang planula untuk menempel yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan karang batu. Dalam penelitian ini, khususnya Stasiun 3, 4 dan Tanjung Buyat banyak ditemukan substrat pasir. d. Salinitas Keberadaan ekosistem terumbu khususnya karang batu sangat ditentukan oleh faktor-faktor pembatas, dimana salah satu faktor pembatas tersebut adalah salinitas. Kisaran optimal salinitas guna pertumbuhan karang adalah 29-35 ‰. Kisaran salinitas yang ada di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus yang diukur pada bulan September 2011 adalah 29,6-31,2 ‰. e. Sedimentasi Seperti halnya salinitas, faktor pembatas lain bagi pertumbuhan karang adalah sedimentasi. Sedimentasi yang tinggi akan menyebabkan kematian karang batu. Dalam pengamatan yang dilakukan, sedimentasi yang ada berdasarkan nilai turbiditas yang diperoleh. Dari hasil pengukuran yang dilakukan di peroleh kisaran turbiditas di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus adalah 0-6 NTU yang artinya tingkat kekeruhan yang ada relatif rendah. f. Tingkat eksploitasi ikan karang Selama ini, kawasan terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus merupakan lokasi penangkapan ikan target oleh masyarakat Desa Basaan. Pada tahun 2011 jumlah produksi ikan target berjumlah 35,72 ton, sangat sedikit dibandingkan pada tahun 2002 yang mencapai 65,45 ton. Penurunan ini juga dipengaruhi oleh kondisi ekologi karang batu yang mengalami degradasi. 102  Dimensi ekonomi a. Keuntungan profit Yang dimaksud keuntungan disini adalah besarnya pendapatan yang diperoleh oleh nelayan yang menangkap ikan target, dalam hal ini apakah hasil yang diperoleh cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga nelayan. Sebagai responden adalah nelayan Desa Basaan Kabupaten Minahasa Tenggara. Hasil pengambilan data pada masyarakat nelayan menunjukkan keuntungan dari hasil perikanan ikan target masuk kategori menguntungkan. b. Rata-rata penghasilan relatif terhadap UMR Yang dilihat pada atribut ini adalah apakah hasil usahapendapatan nelayan yang menangkap ikan target sebandinglebih kecillebih besar dengan UMR upah minimal regional yang berlaku di Sulawesi Utara sebesar Rp.1.050.000 per bulan. Pendapatan perbulan yang diperoleh nelayan Desa Basaan dari kegiatan perikanan ikan target berkisar Rp.950.000-Rp.1.100.000 per bulan. c. Ketergantungan pada sumberdaya sebagai sumber nafkah Banyak nelayan di Minahasa Tenggara juga berprofesi sebagai petani, sehingga pada saat musim angin Selatan pada bulan Agustus-September, musim yang membuat aktivitas nelayan untuk melaut di wilayah ini terganggu maka sebagian nelayan mengisi waktu dengan bertani. Karena sebagian besar nelayan yang ada di Desa Basaan adalah turunan suku Bajo yang memiliki karakteristik nelayan penuh tetapi umumnya nelayan tradisional dengan wilayah operasi terjauh hanya pada terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus, maka yang ingin dilihat adalah apakah nelayan Desa Basaan menggantungkan hidupnya pada sumberdaya ikan target d. Waktu yang digunakan untuk pemanfaatan terumbu karang Untuk kegiatan ekonomi, penggunaan waktu oleh nelayan dalam kegiatan pemanfaatan terumbu karang sangat berpengaruh terhadap pendapatan nelayan itu sendiri. Sebagian besar nelayan di desa Basaan mengunakan seluruh waktunya untuk berkegiatan di terumbu karang. Hal ini, seperti yang sudah dijelaskan di atas karena sebagian besar nelayan di Desa Basaan adalah nelayan tradisional yang tidak dapat beroperasi pada wilayah yang jauh. 103 e. Pemandu wisata Keindahan terumbu karang yang ada di Pulau Hogow dan Pulau Putus- Putus akan mengundang wisatawan