pemecahan masalah harus berdampak pada hasil belajar. Bila hasil belajar belum baik maka kemampuan pemecahan masalah siswa belum bisa dikatakan baik.
4.2.1. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas CPS
Model pembelajaran CPS pada kegiatan praktikum mengharuskan siswa membuat langkah kerja praktikum. Siswa diberi Lembar Kerja Siswa LKS
tanpa langkah kerja praktikum. Siswa diberikan gambaran garis besar percobaan yang akan dilakukan. Mereka bisa menanyakan informasi yang dibutuhkan
sebelum praktikum dimulai. Siswa dalam satu kelompok harus memiliki langkah kerja praktikum yang telah dibuat. Hal ini akan memudahkan siswa dalam
melakukan praktikum karena secara tidak langsung mereka telah mempelajari pola pelaksanaan praktikum. Selain itu mereka akan membaca dan belajar terlebih
dahulu sebelum praktikum. Model pembelajaran CPS terbukti efektif untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat dari peningkatan aspek kognitif dan psikomorik siswa.
Aspek kognitif dinilai melalui posttest, Lembar Kerja Siswa LKS, evaluasi pada setiap eksperimen, dan laporan praktikum.
Posttest dilakukan diakhir pertemuan. Peningkatan hasil posttest dapat dilihat dari perbandingan dengan nilai pretest siswa. Hasil analisis yang telah
dilakukan menunjukan posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi pada kelas eksperimen sebesar 64,7 .
Kelas kontrol juga mengalami peningkatan sebesar 60,8 . Peningkatan yang terjadi pada kedua kelas masuk dalam kriteria sedang. Hasil peningkatan dapat
dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Grafik Uji Gain Pretest Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol
Peningkatan kemampuan pemecahan masalah tidak bisa hanya dilihat dari hasil pretest dan posttest saja. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah
juga harus melihat dari prosesnya. Lembar Kerja Siswa LKS membantu dalam proses pelaksanaan menemukan penyelesaian masalah praktikum. Nilai rata-rata
yang diperoleh menunjukan peningkatan penyelesaian LKS Kelas Eksperimen. Kelas eksperimen mendapat nilai rata-rata 78,3 untuk praktikum pertemuan
pertama. Praktikum pertemuan kedua nilai rata-rata LKS meningkat menjadi 84,3. Peningkatan pada praktikum pertama dan kedua memperlihatkan
peningkataan yang terjadi saat proses belajar. Penilaian praktikum dikombinakan dengan evaluasi yang dilakukan setiap melakuakan praktikum berguna untuk
menekankan materi yang dianggap penting. Analisis evaluasi terdapat pada Lampiran 47 dan Lampiran 48. SPBM yang berperan aktif dalam peningkatan dan
pemahaman materi pelajaran, merupakan kegiatan yang menekankan proses.
20 40
60 80
100
eksperimen kontrol
Pen in
g kat
an
kelas
Uji Gain Pretest Posttest
Pre-Test Post-Test
Sanjaya 2011: 215 mengungkapkan strategi pembelajaran dengan pemecahaan masalah dapat ditingkatkan dengan tujuan berikut.
a. Pembelajaran tidak hanya sekedar mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.
b. Mengembangkan keterampilan berfikir rasional. c. Mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam kegiatan
pembelajaran. d. Siswa memahami hubungan antara teori dengan kenyataan.
Aktivitas psikomotorik siswa juga diperhitungkan dalam penelitian. Penilaian aktivitas psikomotorik menggunakan lembar observasi yang dilakukan
di dalam kelas oleh observer. Analisis yang telah dilakukan menunjukan aktivitas psikomotorik siswa dalam setiap praktikum meningkat. Peningkatan yang terjadi
pada kelas eksperimen dari kriteria cukup menjadi baik. Kriteria baik dalam penilaian psikomotorik merupakan tingkat paling tinggi. Peningkatan aktivitas
psikomotorik menunjukan peningkatan kecakapan siswa dalam merangkai dan melakukan langkah-langkah penemuan pemecahan masalah yang dihadapi. Hasil
penilaian lembar observasi kelas eksperimen pada tiap pertemuan ditampilkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Diagram Aktivitas Psikomotorik Kelas Eksperimen untuk
Setiap Pertemuan Pertemuan 1 dan Pertemuan 2
4.2.2. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas PBI