36
bahwa konselornya mampu menjadi pribadi yang fleksibel, yaitu mampu menjadi teman curhat sekaligus pendidik yang profesional.
3.  Menjadi teladan bagi peserta didik Untuk menjadi  teladan tentunya harus mempunyai  sesuatu  yang baik,  yang
nantinya  dapat  diturunkan  pada  peserta  didik.  Seorang  konselor  dengan  perilaku serta  kepribadian  baik,  sudah  tentu  pantas  untuk  ditiru  oleh  siswanya.  Selalu
menjaga sikap dihadapan siswa menjadi kunci untuk dijadikan teladan yang baik. 4.  Berakhlak mulia
Semua  aspek  tidak  ada  artinya  jika  aspek  yang  satu  ini  tidak  terpenuhi. Akhlak  mulia  merupakan  hal  utama  karena  dengan  berakhlak  mulia,  dengan
mudah aspek yang disebutkan di atas dapat dimiliki oleh setiap konselor. Seorang  konselor  harus  mempunyai  andil  yang  besar  terhadap
keberhasilan  pendidikan,  juga  berperan  dalam  pembentukan  pribadi  siswa.  Jadi dapat  disimpulkan  bahwa  seoranng  konselor  dituntut  untuk  mempunyai
kompetensi  kepribadian  yang  memadai  karena  kompetensi  inilah  yang  menjadi landasan dari kompetensi konselor yang lainnya.
2.2.3 Persepsi Siswa Tentang Kompetensi Kepribadian Konselor
Persepsi  adalah  suatu  pendapat  yang  merupakan  hasil  pemaknaan  dari obyek  yang  diamati  seseorang.  Dalam  proses  persepsi  individu  siswa  akan
mengadakan  penyeleksian  apakah  stimulus  itu  berguna  atau  tidak  baginya,  serta menentukan  apa  yang  terbaik  untuk  dilakukan.  Berdasarkan  atas  pengertian  dan
faktor-faktor  yang  mempengaruhinya,  maka  persepsi  berkaitan  dengan  tingkah laku.  Oleh  sebab  itu,  individu  siswa  yang  persepsinya  secara  tepat  tentang
37
obyek,  ia  akan  bertingkah  laku  positif  tentang  obyek  itu.  Sedangkan  kompetensi kepribadian konselor adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,
arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Berkaitan  dengan  penelitian  ini,  objek  dalam  penelitian  ini  adalah
kompetensi  kepribadian  konselor  menurut  persepsi  siswa.  Objek  tersebut  akan menimbulkan  rangsang  atau  stimulus  terhadap  alat  indera.  Alat  indera  akan
menangkap  kompetensi  kepribadian  konselor  untuk  kemudian  dimaknai  dan dinilai oleh siswa sehingga menimbulkan persepsi tentang kompetensi kepribadian
konselor.  Siswa  dapat  mempersepsi  konselor  melalui  hal-hal  yang  tampak  dari konselor,  seperti  sikap,  tingkah  laku,  pengetahuan,  dan  kemampuan  atau
kepribadian  yang  tercermin  dalam  diri  konselor  dalam  melaksanakan  layanan bimbingan  dan  konseling.  Dengan  kata  lain,  siswa  akan  mempersepsi  konselor
berdasarkan  pengalaman  dan  pengetahuan  siswa  mengenai  konselor,  khususnya yang berkaitan dengan kompetensi kepribadian konselor.
Persepsi siswa terhadap konselor tersebut bisa berbeda satu sama lain, hal ini  dapat  dipengaruhi  oleh  penampilan  dan  sikap  konselor  itu  sendiri  serta
pengetahuan dan pemahaman siswa tentang kompetensi kepribadian konselor. Hal ini  dapat  mempengaruhi  respon  atau  sikap  yang  ditunjukkan  siswa  terhadap
konselor. Misalnya, siswa yang memiliki persepsi baik menjadi rajin datang untuk konseling karena menurut siswa konselor dapat membantunya mengatasi masalah.
Sebaliknya, siswa  yang memiliki persepsi kurang baik menjadi malas melakukan konseling meskipun sebenarnya mereka mengalami masalah.
38
2.3 Sikap Siswa Terhadap Pelayanan Bimbingan dan Konseling
2.3.1 Sikap
2.3.1.1 Pengertian Sikap
Secord  dan  Backman  1964  dalam  Azwar  2005:5  berpendapat  bahwa “sikap  sebagai  keteraturan  tertentu  dalam  hal  ini  perasaan  afeksi,  pemikiran
kognisi,  dan  predisposisi  tindakan  konasi  seseorang  terhadap  suatu  aspek  di lingkungan
sekitarnya”.  Thurstone  dalam  Dayaksini  2009:  89  berpandangan bahwa
“sikap merupakan suatu tinngkatan afek, baik positif maupun negatif dalam hubungannya dalam obyek-obyek psikologis
”. Untuk dapat memahami pengertian sikap, perlu dijelaskan secara lengkap.
Pada  dasarnya  sikap  adalah  derajat  atau  tingkat  kesesuaian  seseorang  terhadap obyek tertentu  yang dinyatakan dalam skala Mar’at, 1982:21.Menurut Kendler
dalam Yusuf, LN dan Nurihsan 2005:169-170, sikap adalah kondisi mental yang relatif  menetap  untuk  merespon  suatu  obyek  atau  perangsang  tertentu  yang
mempunyai arti, baik bersifat positif, netral, atau negatif, menyangkut aspek-aspek kognisi,  afeksi,  dan  kecenderungan  untuk  bertindak.Thurstone  dalam  Walgito,
2003: 109 mengemukakan pendapat bahwa: “An  attitude  as  the  degree  of  positive  or  negative  affect
associated  with  some  psychological  object.  By  psychological object  Thurstone  means  any  symbol,  phrase,  slogan,  person,
institution, ideal, or idea, toward which people can differ with respect to positive or negative affect
” Dari  pendapat  tersebut  diatas  dapat  dikemukakan  bahwa  Thurstone
memandang  sikap  sebagai  suatu  tingkatan  afeksi  baik  yang  bersikap  positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis.  Afeksi  yang