khususnya penyelam untuk menyelam di lokasi ini. Untuk itu ingin dilihat apakah sudah ada pemandu wisata lokal yang terlibat dalam kegiatan wisata tersebut, sebagai salah satu sumber penghasilan bagi masyarakat. Hasil pengambilan data diperoleh belum adanya pemandu wisata di Desa Basaan. f. Wisatawan lokal Dalam hal ini ingin dilihat jumlah wisatawan lokal yang berkunjung di daerah ini, apakah menikmati pantai ataupun menyelam. Kedatangan wisatawan lokal ke daerah ini tentu akan memberikan efek samping dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Wisatawan lokal yang banyak mengunjungi daerah ini adalah masyarakat dari daerah sekitar hingga Manado. Kedatangan wisatawan lokal di daerah ini biasanya terjadi pada akhir pekan hari sabtu dan minggu. g. Wisatawan mancanegara Seperti halnya wisatawan lokal, kehadiran wisatawan mancanegara yang umumnya untuk menyelam tentu akan berdampak pada kegiatan ekonomi di kawasan ini. Kedatangan wisatawan mancanegara di kawasan ini masih dalam jumlah yang sedikit rata-rata 55 wisatawan per tahun dan umumnya datang untuk menyelam. h. Jumlah objek wisata Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus memiliki banyak lokasi yang dapat dijadikan objek wisata. Untuk itu ingin diketahui apakah telah ditentukan lokasi- lokasi yang dapat dijadikan objek wisata. Semakin banyak objek wisata yang menarik tentunya akan meningkatkan jumlah wisatawan yang datang. Dari hasil penelitian didapatkan belum adanya penentuan lokasi wisata oleh pemerintah di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus. Oleh sebab itu umumnya wisatawan berkunjung ke pantai pasir putih yang ada di pulau Hogow. i. Lama tinggal wisatawan Lama tinggal wisatawan lokal maupun mancanegara yang datang di kawasan Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus menyebabkan sangat berpengaruh pada sektor ekonomi. Semakin lama wisatawan tinggal tentu akan lebih besar 104 pendapatan yang diterima masyarakat maupun daerah. Kondisi yang terjadi adalah tidak adanya wisatawan khususnya dari manca negara yang menginap di lokasi ini, disebabkan belum tersedianya tempatrumah untuk mereka menginap. Untuk wisatawan lokal seluruhnya langsung pulang ke asal mereka sesudah berkunjung ke Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus.  Dimensi sosial a. Partisipasi keluarga Partisipasi keluarga yang ingin dilihat adalah jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam kegiatan pemanfaatan di kawasan terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus. Saat ini yang ada di Desa Basaan, jumlah anggota keluarga yang berkegiatan di terumbu karang rata-rata 2 orang per keluarga. b. Peran partisipasi Peran partisipasi masing-masing anggota keluarga dalam pemanfaatan terumbu karang ingin dilihat dalam bentuk parsipasi yang positif tidak merusak terumbu karang atau negatif cenderung merusak terumbu karang. Masyarakat Desa Basaan saat ini berperan positif dalam pemanfaatan terumbu karang. c. Jumlah lokasi potensi konflik Dengan bertambahnya penduduk dan kebutuhan meningkat di satu sisi, sedangkan di sisi lain terjadinya degradasi terumbu karang tentu akan menimbulkan konflik dalam pemanfaatan. Untuk itu ingin dilihat jumlah lokasi- lokasi pemanfaatan terumbu karang di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus yang rawan konflik. Untuk masyarakat Desa Basaan sendiri hingga saat ini tidak tercipta konflik dalam pemanfaatan terumbu karang. Konflik yang ada adalah konflik antara masyarakat Desa Basaan dengan desa lain dalam pemanfaatan terumbu karang dan terjadi pada banyak lokasi di Pulau Hogow dan Pulau Putus- Putus. d. Tingkat pendidikan Dalam pemanfaatan terumbu karang yang berkelanjutan tentu diperlukan sumberdaya manusia yang paham akan pentingnya pengelolaan. Keberadaan sumberdaya manusia yang menunjang program pengelolaan sangat ditentukan oleh tingkat pendidikan masyarakat itu sendiri. Hasil yang diperoleh, tingkat pendidikan masyarakat nalayan Desa Basaan umumnya hanya lulus SD dan SMP. 105 e. Pertumbuhan pekerja eksploitasi 10 tahun terakhir Meningkatnya tingkat eksploitasi ikan target dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah nelayan yang beroperasi di wilayah terumbu karang. Dari hasil pengambilan data lapangan didapatkan peningkatan jumlah upaya penangkapan effort dari tahun 2002 hingga 2011. Peningkatan upaya tangkap ini salah satu penyebabnya adalah bertambahnya nelayan terumbu karang di Desa Basaan. Kondisi di Desa Basaan menunjukkan peningkatan jumlah nelayan yang beroperasi di kawasan terumbu karang hanya 5-10 dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. f. Upaya perbaikan ekosistem terumbu karang Dengan adanya degradasi terumbu karang yang menyebabkan berkurangnya produksi ikan target telah disadari masyarakat Desa Basaan. Untuk itu dalam penelitian ini, ingin dilihat upaya yang dilakukan masyarakat untuk perbaikan ekosistem terumbu karang di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus. Dari hasil penelitian di lapangan, didapatkan adanya upaya-upaya perbaikan ekosistem terumbu karang berupa transplantasi karang yang dibuat bekerjasama dengan Fakultas Perikanan dan Kelautan UNSRAT sejak tahun 2010 sampai 2011. g. Zonasi peruntukan lahan Untuk menghindari konflik sosial dalam pemanfaatan terumbu karang serta guna perbaikan kondisi terumbu karang perlu dilakukan zonasi peruntukan lahan. Zonasi peruntukan lahan sudah dibuat di sekitar Desa Basaan seperti lokasi budidaya ikan karang dan daerah perlindungan laut DPL. Khusus untuk DPL banyak dilanggar karena hilangnya tanda-tanda batas wilayah.  Dimensi kelembagaan a. Ketersediaan peraturan pengelolaan sumberdaya secara formal Untuk melakukan pengelolaan yang baik tentunya diperlukan aturan-aturan formal yang dapat dijadikan acuan dalam tindakan-tindakan pengelolaan terumbu karang. Saat ini di kawasan Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus belum ada aturan formal yang mengatur pengelolaan terumbu karang. b. Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap peraturan Keberlanjutan keberadaan ekosistem terumbu karang sangat tergantung pada sikap masyarakat khususnya nelayan dalam kegiatan pemanfaatan. Sikap 106 yang dimaksud disini adalah kepatuhan terhadap aturan untuk tidak melakukan kegiatan yang berdampak merusak terumbu karang. Hasil survey menunjukkan tingkat kepatuhan masyarakat terhadap peraturan pemanfaatan terumbu karang di Desa Basaan relatif rendah. Hal ini terbukti dengan masih banyak nelayan yang menggunakan alat tangkap yang tidak efektif dalam kegiatan di terumbu karang seperti bubu dan jaring. c. Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya Mengendalikan pemanfaatan sumberdaya harusnya adalah pihak yang paling berkepentingan atau berhubungan langsung dengan keberadaan terumbu karang di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus yaitu masyarakat. Yang terjadi saat ini adalah pengendali pemanfaatan sumberdaya adalah pemerintah yang tingkat perhatian terhadap keberadaan terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus- Putus sangat kecil. d. Pemantauan, pengawasan dan pengendalian Tidak adanya kelompok nelayan terumbu karang yang telah dibentuk, serta belum adanya zonasi peruntukan di terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus, sehingga kegiatan pemantauan, pengawasan dan pengendalian belum berjalan dengan baik di kawasan ini. e. Tokoh panutan Tokoh panutan yang dimaksud adalah tokoh masyarakat yang dapat didengar nasihat dan perintahnya oleh masyarakat. Di Desa Basaan terdapat beberapa orang yang terdiri dari tokoh agama dan pemerintah desa maupun anggota masyarakat yang menjadi panutan oleh masyarakat umumnya. f. Penyuluhan hukum lingkungan Kurangnya pemahaman masyarakat Desa Basaan bahwa akibat dari kegiatan yang merusak terumbu karang dapat mendapat hukuman disebabkan karena sedikitnya penyuluhan tentang hukum yang diterima. Hasil survey mendapatkan bahwa selama tahun 2010 hingga 2011 hanya satu kali masyarakat menerima penyuluhan tentang hukum lingkungan. g. Koperasi Salah satu sebab yang seringkali menghambat kegiatan perikanan oleh nelayan adalah kekurangan modal atau pemasaran hasil perikanan. Untuk 107 mengatasi hal ini langkah terbaik adalah mendirikan koperasi. Hingga saat ini di Desa Basaan belum ada koperasi yang didirikan, yang ada hanyalah kegiatan simpan pinjam yang dilakukan beberapa komunitas seperti kelompok agama maupun arisan para ibu-ibu. h. Tradisibudaya Tradisi atau budaya masyarakat perlu dilihat dalam konteks pengelolaan berkelanjutan. Salah satu sisi negatif dari tradisi masyarakat nelayan Desa Basaan yang keturunan suku Bajo adalah seluruh aktifitas mereka lakukan di pesisir pantai termasuk membuang sampah dan hajat. Hal ini tentu berdampak negatif kepada keberadaan ekosistem pesisir.  Dimensi teknologi a. Alat eksploitasi yang digunakan Umumnya alat yang digunakan masyarakat nelayan Desa Basaan dalam kegiatan penangkapan ikan target di Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus bersifat pasif, seperti pancing, jaring tancap dan bubu. Khusus untuk bubu, karena peletakkannya di antara karang batu, maka dalam operasionalnya berdampak negatif karena merusak karang batu. b. Ketersediaan alur atau akses eksploitasi Alur atau akses eksploitasi di ekosistem terumbu karang Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus secara resmi belum ditentukan, sehingga masyarakat nelayan menentukan sendiri alur atau akses yang akan mereka gunakan. c. Tipe alat pengangkut Alat pengangkut hasil tangkapan ikan target oleh nelayan Desa Basaan umumnya adalah perahu dengan ukurun kecil. Hal ini menyebabkan dalam setiap trip penangkapan jumlah produksi yang dapat diangkut terbatas. d. Teknologi penanganan pasca panen Teknologi pasca panen yang diterapkan nelayan Desa Basaan masih sederhana. Jika hasil tangkapan ikan target tidak seluruhnya dapat dijual atau dimakan maka teknologi yang dilakukan adalah pembuatan ikan asin. e. Ekoteknologi pada kegiatan wisata Ekoteknologi yang dimaksud adalah teknologi yang ramah lingkungan. Untuk wilayah Desa Basaan dan kawasan Pulau Hogow dan Pulau Putus-Putus 108 belum ada teknologi seperti itu. Karena wisatawan yang umumnya datang di lokasi adalah wisatawan lokal maka akibat yang terjadi adalah menumpuknya sampah di lokasi. Mengatasi hal ini hanya dilakukan pengumpulan sampah oleh masyarakat, itupun dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja seperti ulang tahun kemerdekaan atau adanya kegiatan bersih pantai yang dilakukan instansi pemerintah atau LSM. f. Teknologi perahu Perahu yang digunakan oleh masyarakat nelayan Desa Basaan umumnya adalah perahu katinting dengan ukuran yang relatif kecil. Pada saat-saat kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak untuk mesin katinting, biasanya masyarakat memasang layar pada perahu mereka.

4.5.4.2 Status Keberlanjutan